Dugaan Intimidasi! Ibu Samson di Simpenan Sukabumi Diminta Tanda Tangan Surat Tanpa Penjelasan

Sukabumiupdate.com
Selasa 04 Mar 2025, 10:08 WIB
Keluarga Samson (33 tahun) saat konferensi pers di kantor SPI Kabupaten Sukabumi di Kampung Batusapi, Kelurahan/Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Senin, 3 Maret 2025. | Foto: SU/Ilyas Supendi

Keluarga Samson (33 tahun) saat konferensi pers di kantor SPI Kabupaten Sukabumi di Kampung Batusapi, Kelurahan/Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Senin, 3 Maret 2025. | Foto: SU/Ilyas Supendi

SUKABUMIUPDATE.com - Keluarga almarhum Suherlan alias Samson (33 tahun) terus mencari keadilan atas kematian yang mereka anggap tidak manusiawi. Terbaru, diduga ada intimidasi terhadap ibu kandung Samson untuk menandatangani surat tanpa mengetahui isinya.

Hal itu dikatakan kuasa hukum keluarga, Tusyana Priyatin, saat ditemui sukabumiupdate.com di kantor Serikat Pengacara Indonesia (SPI) Kabupaten Sukabumi di Kampung Batusapi, Kelurahan/Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Senin, 3 Maret 2025.

"Ibu korban menyampaikan kepada kami bahwa saat menandatangani surat tersebut, ia tidak tahu isi sebenarnya. Tidak ada yang membacakannya (ibu Samson buta huruf). Dia hanya diminta menandatangani tanpa penjelasan. Bahkan ada tekanan agar dia segera menandatangani dokumen tersebut," kata dia kepada wartawan dalam konferensi pers.

Menurutnya, tindakan yang diduga dilakukan pihak desa, warga, dan aparat itu adalah bentuk intimidasi, meski tanpa ancaman fisik. "Memaksa seseorang menandatangani sesuatu tanpa pemahaman adalah intimidasi. Seharusnya dalam musyawarah seperti ini, pihak keluarga didampingi orang yang mengerti hukum agar hak-haknya tidak terabaikan," ujar Tusyana.

Baca Juga: RSJ Marzoeki Mahdi Sebut Samson dari Sukabumi Dipulangkan dalam Kondisi Pulih

Tusyana juga mengungkapkan bahwa kedatangan keluarga Samson ke kantornya adalah untuk meminta bantuan agar kasus ini segera diusut, karena para tersangka pengeroyokan terhadap korban atau Samson tidak ditahan dan masih berkeliaran di kampung.

Tusyana menegaskan pihaknya akan mengawal kasus ini karena menyangkut hak asasi manusia dan prinsip keadilan. "Kami melihat ada kejanggalan dalam kebijakan penyidik terkait tidak ditahannya enam tersangka. Penahanan seharusnya menjadi langkah penting untuk memastikan proses hukum berjalan maksimal serta mencegah intervensi terhadap saksi maupun alat bukti."

Ia juga menilai kematian Samson tidak bisa dianggap peristiwa kriminal biasa, tetapi juga menunjukkan lemahnya sistem perlindungan bagi Orang dengan Gangguan Kejiwaan (ODGJ). "Negara seharusnya memiliki sistem rehabilitasi berkelanjutan bagi ODGJ yang memiliki riwayat konflik dengan masyarakat. Jika sejak awal ada mekanisme yang lebih baik, mungkin tragedi ini bisa dicegah," jelasnya.

Dalam upaya memperjuangkan hak keluarga Samson, kata Tusyana, pihaknya dari SPI tengah mengkaji berbagai opsi hukum, termasuk kemungkinan mengajukan gugatan Citizen Lawsuit (CLS) terhadap pemerintah daerah atas dugaan kelalaian dalam menangani rehabilitasi ODGJ.

"Kami akan mengawal kasus ini sampai tuntas dan meminta kepolisian bersikap transparan dalam proses hukum agar tidak ada spekulasi di masyarakat. Keluarga korban berhak mendapatkan keadilan," kata dia.

Diketahui, kematian Samson hingga kini masih menyisakan tanda tanya besar bagi keluarga. Pria yang dikenal dengan julukan preman ini ditemukan mengenaskan dengan tubuh banyak darah dan luka serius. Beredar kabar dia diduga menjadi korban amukan massa.

Samson adalah warga Kampung Cihurang, Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi. Saat ini Polres Sukabumi memutuskan untuk tidak menahan enam tersangka dalam kasus kematiannya. Jenazah Samson ditemukan tak jauh dari rumahnya pada 21 Februari 2025.

Berita Terkait
Berita Terkini