SUKABUMIUPDATE.com - Lebih berpihak pada isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak harus menjadi bagian masa depan pengembangan kapasitas insan pers atau wartawan. Pedoman pemberitaan anak bahkan sudah diluncurkan sebagai aturan teknis profesi jurnalis sebagai bagian tak terpisahkan dari kode etik jurnalistik di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau DP3A Kabupaten Sukabumi, Eki Radiana Rizki pada momen peringatan hari pers nasional 2025, 9 Februari 2025.
“Pers memiliki peran besar dalam menyuarakan isu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sukabumi mengapresiasi insan pers yang terus menghadirkan berita edukatif, menginspirasi kesetaraan, serta mendukung hak-hak perempuan dan anak,” ucap Eki kepada sukabumiupdate.com.
“Selamat Hari Pers Nasional 2025!,” sambung Eki.
Pedoman Pemberitaan Ramah Anak
Melansir Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Jurnalis di Indonesia punya sejumlah rujukan hukum dan etika dalam menjalankan profesinya. Secara hukum mengacu kepada Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan Undang Undang No 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
Untuk etika, rujukan utamanya adalah pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang disahkan Dewan Pers tahun 2006 dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Seperti umumnya kode etik, pengaturannya bersifat umum dan seringkali memerlukan tafsir dalam pelaksanaannya. Itu sebabnya di luar Kode Etik Jurnalistik juga ada sejumlah pedoman lain yang dibuat Dewan Pers. Beberapa di antaranya adalah Pedoman Pemberitaan Media Siber (2013), Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (2019, dan Pedoman Pemberitaan Tindak dan Upaya Bunuh Diri (2019).
Sejumlah pedoman pemberitaan itu sebenarnya merupakan ikhtiar untuk lebih membuat Kode Etik Jurnalistik itu lebih aplikatif. Pasal-pasal dalam kode etik memang lebih banyak seperti norma umum, yang memang tidak selalu bisa secara serta merta bisa diterapkan dalam sebuah situasi atau peristiwa tertentu.
Salah satu fungsi penting pedoman adalah pada bagian ini: bagaimana membuat kode etik itu lebih bisa diterapkan. Semangat itu pula yang mendorong AJI bekerjasama dengan UNICEF menerbitkan Pedoman Peliputan dan Pemberitaan Anak ini. Kami menyadari bahwa anak merupakan tema yang banyak ditemui jurnalis dan sering muncul dalam pemberitaan media. Pada saat yang sama juga muncul banyak kritik juga terhadap
pemberitaan media soal ini, umumnya pada soal ketidakpekaan jurnalis terhadap “kepentingan anak”.
Masalah ini kian kompleks dengan lanskap media yang berubah akibat digitalisasi, yang salah satunya ditandai dengan semakin banyaknya media online. Sikap bergegas media online, dan juga kencerungan untuk membuat berita yang mendulang klik (clickbait), membuat kritik terhadap media soal anak jadi lebih banyak.
Kritiknya beragam, mulai dari soal ketidakpatuhan dalam soal menyamarkan identitas anak hingga soal kecenderungan untuk mengejar sensasi. Sebagian diantaranya ada faktor kesengajaan untuk mengabaikan etika, dengan dalih untuk memenuhi kepentingan atau selera publik.
Tapi ada karena faktor kekurangtahuan jurnalis dan media terhadap apa saja prinsip penting dalam peliputan soal anak. Prinsip etikanya adalah dalam Kode Etik Jurnalistik, soal kepentingan anak tercantum dalam Undang Undang No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Adanya Pedoman Peliputan dan Pemberitaan Anak ini diharapkan dapat menjawab soal kekurangtahuan jurnalis tersebut. Pada saat yang sama juga harus terus ada upaya kepada media untuk berusaha menghormati etika meski ada godaan besar mengabaikannya demi kepentingan bisnisnya. Kita tak boleh lelah mengingatkan media untuk tidak mengabaikan kode etik jurnalistik dalam menjalankan bisnisnya.
Selengkapnya baca disini, Pedoman Pemberitaan Ramah Anak