SUKABUMIUPDATE.com - Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, menginstruksikan seluruh sekolah di Jabar, mulai dari jenjang SD, SMP, hingga SMA/SMK sederajat, untuk segera menyerahkan ijazah yang masih tertahan di sekolah.
Instruksi ini diperkuat oleh surat edaran Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jabar bernomor 3597/PK.03.04.04/SEKRE tertanggal 23 Januari 2025. Dalam surat tersebut, seluruh ijazah lulusan Tahun Pelajaran 2023/2024 atau sebelumnya harus diserahkan paling lambat 3 Februari 2025.
Jika hingga batas waktu yang ditentukan ijazah masih belum diberikan, maka sekolah wajib menyerahkannya ke Cabang Dinas Pendidikan wilayah masing-masing.
Hal itu kemudian ditanggapi dengan rasa kekhawatiran oleh Kepala SMK Jamiyatul Aulad Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi, Andriana. Pasalnya, kebijakan ini menurutnya dapat menjadi tantangan besar bagi sekolah swasta yang tidak mendapatkan pendanaan penuh dari pemerintah seperti sekolah negeri.
Selama ini diketahui, sekolah swasta hanya mengandalkan iuran dan sumbangan dari orang tua siswa untuk menutupi biaya operasional.
"Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOSP) hanya bisa digunakan maksimal 50 persen untuk membayar honorarium guru, sisanya dari dana BPMU (Bantuan Pendidikan Menengah Universal). Mungkin cukup untuk gaji, tapi bagaimana dengan biaya operasional lainnya," kata Andriana, Kamis (30/1/2025).
Andriana menuturkan, sekolah swasta juga berbeda dengan sekolah negeri yang mayoritas tenaga pengajarnya adalah ASN dan PPPK dengan gaji ditanggung pemerintah, sekolah swasta harus mencari sumber dana sendiri untuk membayar guru serta memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan.
Sehingga bagi sekolah swasta, menurutnya kebijakan penyerahan ijazah gratis itu akan menjadi langkah menuju kematian jika tidak dibarengi dengan solusi yang bijak serta langkah yang terstruktur.
"Pasalnya, hingga saat ini sekolah swasta masih mengandalkan sumbangan dari masyarakat untuk menunjang keberlangsungan pendidikan di lembaga tersebut. Jika sekolah swasta mati, apakah sekolah negeri mampu menampung seluruh masyarakat yang ingin bersekolah? Di Kabupaten Sukabumi, misalnya, dari lebih dari 150 sekolah, hanya 11 yang merupakan sekolah negeri," ujar Andriana yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Kabupaten Sukabumi itu.
Dia kemudian meminta kepada pejabat atau pemangku kebijakan turun langsung ke lapangan, untuk melihat perjuangan guru-guru sekolah swasta yang sering kali harus menunggu berbulan-bulan untuk mendapatkan gaji.
"Semoga kebijakan ini mampu membawa perubahan besar dalam dunia pendidikan di Jawa Barat. Ke depan, semoga pemerintah dapat menganggarkan dana yang cukup agar semua sekolah, baik negeri maupun swasta, bisa gratis. Dengan demikian, wajib belajar 12 tahun dapat terlaksana dengan baik, masyarakat bahagia, guru sejahtera, dan Jawa Barat semakin istimewa," tandasnya.
Menyikapi kekhawatiran dari sekolah swasta ini, Kepala Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah V Disdik Jabar, Lima Faudiamar menegaskan, bahwa pemetaan sedang dilakukan untuk mengetahui jumlah ijazah yang masih tertahan di sekolah swasta.
“Kami mapping dulu, jumlah ijazah yang tertahan ada berapa di setiap sekolah, kemudian dicek by name, tahun lulusannya tahun berapa, nanti itu dilaporkan ke kami dan kami laporan ke pimpinan, itu kalau tidak ada tunggakan ya,” jelasnya.
Ia juga memastikan bahwa sekolah negeri sudah mulai membagikan ijazah, bahkan ada yang mengantarkannya langsung ke rumah alumni yang kesulitan mengambilnya.
Sementara itu, untuk sekolah swasta, ia menegaskan bahwa akan ada pertemuan dengan FKKS (Forum Komunikasi Kepala Sekolah) Swasta untuk mencari solusi terbaik.
"Kami ingin memastikan kebijakan ini tidak merugikan siapa pun. Ijazah memang hak anak, tapi di lapangan, kita harus melihat semua aspek agar ada solusi yang menguntungkan semua pihak," pungkasnya.