SUKABUMIUPDATE.com - Polemik pembangunan tambak udang di sekitar Pantai Minajaya, Desa Buniwangi, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, mendapatkan penjelasan dari PT Nuansa Bhaskara Cipta (Mactri Inti Group). Proyek ini sebelumnya disebut akan mengancam keberadaan warung milik masyarakat.
Sebagai informasi, PT Nuansa Bhaskara Cipta (Mactri Inti Group) adalah perusahaan pemegang Hak Guna Bangunan (HGB) lahan pembangunan tambak udang yang dikerjakan PT Berkah Semesta Maritim. Kemudian masalahnya, warung masyarakat, salah satunya milik Saep, berdiri di atas tanah HGB tersebut.
Humas PT Nuansa Bhaskara Cipta AA Bakang mengatakan Saep membeli tanah untuk warungnya yang seluas 3,5x10 meter dari petani penggarap yang mengelola lahan HGB PT Nuansa Bhaskara Cipta seharga Rp 13 juta. Transaksi ini berlangsung pada Juni 2023 dan disaksikan Pemerintah Desa Buniwangi.
Baca Juga: Pemilik Warung Menjerit! Terancam Proyek Tambak Udang di Pantai Minajaya Sukabumi
Sementara untuk proses selanjutnya, Saep membayar biaya sewa kepada PT Nuansa Bhaskara Cipta sebesar Rp 500 ribu per tahun. Dia lalu membangun warung permanen, saung lesehan, dan penataan lahan, dengan total dana Rp 200 juta. Uang ini diperoleh Saep dari pinjaman sana dan sini, termasuk menjual sawah.
"Dalam surat pernyataan yang dibuat pada 5 Juni 2023, disebutkan pembeli garapan yakni Saep menyetujui untuk menyewa lahan tersebut sebagai warung makanan dan minuman dengan biaya Rp 500 ribu per tahun, yang dibayar tunai di awal tahun," kata AA Bakang kepada sukabumiupdate.com, Selasa (21/1/2025).
Menurut AA Bakang, dalam perjanjian itu juga disebutkan apabila lahan yang digunakan Saep nantinya akan dimanfaatkan PT Nuansa Bhaskara Cipta (termasuk pembangunan tambak udang seperti sekarang), Saep bersedia mengembalikan dan membongkar bangunan, tanpa menuntut ganti rugi dalam bentuk apa pun.
"Kami pihak perusahaan telah melakukan sosialisasi kepada warga terkait rencana penggunaan lahan HGB untuk proyek tambak udang. Sebagai bentuk kepedulian, perusahaan bersama pemerintah desa berupaya agar para petani penggarap dan pemilik bangunan mendapatkan uang kerahiman," ujarnya.
"Kami (juga) sudah melakukan sosialisasi dan bahkan membantu agar para petani penggarap serta pemilik bangunan mendapatkan uang kerahiman. Usulan tersebut diajukan pada Oktober 2024. Sebagian besar warga mengajukan, tetapi ada dua orang yang tidak mengajukan, salah satunya adalah Saepuloh (Saep)," kata AA Bakang.
Selain itu, PT Nuansa Bhaskara Cipta meminta perusahaan tambak udang yaitu PT Berkah Semesta Maritim untuk menyediakan lahan konservasi dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). AA Bakang menyebut usulan ini telah dikabulkan pada 2 Januari 2025, termasuk penetapan kawasan green belt, tempat warung Saep berada, yang rencananya akan menjadi objek jalur pipa tambak udang.
"Kami sudah mendorong pemerintah desa untuk mencari solusi terbaik. Dari total lahan green belt, 70 persen dialokasikan untuk konservasi dan 30 persen bagi area penunjang. Nantinya pemerintah desa dan Pokdarwis akan menyusun master plan untuk mengatur peruntukan lahan konservasi, IPAL, dan fasilitas penunjangnya."
"Dengan klarifikasi ini, PT Nuansa Bhaskara Cipta berharap semua pihak dapat memahami status lahan dan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya, sehingga dapat tercapai solusi yang adil bagi semua pihak," kata AA Bakang.
Diberitakan sebelumnya, Saep mengaku diminta membongkar warungnya dengan ganti rugi Rp 20 juta. Situasi ini membuat Saep keberatan karena belum memiliki pilihan untuk mendirikan warung di tempat yang lain. Dia berharap pemerintah dapat turun tangan.