SUKABUMIUPDATE.com - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah berjalan satu tahun di SDN Bungur, Kampung Cibungur, Desa/Kecamatan Warungkiara, Kabupaten Sukabumi, telah memberikan dampak positif bagi para siswa.
Meski demikian, ada tantangan besar yang harus dihadapi, terutama dalam hal distribusi makanan yang ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Para pelajar di SDN Bungur harus menempuh perjalanan sejauh 300 meter dari jalan utama untuk mengambil paket MBG.
Akses jalan menuju sekolah yang sulit dilalui kendaraan roda empat menjadi kendala utama. Terlebih lagi, ketika hujan turun, jalan menjadi licin dan semakin sulit dilalui.
Siti Nur, siswa kelas 6, mengungkapkan pengalamannya dalam menjalani rutinitasnya selama satu tahun harus berjalan kaki mengambil MBG.
"Ikut (jalan kaki) lumayan (jauh), sekarang mah nggak. Sedikit cape, kadang mengganggu pelajaran sedikit. Udah 1 tahun. Sekarang lebih enak diantar langsung," kata Nur rabu (8/12/2024).
Meskipun begitu, Nur tetap merasa bersyukur dengan adanya makanan bergizi yang diberikan.
"Enak, enak, cuman kadang-kadang gak ada rasanya. Itu ada daging, sayurnya tahu, buahnya kadang jeruk, kadang salak, melon juga. Makan (lebih kenyang)," ujar Nur.
Baca Juga: 60 Pelajar SMAN 5 Kota Sukabumi Punya Alergi Makanan, Usul Menu Ini untuk MBG
Baca Juga: Makan Bergizi Gratis! Pemprov Jabar Siapkan Anggaran Rp 1 T, Pemkot Sukabumi Rp 3 M
Nur juga merasa lega karena adanya program MBG, yang menurutnya sangat membantu, terutama bagi mereka yang sering berangkat ke sekolah tanpa sarapan.
"Seneng, sekolah lain kan nggak kebagian, jadi kalau di sini mah kalau nggk makan di rumah juga ada makan di sini," ungkapnya.
Kepala SDN Bungur, Kusyanto, mengatakan situasi pada 3 Desember 2024, hujan deras yang berlangsung lama membuat jalan setapak berbatu yang menghubungkan sekolah dengan jalan utama menjadi licin dan berbahaya. Selama uji coba itu, para pelajar memang mengambil makanan ke jalan utama yang diantar oleh tim dapur.
"Waktu itu hujan hampir dua hari tanpa henti. Akses jalan sangat licin dan berbahaya. Untuk mendapatkan makan, anak-anak harus mengambil makanan dari luar sekolah. Tapi karena jalan sangat berbahaya, pihak pengelola (dapur MBG) memutuskan mengizinkan mereka makan di pinggir jalan untuk sementara," kata dia
Kusyanto mengungkapkan SDN Bungur terletak di daerah terpencil yang jauh dari permukiman dengan akses jalan cukup sulit. "Jalan setapak berbatu yang menghubungkan sekolah dengan jalan raya atau utama sekitar 300 meter sangat curam, berbelok, dan sering rusak. Memang saat kejadian makan di jalan itu, hanya saat itu saja," ujarnya.
"Kemarin-kemarin, kalau cuacanya bagus, anak-anak setiap pagi suka ngambil makanan ke jalan lalu makannya di sekolah," kata Kusyanto.
Demi mengatasi masalah akses, terutama setelah MBG dilaksanakan serentak, Kusyanto menyebut kini menggunakan jasa ojek untuk mengantar makanan ke sekolah.
"Biaya transportasi ini ditanggung melalui kesepakatan komite sekolah dan orang tua siswa. Biaya transportasi ojek sekitar Rp 700 ribu per bulan. Angkutan menggunakan ojek baru dua harian," jelasnya.