SUKABUMIUPDATE.com - Jejak panjang Sukabumi dalam pusaran praktik korupsi telah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. George François Rambonnet menjadi salah satu nama yang menarik dibahas. Sebagai burgemeester atau wali kota pertama, dia diduga melakukan malaadministrasi pemerintahan yang berujung pada keuntungan pribadi.
Dalam catatan, Rambonnet juga diduga terseret masalah suap yang dilakukan seorang kontraktor dengan nilai 400.000 gulden. Rambonnet dan JM Knaud selaku direktur Gemeente Werken dinyatakan terlibat perkara tersebut. Kasus ini muncul sejak 1931 yang konon ikut melibatkan Biro Pembangunan Algemeen Ingenieur Architectenbureau (AIA).
Kepada sukabumiupdate.com, pengamat sejarah Irman Firmansyah mengatakan Rambonnet menduduki jabatan Burgemeester Sukabumi sejak 1926 sampai awal 1934. Pasca-peresmian Gedung Gemeente (Balai Kota Sukabumi), dia tidak sempat mengisi gedung baru itu karena dipindahkan ke Buitenzorg (Bogor) dan menjabat sebagai wali kota di sana.
"Saat mengisi jabatan baru Wali Kota Bogor, Rambonnet tidak bisa tenang karena diserang pemberitaan media Bataviaasch Nieuwsblad yang membuka kebobrokan administrasinya saat menjabat Wali Kota Sukabumi. Dia dituduh melakukan malaadministrasi dan penyimpangan keuangan. Alhasil, kejaksaan umum dan kantor desentralisasi terlibat dalam penyelidikan," kata dia pada Senin, 6 Januari 2025.
Baca Juga: Melacak Jejak Korupsi di Sukabumi: Skandal Lahan Kopi hingga Malaadministrasi Pemerintahan
Laporan penyelidikan kedua lembaga itu hasilnya sangat buruk. Manajemen yang dilakukan Rambonnet diduga berantakan sehingga banyak arsip yang hilang atau tidak tercatat. Dia pun didakwa melakukan penyalahgunaan uang gaji dan tunjangan cuti. Nahasnya, pemerintah pusat membatalkan keputusan Dewan Kota Sukabumi pada 16 Maret 1932 terkait masalah ini. Rambonnet juga diduga menerima sejumlah uang sebagai tunjangan saat merangkap jabatan sebagai wali kota dan sekretaris daerah.
Rambonnet kemudian diwajibkan mengembalikan sejumlah uang (uang pengganti) yang dia nikmati dalam masa kepemimpinan hampir delapan tahun, ditambah saat mengambil haknya ketika cuti ke luar negeri. Persoalan korupsi ini menyebabkan Rambonnet harus mengajukan pailit kepada pemerintah Hindia-Belanda.
Menurut Irman, buruknya kepemimpinan Rambonnet berpengaruh terhadap banyaknya kasus korupsi di Sukabumi, terutama pada bidang layanan pemerintah seperti kantor pos. Tahun 1926 seorang pegawai pos melakukan korupsi 2.000 gulden dan menghilang. Lalu pada 1939 kembali terjadi korupsi oleh staf kantor pos yang menggelapkan 250 gulden.
Korupsi pun terjadi di pengadilan negeri Sukabumi (Landraad) pada 1931. Pelakunya seorang jaksa dengan masa kerja 23 tahun. Lebih dari 20.000 gulden dana digelapkan. Jaksa ini selanjutnya ditangkap dan dibawa ke Batavia. Di lokasi lain, perkara yang sama dilakukan akuntan Perkebunan Artana Sukabumi yang menimbulkan kerugian sekitar 5.000 gulden.
Peristiwa yang lebih besar dan menjadi pergunjingan warga adalah kasus korupsi di Gemeente Ziekenhuis (RSUD R Syamsudin SH). Sebuah laporan menyebutkan rumah sakit terus merugi dan pelayanan memburuk. Oleh karena itu, pemerintah beberapa kali membayar ganti rugi dan subsidi. Seperti pada 1924, melakukan subsidi sekitar 1.777,95 gulden.
Tiga tahun kemudian, diduga terjadi temuan praktik administrasi yang keliru dengan laporan-laporan palsu atas dana yang diterima dari pasien. Hal ini lalu dilaporkan kepada residen sehingga pengelola rumah sakit diberhentikan sementara.
Namun tidak berhenti di sana. Tahun 1932 terungkap kembali masalah administrasi di lembaga kesehatan tersebut. Laporan dipalsukan sehingga hasilnya defisit. Akibatnya, kepala rumah sakit dipecat. Sebab masalah yang tak kunjung selesai, akhirnya pada 1933 Gemeente Ziekenhuis diserahkan pengelolaannya kepada misi Katolik.