SUKABUMIUPDATE.com - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Sukabumi terus meningkatkan upaya penanganan terhadap anak dan ibu korban kasus penyiraman air keras di Kecamatan Nagrak. Sinergi lintas sektor menjadi fokus utama dalam memberikan perlindungan dan bantuan maksimal bagi para korban.
"DP3A Kabupaten Sukabumi merasa sangat prihatin dengan adanya kejadian ini, dimana korban mengalami luka bakar yang sangat serius," ujar Kepala DP3A Kabupaten Sukabumi, Eki Radiana Rizki, Selasa (7/1/2025).
Setelah menerima laporan kejadian ini dari OPSIGA Kecamatan Nagrak, Eki menyebut DP3A melalui UPTD PPA wilayah Sukabumi, melakukan kunjungan ke RSUD Sekarwangi untuk melakukan assesment serta berkoordinasi dengan berbagai pihak, yaitu Dirut RSUD Sekarwangi, Dinas Sosial, Sentra Palamartha Kemensos dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kecamatan Nagrak, Pemdes Pawenang dan Kader untuk berkolaborasi dalam penanganan pembiayaan pengobatan dan operasi korban.
Baca Juga: 2 Korban Siram Air Keras Di Nagrak Sukabumi Dirujuk Ke RSHS Bandung
Terpisah, Kepala Sub Bagian Tata Usaha UPTD PPA Wilayah Sukabumi, Yeni Dewi Endrayani, mengungkapkan bahwa pihaknya langsung bergerak cepat setelah mengetahui kondisi para korban.
"Kami langsung ke RSUD Sekarwangi untuk bertemu pihak keluarga dan memantau kondisi korban. Ternyata, korban ada delapan orang, termasuk cucu dan tetangga. Namun, yang paling berat adalah ibu korban, Dedeh, dan anaknya, Angga, yang masih kelas 5 SD," jelas Yeni.
Menurutnya, kondisi Dedeh mengalami luka bakar 45 persen, sementara Angga sekitar 15 persen. Keduanya membutuhkan perawatan intensif di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
“Korban lainnya masih bisa ditangani di RSUD Sekarwangi. Kami berkoordinasi dengan direktur rumah sakit agar perawatan dan biaya ambulans untuk korban di Sekarwangi digratiskan," tuturnya.
Namun, karena kasus ini tidak tercover BPJS, biaya perawatan di RSHS harus ditanggung secara umum. Untuk itu, DP3A bersama tim relawan, pihak kecamatan, dan Sentra Phalamartha berupaya mencari solusi.
“Sentra Phalamartha siap membantu biaya operasi pertama di RSHS. Meski peran mereka sebenarnya lebih pada pemulihan pasca perawatan, kami berupaya agar ada jaminan lebih lanjut,” terangnya.
Saat ini, biaya perawatan di RSHS terus bertambah, dengan tagihan per hari mencapai Rp 22 juta untuk Dedeh dan Rp 13 juta untuk Angga. Sambil menunggu bantuan lebih lanjut, pihak kecamatan membuka donasi untuk membantu keluarga korban.
"Donasi ini juga digunakan untuk biaya hidup keluarga yang menunggu di Bandung, karena mereka tidak memiliki biaya," katanya.
Yeni juga menegaskan pentingnya kesadaran masyarakat untuk lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan dalam rumah tangga. "Kekerasan seperti ini biasanya tidak terjadi tiba-tiba, ada bibitnya, seperti cekcok atau kekerasan verbal. Perempuan harus berani speak up dan tidak menunggu pasangan berubah dengan sendirinya," ujarnya.
DP3A berharap masyarakat lebih peduli dan bersedia melaporkan jika menemukan indikasi kekerasan, baik verbal maupun fisik, di sekitar mereka. "Ini bukan hanya tugas DP3A, tetapi membutuhkan keterlibatan semua pihak untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tandasnya. (ADV)