SUKABUMIUPDATE.com - Pabrik Teh Madoe Tawon di Nagrak, Sukabumi, memiliki sejarah yang panjang dan penting dalam perkembangan perkebunan teh di Indonesia.
Pabrik Teh Madoe Tawon didirikan pada awal abad ke-20 adalah bagian dari perkembangan budidaya teh rakyat di Priangan, tepatnya di Distrik Cibadak, Sukabumi. Pada masa itu, perkebunan teh menjadi salah satu motor penggerak ekonomi lokal.
Pionir! Keterbatasan lahan di wilayah perkebunan teh Sukabumi mendorong munculnya konsep teh rakyat. Hal itu sebagaimana mengacu pada artikel ilmiah Syarah Nurul Fazri (2022), Mahasiswa Pascasarjana, Departemen Sejarah, Universitas Gadjah Mada, bertajuk "Produk dari Priangan: Teh Rakyat di Priangan pada Awal Abad Ke-20".
Baca Juga: Sukabumi Ring of Fire, Daerah Cincin Api Gunung Gede dan Salak yang Rawan Gempa
Selain Sukabumi, sejumlah daerah termasuk wilayah penting dalam pengembangan teh rakyat, diantaranya Cianjur, Garut dan Tasikmalaya. Sebab, teh rakyat di daerah tersebut berpengaruh pada perkembangan ekonomi penduduk setempat.
Paling banyak di Sukabumi! Pada akhir 1909, lahan di Priangan yang ditanami teh penduduk berjumlah 11.020 bau.
"...persebaran tanaman budidaya teh penduduk didominasi di wilayah Sukabumi," bunyi keterangan artikel, seperti dikutip sukabumiupdate.com, Jumat (3/1/2025).
Baca Juga: Survei Ipsos 2024: Daftar Profesi yang Paling Dipercaya & Tidak Dipercaya di Indonesia
Pada masa kolonial Belanda, perkebunan teh di Sukabumi berkembang pesat di bawah pengelolaan perusahaan Eropa. Pabrik Teh Madoe Tawon ini juga menjadi salah satu pusat produksi teh yang signifikan.
Dari segi perkembangan ekonomi, budidaya teh di Sukabumi ini membantu meningkatkan ekonomi lokal dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat setempat.
Sejarah mencatat, budidaya teh rakyat mampu menambahkan variasi kredit yang dilakukan oleh bank desa, dengan tujuan memutar modal yang dapat digunakan oleh petani.
Dalam suratnya, Lovink menyampaikan bahwa para petani teh rakyat di Sukabumi telah menerima pinjaman sekitar f 13.000 dari Bank Soekaboemi.
Lovink juga menyarankan agar Gubernur Jenderal menginstruksikan Residen Priangan untuk mendirikan perkebunan teh rakyat, daripada sekadar menyediakan benih teh atau memberikan uang muka dalam bentuk kredit. Saran tersebut diharapkan dapat menjadi solusi atas keterbatasan lahan sekaligus memperluas area perkebunan teh.
Sayangnya, dukungan kredit dari pemerintah tidak mampu mencegah para petani teh rakyat menghadapi kesulitan dalam menjual hasil produksi mereka. Hal ini disebabkan oleh penjualan global yang terganggu akibat perang dunia, sehingga teh rakyat ini sempat mengalami masa sulit.
Baca Juga: Wisata Cianjur The Nice Funtastic Park, Taman Hiburan Menarik untuk Liburan Keluarga
Pada tahun 1918, pemerintah kolonial mencoba menstabilkan kondisi ekonomi dengan menyewa Pabrik Djedjieng di Cicurug untuk membeli daun teh dari petani dengan harga maksimal 3 ½ sen per pon.
Berdasarkan besluit tanggal 25 Mei 1918, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar f 13.000 untuk pembelian daun teh rakyat, sementara Pabrik Pasir Djedjeng memperoleh keuntungan sebesar f 70.000 sebagai tambahan kas.
Dari perjalanan panjang ini,budidaya teh menjadi usaha yang menarik bagi masyarakat di sekitar perkebunan, karena mampu meningkatkan perekonomian desa secara signifikan.
Sumber: journal.ugm.ac.id