SUKABUMIUPDATE.com - Ribuan meter lahan pertanian dan perkebunan milik warga di Kampung Cikupa, Desa Mekarsari, Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, rusak diterjang bencana longsor yang terjadi pada awal Desember 2024 lalu.
Akibatnya, puluhan petani di kampung itu merugi ratusan juta rupiah, bahkan terancam kehilangan mata pencaharian.
Informasi yang dihimpun, material longsoran tersebut berasal dari tebing hutan setinggi 70 meter yang berada di area lahan milik Perum Perhutani Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Cimahpar Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jampangkulon.
Material longsoran sepanjang 100 meter yang berupa tanah hingga kayu jati yang tumbang tak hanya menimbun lahan sawah maupun kebun yang berada di dekatnya, namun juga menutup jalan desa yang merupakan akses utama para petani ke lahan mereka.
“Lahan pertanian kami rusak semua. Sawah tertimbun, tanaman habis, kayu-kayu jati yang tumbang dari kawasan Perhutani masih dibiarkan begitu saja. Sekarang kami tidak bisa lagi menggarap lahan,” kata Mulyadi (50 tahun) salah satu petani setempat kepada sukabumiupdate.com, Jumat (20/12/2024).
"Jalan juga sampai saat ini yang jalur jalan desa Cikupa masih tertutup longsor tidak bisa dilalui, belum di evakuasi," tambahnya.
Baca Juga: Tanggap Darurat Bencana Sukabumi Menyisakan 3 Kecamatan, Pemulihan Akses Jadi Fokus
Menurutnya, sekitar 1.600 meter sawah padi dan 2.000 meter lahan kebun Palawija, tanaman hortikultura hingga buah pepaya yang dikelola warga kini tidak bisa dimanfaatkan. Kondisi itu membuat warga Kampung Cikupa yang mayoritas petani, kehilangan sumber penghidupan utama mereka.
"Kampung Cikupa mayoritas petani, kurang lebih 50 KK. Bencana ini tentu dampaknya sangat besar bagi kami. Padi baru ditanam, palawija baru ditanam, bahkan ada yang mau manen palawija, jelas kami merugi," ungkapnya.
Dua pekan pascabencana yang diakibatkan cuaca ekstrem ini, lanjut Mulyadi, warga mengeluhkan minimnya bantuan dari pemerintah maupun Perhutani.
"Sampai sekarang tidak ada bantuan atau solusi dari Perhutani. Kami berharap ada langkah nyata dari pihak terkait agar lahan ini bisa kembali dimanfaatkan,” ujar Mulyadi dengan nada kecewa.
Menurut Mulyadi, warga juga saat ini merasa was-was dengan adanya ancaman longsor susulan, pasalnya lokasi longsor berjarak sekitar 100 meter dari permukiman.
Bencana ini menambah deretan persoalan terkait pengelolaan hutan oleh Perum Perhutani. Ia berharap pemerintah dan pihak Perhutani segera turun tangan untuk menyelesaikan masalah ini dan memberikan solusi jangka panjang.
Dikonfirmasi terpisah, Andri Rusmana, Asisten Perhutani (Asper) Cimahpar BKPH Jampangkulon, menyebut bahwa bencana tanah longsor dan pohon tumbang di Kampung tersebut diluar prediksi mereka.
"Itu sifatnya bencana alam yang tidak bisa kami cegah pak. Adapun upaya-upaya (penghijauan) kami sedang berjalan, berupa penanaman bahkan sulaman tanaman. Kebetulan tepatnya di blok Kampung Tipar (masih di area yang terdampak longsor) ada penanaman tahun 2023," ujarnya.