SUKABUMIUPDATE.com - Bencana longsor, banjir dan pergerakan tanah di Sukabumi Selatan, pada Rabu (4/12/2024) dua pekan lalu, telah memporak porandakan wilayah Pajampangan. Keberadaan aktivitas pertambangan dan hutan yang gundul akibat penebangan pohon, terutama di sekitar kawasan hutan Pasir Piring kini menjadi sorotan warga.
"Hutan Pasir Piring sudah gundul karena penebangan pohon yang asal-asalan. Resapan air hujan tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga DAS (Daerah Aliran Sungai) Cikarang, Cikaso, dan Ciletuh meluap," kata warga setempat, Anugrah (40 tahun) kepada sukabumiupdate.com, Kamis 19/12/2024.
Merespon atas bencana alam yang melanda wilayah Pajampangan tersebut yang diduga akibat pengelolaan hutan yang tidak optimal oleh Perhutani serta aktivitas tambang liar, Anugrah menyebut bahwa pemerintah harus segera mengubah status hutan Pasir Piring yang berlokasi di Kecamatan Waluran dari status hutan produksi menjadi hutan lindung.
Begitu juga untuk hutan Mataram dan Puncak Buluh di Kecamatan Lengkong dan blok Cibuluh di Kecamatan Ciemas yang dikelola Perum Perhutani Hanjuang Barat. "Hutan kami harus diubah statusnya menjadi hutan lindung," ucap Anugrah.
Baca Juga: DPRD Sukabumi Apresiasi Kajian Pasir Piring dan Puncak Buluh Dijadikan Hutan Lindung
Kata Anugrah, perubahan status menjadi hutan lindung adalah langkah penting untuk mencegah bencana yang lebih besar di masa depan. "Kami warga Kecamatan Waluran mengajukan beberapa tuntutan, antara lain pihak Perhutani bertanggung jawab atas bencana ini karena dianggap lalai dalam melakukan reboisasi selama dua tahun terakhir. Mengembalikan status Hutan Pasir Piring menjadi hutan lindung untuk melindungi ekosistem dan mencegah kerusakan lebih lanjut," bebernya.
"Hutan memiliki peran vital dalam menjaga ekosistem, mulai dari menyerap air hujan, mencegah erosi, hingga mengurangi risiko banjir. Namun, kerusakan di kawasan hutan produksi seperti Pasir Piring menyebabkan hilangnya fungsi ini," ungkapnya.
Sementara itu, Budi Hermawan, Asper/KBKPH Lengkong menyampaikan dengan terbitnya Surat Keputusan (SK) Nomor 287/2022 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menandai perubahan penting dalam pengelolaan kawasan hutan di wilayah BKPH Lengkong, khususnya Blok Puncakbuluh. SK tersebut menetapkan wilayah ini sebagai bagian dari program Perhutanan Sosial dengan skema Hutan Kemasyarakatan (HKm).
"Dengan adanya SK tersebut, hak pengelolaan hutan di Blok Puncak Buluh tidak lagi berada di bawah Perum Perhutani. Perum Perhutani kini hanya memiliki hak atas aset-aset di lokasi tersebut, seperti tanaman yang ada di kawasan tersebut," terang Budi.
Baca Juga: Menuju Status Hutan Lindung untuk Puncak Buluh dan Pasir Piring Sukabumi
Sementara itu, sambung Budi, di wilayah Blok Pasir Piring, fungsi hutan lindung tetap menjadi perhatian utama. Dalam kawasan hutan produksi, terdapat beberapa area dengan fungsi perlindungan seperti Kelas Hutan KPS (Kawasan Perlindungan Setempat) dan HAS (Hutan Alam Sekunder). Kawasan ini tersebar di beberapa petak di Blok Pasir Piring dan tetap dijaga untuk mendukung keseimbangan ekosistem.
Adapun untuk wilayah Ciemas dan Mekarjaya, sebagian kawasan hutan telah diserahkan kepada kelompok penerima SK Perhutanan Sosial sesuai dengan program pemerintah. Penyerahan ini diharapkan mendorong pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang lebih partisipatif dan berkelanjutan.
"Terkait reboisasi, Perum Perhutani BKPH Lengkong mengungkapkan bahwa kegiatan penghijauan tetap menjadi prioritas meski tidak banyak terekspos ke publik. Dalam lima tahun terakhir, Perhutani telah melaksanakan reboisasi di lebih dari 5.500 hektare lahan. Reboisasi ini dilakukan dalam bentuk penanaman hutan rimba dan hutan tanaman energi, yang bertujuan untuk menjaga keberlanjutan hutan serta mendukung fungsi ekologis kawasan," terangnya.
"Perubahan ini diharapkan dapat menciptakan kolaborasi yang lebih baik antara pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait lainnya dalam menjaga kelestarian hutan serta memanfaatkan hasil hutan secara bijak untuk keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan," tutupnya.
Terkait dengan perubahan status Pasirpiring, pada Selasa, 12 September 2023, di ruang rapat Setda. Sekretaris Daerah Kabupaten Sukabumi Ade Suryaman, membuka seminar Sumber Daya Alam mengenai kajian kelayakan pasir piring dan puncak buluh menjadi hutan lindung.
Ini adalah salah satu langkah untuk mewujudkan pasir piring di Kecamatan Waluran dan Puncak Buluh Di Jampang kulon menjadi hutan lindung atau hutan konservasi.
Baca Juga: Mengenal Pasir Piring, Daerah Ikonik Gerbang Menuju Pajampangan Sukabumi
" Seminar ini untuk mengekspos hasil kajian kelayakan ada dan tidaknya potensi perubahan fungsi kawasan hutan produksi menjadi kawasan hutan lindung/hutan konservasi yang ada di kawasan hutan pasir piring dan puncak buluh," jelas kabag SDA Setda, Prasetyo dalam seminar tersebut dikutip dari akun resmi Pemkab Sukabumi.
Sekda Kabupaten Sukabumi, Ade Suryaman dalam paparannya menyebut pelestarian hutan sangat perlu untuk menjaga ekosistem yang ada di hutan itu sendiri, maupun menghindari potensi bencana yang disebabkan oleh tidak terawatnya hutan.
“Banjir, longsor apalagi sekarang musim kemarau yang sudah mulai kekeringan, menjadi fokus kita," jelasnya.
Oleh karenanya, Ade berharap potensi perubahan fungsi kawasan hutan produksi untuk pasir piring dan puncak buluh menjadi kawasan lindung atau hutan konservasi bisa direalisasikan.
" Berdasarkan Hasil dari kajian ini mudah-mudahan nanti statusnya bisa ditingkatkan dari hutan produksi menjadi hutan lindung/ hutan konservasi," harapnya.
Hutan Lindung Menurut UU Kehutanan, atau Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, pengertian hutan lindung adalah: “Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.” jelasnya.