SUKABUMIUPDATE.com - Tiga perusahaan tambang di wilayah selatan Kabupaten Sukabumi akan dipanggil polisi terkait dugaan tindak pidana lingkungan. Dugaan ini muncul setelah organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai perusahaan tambang menjadi penyebab banjir dan bencana lain pada awal Desember 2024.
Kapolres Sukabumi AKBP Samian menyatakan langkah ini merupakan tindak lanjut pihaknya atas informasi yang diberikan oleh sejumlah pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat seperti WALHI, yang mencurigai aktivitas tambang menjadi salah satu pemicu bencana dahsyat di wilayah Kabupaten Sukabumi yang memakan korban jiwa tersebut.
"Adanya informasi dari lembaga swadaya masyarakat terkait indikasi dugaan dari aktivitas pertambangan tentunya kita berterima kasih. Kita akan jadikan dasar awal untuk melakukan penyelidikan di lapangan," kata dia kepada wartawan pada Senin (16/12/2024).
Baca Juga: Banjir Dahsyat! Membaca Temuan Investigasi WALHI Soal Kerusakan Hutan di Sukabumi
Samian akan mengundang tiga perusahaan tambang untuk memberikan klarifikasi terkait aktivitas mereka. Namun investigasi lapangan juga akan dilakukan untuk menilai dampak langsung operasi tambang terhadap lingkungan. "Terkait dengan PT PT (perusahaan) yang melakukan pertambangan, kita akan melakukan undangan klarifikasi dan penyelidikan di lapangan. Apakah aktivitas pertambangan itu ada legalitas yang dikantongi," ujarnya.
"Kemudian bagaimana dengan kepedulian lingkungan pasca dia menambang atau proses menambang. Dalam minggu ini kita undang tiga perusahaan untuk klarifikasi," ujar Samian.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat, Wahyudin, mengatakan pihaknya telah menurunkan tim investigasi sejak 3 Desember 2024 ke Sukabumi. Dia menyebut timnya menemukan tidak hanya kawasan Guha dan Dano yang terdegradasi, tetapi di kawasan lain juga terjadi kerusakan alam akibat tambang emas dan galian kuarsa untuk bahan pendukung pembuatan semen.
Sementara itu, Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI Mukri Friatna mengatakan banjir bandang yang terjadi pada awal Desember 2024 di Sukabumi telah menimbulkan dampak serius bagi kehidupan sosial sekaligus ekonomi masyarakat. Menurut dia, ada 39 kecamatan dan 176 desa yang terdampak banjir serta risiko belasan warga meninggal dan hilang.
“Hasil pemantauan citra satelit, sedikitnya terdapat dua kawasan hutan yaitu pegunungan Guha dan Dano yang telah hancur tutupan hutannya,” kata dia.
Kehadiran pabrik semen menghancurkan kawasan karst yang merupakan bahan baku semen. WALHI juga menemukan di Desa Waluran, Kabupaten Sukabumi, ada degradasi hutan. WALHI menilai fenomena ini karena adanya pembukaan lahan bagi proyek Hutan Tanaman Energi (HTE) untuk memasok serbuk kayu ke PLTU.
Tak hanya itu, Wahyudin mengatakan WALHI menemukan adanya operasi tambang emas di kawasan hutan seperti di Ciemas dan di Simpenan. “Kawasan perhutanan sosial tidak luput pula dari objek tambang sebagaimana terdapat di petak 93 Bojong Pari dan Cimanintin dengan luas 96,11 hektare,” katanya.
Menurut dia, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukabumi, kawasan tersebut tidak masuk pada lokasi pertambangan dan juga bukan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). “Bencana ekologis yang telah memporak-porandakan wilayah Sukabumi jelas karena adanya kontribusi perusahaan,” kata Wahyudin.