SUKABUMIUPDATE.com - Perkembangan alat transportasi massal di Pajampangan utamanya di Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi dari zaman Belanda hingga masa kemerdekaan, memiliki sejarah dan cerita panjang bagi warga setempat.
Salah satu tokoh Pajampangan, Ki Kamaludin (74 tahun) mengatakan, keberadaan angkutan umum di wilayah Sukabumi Selatan tersebut sudah ada sekitar tahun 1921, dengan jurusan Soekaboemi-Soerade. Waktu itu terminalnya di sekitar Bundaran Surade yang letaknya saat ini di sekitar Taman Megalodon dan Masjid Jami Abdul Jalil.
"Sopir pertama merupakan orang Belanda, adapun model angkutan nama jenis tidak diketahui, foto kendaraannya ada di Wereld Museum, Belanda, dan fotografer tidak diketahui," ujar Ki Kamal kepada sukabumiupdate.com, Minggu (24/11/2024).
Ki Kamal memaparkan, pada tahun 1933 muncul moda transportasi berupa bus bernama Soekadamai yang sopirnya warga Tionghoa dan kernetnya orang pribumi. 19 tahun kemudian atau tepatnya Tahun 1952 di masa kemerdekaan, muncul bus Marhaen yang disupiri orang pribumi.
"Kemudian tahun 1957 ada bus Persaudaraan. Tahun 1963 muncul bus Langgeng Djaya. Bahkan transportasi angkutan barang seperti truk, sudah ada mulai tahun 1917, yang garasi atau terminal pertama di Kiaradua Simpenan," sambungnya.
Baca Juga: Kehadiran Bus Damri Diprotes Angkutan Elf Surade Sukabumi, Ini Kata Dishub
Bus trayek Surade-Sukabumi saat itu menurut Ki Kamal, dikuasai tiga perusahaan yakni Sukadamai, Marhaen dan Persaudaraan. Hingga akhirnya hadir bus yang dirintis pemerintah pada tahun 1957 yaitu DAMRI atau Djawatan Angkoetan Motor Republik Indonesia.
"Lalu bus Langgeng Djaya mulai beroperasi. Semakin kesini sejak 1982 selain DAMRI, banyak para pengusaha lokal ada bus Suka Hati, bus Bintang Selatan, jurusan Cikangkung-Sukabumi, lalu MGI, Setiabudi," kata Ki Kamal.
"Adapun ongkos transportasi perorang pada tahun 1952 menurut Apih Intadipraja, seorang mantri guru yang sering rapat ke Sukabumi yakni senilai saringgit atau 2 rupiah lima puluh sen, seharga kepala kerbau," tambahnya.
Ki Kamal menurutkan, saat itu yang banyak menggunakan bus, selain pejabat dan para pengusaha, yaitu kalangan pelajar dan mahasiswa yang berkuliah di Sukabumi, Jakarta, Bandung.
"Seperti kuliah di UI (Universitas Indonesia), IKIP (Sekarang UPI Bandung). Banyak anak anak waktu itu yang ke Ponpes. Pokoknya segala keperluan keluar Pajampangan menggunakan bus, termasuk yang mencari pekerjaan di kota-kota besar," tuturnya.
Kondisi jalan juga, lanjut Ki Kamaludin, pada tahun 1921-1933 menurut para sesepuh dahulu sudah diaspal. Hanya saja ukuran lebar jalannya masih 5 meter.
"Jalan sudah memadai terlebih di masa kunjungan Bupati R.A.A Danoediningrat berkunjung ke Surade, jalan normal, tetapi pada masa transisi menjelang kemerdekaan dan masa agresi militer di tahun 1947 jalan mulai rusak, tidak terpelihara. Kemudian diperbaiki kembali mulai tahun 1952 dan kembali rusak mulai tahun 1957-1959," kata dia.
Kondisi kerusakan jalan terparah menurut Ki Kamal yaitu mulai tahun 1964. Saat itu jalan seperti sungai sehingga menghambat perjalanan Surade-Sukabumi. Rute tersebut pada tahun 1967-1972 harus dilalui dengan memakan waktu 3 hari 2 malam.
"Mulai dari Surade sampai Lengkong perjalanan sehari dan tidur di Lengkong dekat Puskesmas Lengkong ada warung nasi terkenal dengan sop kelincinya. Besoknya perjalanan Lengkong-Padabeunghar, juga menginap di warung Nadi Cibihbul depan SD Ciareuy, kemudian perjalanan Padabeunghar -Sukabumi Cikole, terminal depan Kaum Sukabumi," ungkapnya.
Menurutnya, perjalanan dari Surade-Sukabumi dan sebaliknya ada perlintasan yang memang menjadi jalur menakutkan saat itu, yakni masuk kawasan Hutan Pasirpiring Waluran. "Bahkan tahun 1990-an, masih ada begal spesial mobil boks. Sekarang sudah aman, dan banyak warung disepanjang jalan," ujarnya.
Ki Kamal juga menyinggung soal Terminal Sukabumi yang berpindah-pindah tempat. "Dari alun alun Cikole, depan Masjid Kaum, depan Gedung Juang pinggiran Lapang Merdeka, terus ka Depan Kapolresta dekat Gereja Bethel masih dekat Masjid Kaum Sukabumi, terus pindah ke depan STM AMS, lalu ke Odeon-Pajagalan, terus Cikondang, selain terminal Dengung Cipelang Sukabumi, terus ke Lembursitu dan sekarang pindah ke jalur," tandasnya.