SUKABUMIUPDATE.com - Pesisir Pangumbahan di Desa Pangumbahan, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, adalah satu-satunya pantai di selatan Sukabumi yang menjadi tempat mendaratnya penyu hijau. Bahkan saat ini terdapat balai konservasi penyu sebagai bagian dari biodiversity Ciletuh Palabuhanratu UNESCO Global Geopark (CPUGGp).
Keberadaan penyu di Pantai Pangumbahan ternyata sudah diketahui sejak pertama kali Belanda menginjakkan kakinya di tanah Pajampangan melalui Pantai Ciletuh atau Palangpang di Desa Ciwaru, Kecamatan Ciemas. Keterangan ini diungkapkan Musonip (55 tahun), karyawan konservasi penyu yang bertempat tinggal Kampung Jaringao, Desa Pangumbahan.
"Saat itu dikelola atau dikuasai oleh VOC. Mereka juga membuka perkebunan dan membuat dermaga Bagalbatre," kata dia kepada sukabumiupdate.com, Kamis, 7 November 2024.
Menurut sejumlah narasumber orang tua zaman dulu, lanjut Musonip, kawasan hutan yang menjadi akses masuk ke pantai pendaratan penyu dijaga orang kepercayaan Belanda yang berasal dari Cirebon, bernama Mama Usa. Menurutnya, Mama Usa dapat dibilang pawangnya penyu karena ditugaskan mengelola hewan tersebut atas perintah Belanda.
Baca Juga: Penyu Hijau Jantan Terdampar di Pantai Ujunggenteng Sukabumi
"Saat itu salah satu kebijakannya, dilarang mengambil telur penyu atau masuk hutan pada akhir tahun selama tiga bulan yakni Oktober, November, dan Desember, agar bisa menetes dan berkembang biak. Jadi kearifan lokalnya, sudah sejak dulu ada larangan masuk hutan dan mengambil telur," jelasnya.
Tidak ada catatan pasti tahun berapa Mama Usa tinggal di Pangumbahan, namun Musonip menyebut Mama Usa menjadi sesepuh dan sering dimintai tolong oleh masyarakat setempat. "Mama Usa diperkirakan meninggal dunia pada usia 160 tahun dan makamnya ada di dekat konservasi penyu," ujar dia.
Musonip menyebut setelah Belanda meninggalkan Indonesia, maka Jepang menggantikan tugas mengelola penyu. Waktu berlanjut, dan memasuki kemerdekaan, tidak ada lagi yang mengelola penyu di Pantai Pangumbahan. Baru pada 1973, pihak swasta yakni CV Daya Bakti mengelola penyu tersebut karena ditunjuk pemerintah daerah.
"Ketika itu ada Perda soal jual beli telur penyu secara bebas. Lalu tahun 2008 ada gerakan dari Pokmaswas agar mencabut Perda dan 100 persen harus dikonservasi. Maka pada 2008 Perda dicabut dan pengelolaannya dilakukan oleh Pemda Sukabumi hingga 2016. Kemudian dari 2017 hingga sekarang dikelola Pemprov Jawa Barat," ujar Musonip.
"Jadi sejak zaman Belanda hingga tahun 2008, telur penyu diperjualbelikan secara bebas," katanya menambahkan.