SUKABUMIUPDATE.com - Fenomena Joget Sadbor di media sosial TikTok yang dilakukan ratusan masyarakat di Kampung Margasari, Desa Bojongkembar, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi tengah menjadi perhatian publik.
Akademisi dari Nusa Putra University, Siti Nur Aisyah menilai, fenomena Joget Sadbor yang tengah viral ini bukanlah hal yang pertama terjadi sehingga dapat menarik hati Masyarakat. Menurutnya, sebelum ramai medsos digunakan seperti saat ini, banyak hal yang terjadi dan viral melalui televisi.
"Seperti fenomena viralnya nyanyian Norman (Kamaru) yang dulunya seorang polisi, saat nyanyiannya viral lantas dia beralih dari polisi menjadi seorang penyanyi, namun ternyata masa viralnya berakhir sehingga membuat keputusannya sangat disesalkan," kata Dosen Program studi Manajemen yang membidangi Bisnis, Hukum dan Pendidikan itu kepada sukabumiupdate.com, Rabu (30/10/2024).
"Secara psikologi, manusia menyukai hal-hal yang baru serta menarik, dan joget sadbor merupakan sebuah gebrakan baru yang dihasilkan oleh salah satu masyarakat dari Bojongkembar," tambahnya.
Baca Juga: Cerita Petani 70 Tahun di Cikembar Sukabumi, Ikut Live Joget Sadbor di TikTok Usai dari Kebun
Terkait apakah fenomena joget sadbor ini semata-mata karena trending atau disebabkan oleh ekonomi yang sulit, Siti menyebut kedua hal itu bukan sebuah persamaan atau perbandingan.
Ia menilai sebuah postingan akan menjadi trending adalah sebuah kebetulan yang tidak disengaja dan tidak bisa diprediksi oleh masyarakat.
"Sikap yang dimiliki oleh masyarakat Bojongkembar bisa dikatakan sangat bagus karena mereka bisa memanfaatkan kesempatan ini dengan baik," tuturnya.
Hanya saja, Siti menyebut masyarakat Bojongkembar tidak boleh bergantung dengan fenomena ini secara terus menerus, karena secara psikologi manusia tidak bisa bahagia secara kontinyu akan suatu hal.
"Dalam kurun waktu tertentu masyarakat tidak akan lagi tertarik dengan hal ini," jelasnya.
Siti menyebut fenomena joget sadbor ini sangat normal karena bukan pertama kalinya terjadi. Adapun hal yang dikhawatirkan dari fenomena ini adalah ketika mereka sudah tidak lagi viral.
"Karena mereka tidak akan lagi memiliki pendapatan dan mereka akan melakukan segala cara untuk mendapatkan uang mereka kembali," ujar Siti.
Menurut Siti, mereka yang sudah pernah merasakan memegang banyak uang, akan sangat merasa kehilangan jika mereka tidak lagi memiliki uang. Jadi, mereka harus menyiapkan kemungkinan terburuk yang pasti akan terjadi.
"Yaitu ketika fenomena tersebut tidak lagi viral, mulai dari bagaimana mereka akan menyambung hidup, bagaimana mereka merasa kehilangan uang yang banyak dan bagaimana mereka mempertahankan perasaannya supaya tidak terlalu larut dalam kehilangan," ungkapnya.
Baca Juga: Skema Pembagian Honor Ratusan Karyawan Sadbor yang Viral Live TikTok di Sukabumi
Lebih lanjut Siti menyampaikan, bahwa keadaan ekonomi yang dimiliki oleh masyarakat Bojongkembar yang melakukan joget sadbor ini adalah mereka yang memiliki kelas menengah kebawah. Menurutnya, mereka sangat rentan terhadap sebuah bujukan yang menurut mereka menarik.
"Fenomena menarik ini, juga melibatkan mereka yang memberikan saweran banyak yang berasal dari akun judi online. Akun judi online bisa melihat peluang dari mereka sebagai konsumen barunya yang akan tertarik dengan judi online," kata dia.
"Karena Masyarakat secara tidak langsung akan melihat bahwa mereka yang melakukan judi online memiliki uang yang banyak, sehingga mereka bisa saja merasa bahwa setelah joget sadbor tidak lagi trending mereka akan beralih ke judi online," tambahnya.
Siti menyebut Joget sadbor yang saat ini mereka anggap sebagai lapangan pekerjaan, belum bisa dikatakan sebagai pekerjaan yang bisa menjamin kehidupan mereka.
Menurutnya, sudah banyak fenomena yang viral atau trending lalu jatuh dan mereka tidak lagi mendapatkan pendapatan dari keuntungan viral dan trendingnya fenomena tersebut.
"Jika masyarakat ingin menganggap bahwa joget sadbor adalah sebuah pekerjaan, maka mereka harus mampu berinovasi sehingga khalayak media sosial akan terus tertarik dengan inovasi yang mereka ciptakan," jelasnya.
Siti menekankan, viral dan trending sudah sering terjadi sebelumnya, sehingga membuat mereka yang terlibat didalamnya memiliki ketergantungan akan hal tersebut. Namun, yang terjadi adalah mereka tidak viral selamanya sehingga mereka membutuhkan sebuah pekerjaan yang lebih menjanjikan dan berkelanjutan.
Ia juga menjawab terkait pertanyaan soal netizen atau follower yang mau memberikan saweran atau gift di media sosial. Hal itu karena menurutnya masyarakat merasa terhibur atau merasa kasihan kepada sang konten kreator.
"Semudah mengapa kita mau memberikan uang kita kepada badut di pinggir jalan, karena kita merasa terhibur dengan mereka atau kita merasa kasihan dengan mereka," ujarnya.
"Saya tidak mengatakan mereka adalah para pengemis online, karena itu adalah bagian dari inovasi yang mereka lakukan. Sesederhana jika mereka adalah pengemis online, maka bagaimana dengan mereka yang juga membuat konten di youtube dan media sosial yang lain?,"
"Posisi mereka saat ini hanyalah belum mendapatkan iklan yang bisa menjadi sumber pendapatan yang lain sedangkan content creator yang lain sudah menerima iklan," tandasnya.