SUKABUMIUPDATE.com - Polemik pendirian tower Base Transceiver Station (BTS) di dekat lingkungan SMAN 1 Parungkuda menjadi pembahasan khusus dalam pertemuan yang digelar pada Selasa (8/10/2024) di Aula Kantor Desa Bojongkokosan, Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi.
Pertemuan yang menghadirkan pihak sekolah, pemilik lahan, pemerintah kecamatan, pemerintah desa, dan dinas terkait untuk membahas kelanjutan operasional tower BTS tersebut.
Pengawas Penataan Ruang pada Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (DPTR) Kabupaten Sukabumi, Ahmad Arief, menyatakan bahwa salah satu yang dibahas dalam pertemuan ini adalah kesesuaian tata ruang serta dampak potensial terhadap lingkungan sekolah, terutama terkait jarak tower dengan bangunan sekolah.
"Soal jarak yang dekat dengan sekolah, dalam aturan tata ruang tidak ada ketentuan spesifik tentang jarak itu, jadi mungkin itu perlu dicek ulang," kata Arif kepada sukabumiupdate.com.
Dari segi zonasi, Arief menjelaskan bahwa Kecamatan Parungkuda masuk dalam kawasan perkotaan, yang dalam regulasi tata ruang memperbolehkan pendirian tower komunikasi. Namun, ia juga menekankan pentingnya aspek sosial dalam mempertimbangkan lokasi detail dari tower tersebut.
"Aspek ruang memungkinkan adanya tower di Kecamatan Parungkuda, tapi terkait dengan posisi detailnya, ada aspek sosial yang juga harus diperhatikan," jelasnya.
Baca Juga: Respons DPMPTSP Soal Polemik Pendirian Tower BTS Dekat Sekolah di Parungkuda Sukabumi
Arief menjelaskan bahwa standar untuk pendirian tower melibatkan beberapa langkah utama, termasuk pengajuan titik lokasi, pengecekan dengan regulasi tata ruang, serta pemenuhan persyaratan perundang-undangan oleh pelaku kegiatan.
Dalam hal ini, sambung Arif, ada catatan bahwa pihak sekolah belum menyetujui keberadaan tower, sebagaimana tercantum dalam berita acara rapat pokja tata ruang terkait Surat Keterangan Rencana Kabupaten (SKRK).
"Kami memang memberikan persyaratan dalam produk SKRK bahwa pelaku kegiatan wajib melakukan koordinasi dengan camat, kepala desa, dan masyarakat sekitar sebelum melanjutkan kegiatan," paparnya.
Arief mengakui bahwa pada awalnya penolakan dari pihak sekolah tidak muncul secara formal, namun belakangan diketahui ada kekhawatiran dari pihak sekolah terkait dampak tower. Oleh karena itu, perusahaan diharuskan untuk menanggapi kekhawatiran tersebut. "Perusahaan wajib menjawab kekhawatiran pihak sekolah. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi pelaku kegiatan," tuturnya.
Terkait hasil pertemuan, Arief menyatakan bahwa pihak DPTR akan melaporkan hasil evaluasi kepada pimpinan untuk menentukan langkah selanjutnya. "Langkah yang akan diambil oleh kami akan dijalankan sesuai dengan hasil evaluasi nanti," pungkasnya.