SUKABUMIUPDATE.com - Protes orang tua murid terkait keberadaan tower base transceiver station (BTS) yang dibangun tepat di belakang bangunan SMAN 1 Parungkuda Kabupaten Sukabumi mendapat dukungan dari ribuan siswa/siswi dan warga sekolah tersebut.
Pantauan sukabumiupdate.com pada Senin (7/10/2024) di lokasi, para murid dan warga sekolah berbondong-bondong ikut menandatangani spanduk besar yang bertuliskan 'Kami Keluarga Besar SMA Negeri 1 Parungkuda (Orang Tua Siswa & Warga Sekolah) Menolak Pembangunan Tower BTS di Belakang/Lingkungan Bangunan Sekolah'.
Salah satu orang tua murid SMAN 1 Parungkuda, Lia (38 tahun) menjelaskan, bahwa pembuatan spanduk penolakan ini sebagai bentuk pihak sekolah, komite, dan wali murid terus bergerak untuk memperjuangkan keselamatan ribuan siswa.
"Pada akhirnya, hari ini kami membuat spanduk penolakan yang ditandatangani oleh 1.280 siswa, dan akhirnya aksi kami mendapat tanggapan dari pihak kecamatan," kata Lia.
Baca Juga: Ancam Keselamatan, Ortu Murid Protes Pendirian Tower BTS Dekat Sekolah di Parungkuda Sukabumi
Menurutnya, orang tua siswa juga meminta bantuan pengamanan dari pihak kecamatan, kepolisian, dan Satpol PP untuk memasang spanduk tersebut tepat di depan Sekolah.
Langkah ini dilakukan setelah pertemuan terakhir dengan pihak kecamatan pada Kamis 3 Oktober 2024, di mana mereka mendapatkan informasi bahwa Selasa 8 Oktober 2024 besok pihak sekolah, pemilik lahan, kecamatan, dan dinas terkait akan dipertemukan di Kantor Desa Bojongkokosan untuk membahas solusi dari permasalahan ini.
"Kami hanya menginginkan tower itu diturunkan karena posisinya tidak memungkinkan untuk tetap berada di lingkungan sekolah," kata Lia.
Sebelumnya, Lia menyampaikan keresahannya mengenai tower BTS yang telah berdiri di lingkungan sekolah anaknya pada September 2024 lalu itu.
"Tower itu berdiri tepat di belakang tembok sekolah, jarak antara tower dengan sekolah itu hanya sekitar 4 meter. Kalau dari saya sendiri, dampaknya itu terhadap keselamatan, saya khawatir tower ini bisa tumbang," ujar Lia.
Lia menjelaskan, posisi fondasi tower yang lebih tinggi dari bangunan sekolah menambah kekhawatiran, apalagi dengan cuaca ekstrem belakangan ini. Menurutnya, proses pembangunan tower juga berlangsung sangat singkat, sehingga kualitasnya diragukan.
"Selain itu, dampak radiasinya dalam jangka panjang juga menjadi kekhawatiran. Kami tidak menolak perusahaan untuk berinvestasi, tetapi jangan menempatkan tower terlalu dekat dengan lingkungan sekolah," tegasnya.
Sebelumnya, Lia mengungkapkan bahwa pada bulan Juni 2024 pihak sekolah pernah melakukan sosialisasi bersama perusahaan tower, pemilik lahan, dan pemerintah Desa Bojongkokosan. Namun, meskipun sekolah menolak pendirian tower, penolakan tersebut tidak ditanggapi.
"Sosialisasi itu berhenti dua bulan, dan tiba-tiba pada September, saat libur sekolah, menara setinggi 62 meter itu sudah berdiri," jelasnya.
Orang tua murid, termasuk pihak sekolah dan masyarakat sekitar, terkejut dengan pendirian tower tersebut yang berlangsung tanpa persetujuan.
Pihak sekolah kemudian menyerahkan masalah ini kepada orang tua murid setelah penolakan mereka tidak dihiraukan oleh perusahaan, pemilik lahan, dan pemerintah setempat.
Pada Rabu 2 Oktober 2024, pihak sekolah, komite, dan para wali murid mendatangi dinas terkait untuk mencari solusi, namun belum ada tanggapan yang pasti. Keesokan harinya, Kamis, 3 Oktober 2024, wali murid bertemu dengan pihak kecamatan.
Pihak kecamatan menginformasikan bahwa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) belum diterbitkan. Namun, dalam pertemuan tersebut, camat menerima dokumen PDF yang menunjukkan bahwa PBG telah keluar pada 29 Agustus 2024.
"Sedangkan sehari sebelumnya, dinas terkait belum memberikan kejelasan," ungkapnya.
Meski demikian, pihak sekolah, komite, dan para wali murid berkomitmen untuk terus bergerak mencari kejelasan dan solusi atas masalah ini.
"Karena ini menyangkut keselamatan ribuan siswa yang belajar di sekolah ini," pungkasnya.