SUKABUMIUPDATE.com - Sejumlah warga Gang Turbin, Kampung Sinagar RT 2/2, Desa Nagrak Utara, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, menyatakan penolakan mereka terhadap perpanjangan kontrak izin operasional tower yang telah berdiri di wilayah pemukiman padat penduduk sejak tahun 2014.
Warga merasa terdampak, terutama karena banyaknya kerusakan pada peralatan elektronik akibat keberadaan tower Base Transceiver Station (BTS) tersebut.
Selama 10 tahun terakhir, pengalaman hidup di dekat tower memberikan pelajaran berharga bagi warga setempat. Mereka berharap agar izin operasional tower yang habis pada Agustus 2024 tidak diperpanjang.
Namun, kabar mengejutkan datang ketika warga mengetahui bahwa pemilik tower dan pemilik tanah diduga diam-diam memperpanjang kontrak tanpa persetujuan warga. Menurut warga, tidak ada kompensasi yang layak diberikan kepada mereka selama 10 tahun terakhir.
Baca Juga: Diduga ODGJ Panjat Tower 50 Meter di Kalapanunggal Sukabumi, Evakuasinya Bikin Panik
Salah satu tokoh masyarakat, Deni Rahmat Mulyadarma, menegaskan bahwa warga bukan membenci keberadaan tower, melainkan khawatir atas dampak negatif yang dirasakan bakal terus berkelanjutan.
"Pada prinsipnya, tower ini sudah berdiri selama 10 tahun. Setelah 10 tahun, masyarakat baru merasakan dampak-dampaknya. Ada insiden petir yang mengancam, bahkan ada mobil warga yang hampir terbakar. Ketika ada petir, kami diminta mematikan lampu dan handphone, tapi tower tetap menyala. Itu yang jadi masalah," ujar Deni kepada sukabumiupdate.com, Sabtu, 28 September 2024.
Deni juga menyampaikan masalah tanah di area tower yang dinilai labil dan rentan karena dekat dengan pengairan. "Tower ini seperti bom waktu, tanahnya labil, dan besinya juga bukan galvanis, sehingga mulai berkarat. Kalau tower ambruk, entah ke mana kami mengadu, karena pihak perusahaan tidak pernah turun langsung saat ada masalah. Belum ada komitmen yang jelas terkait dampaknya," jelasnya.
Lebih lanjut, Deni menekankan bahwa masyarakat seharusnya diundang dalam diskusi untuk mendapatkan jaminan terkait dampak yang mereka alami. "Ketika ada elektronik yang rusak, gantinya tidak sebanding. Kontrak dengan warga hanya untuk 10 tahun, tapi ternyata kontrak sudah diperpanjang tanpa kompromi," keluhnya.
Deni juga menjelaskan bahwa sudah ada dua kali mediasi yang dilakukan. Mediasi pertama menjelaskan kondisi, sedangkan mediasi kedua masyarakat sudah mulai tidak mau damai, karena selama 10 tahun situasi sangat mengerikan. "Yang datang pun hanya humas, bukan pihak berkompeten yang bisa memutuskan masalah ini," ujarnya.
Warga yang merasa semakin resah sempat melakukan aksi protes karena keinginan mereka untuk berdialog dengan pimpinan perusahaan tidak ditanggapi. "Kami ingin pimpinan datang dan menyelesaikan tuntutan masyarakat. Tapi yang datang hanya perwakilan yang tidak bisa membuat keputusan," katanya.
Terakhir, Deni menegaskan bahwa warga sudah kehilangan kesabaran, dan pihak manajemen tower sepertinya tidak mau lagi diajak berdiskusi, malah membawa warga ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Warga sekarang menginginkan tower ditutup atau dibongkar. Sekarang peran warga ada di Badan Permusyawaratan Desa (BPD), jika BPD juga tidak menerima, kami akan menutup tower tersebut," pungkasnya.