SUKABUMIUPDATE.com - Kabupaten Sukabumi menjadi target penyelundupan imigran gelap menuju Christmas Island. Hal itu wajar, sebab daratan ini hanya berjarak sekitar 414 kilometer dari tanah Sukabumi, berdasarkan Google Maps. Padahal secara administratif, Pulau Natal masuk wilayah Australia, di mana berjarak lebih jauh yaitu sekitar 3.385 kilometer. Data tersebut mungkin tidak akurat sempurna, namun bukan berarti membantah fakta Christmas Island lebih dekat dengan Sukabumi.
Sejarah mencatat banyak nelayan yang mengenal Christmas Island karena beberapa di antara mereka terbawa badai ke pulau tersebut. Menurut pengamat sejarah Sukabumi Irman Firmansyah, tempat ini disebut Pulau Natal karena disingggahi oleh Kapten William Mynors pada 25 Desember 1643. William Mynors adalah kapten laut berkebangsaan Inggris. Dia merupakan master kapal milik East India Company (EIC), bernama Royal Mary. Kapal Royal Mary beroperasi untuk EIC sepanjang 1626 hingga 1639.
Setelah penemuan pada Natal 1643, pulau itu dimasukkan dalam peta navigasi Inggris dan Belanda sejak awal abad ke-17, tetapi baru pada 1666 peta yang diterbitkan kartografer Belanda Pieter Goos memasukkan pulau tersebut. Alasan dinamai Christmas Island adalah karena William Mynors menemukannya pada 25 Desember 1643. Kedekatan pulau ini dengan Sukabumi membuat banyak para pencari suaka ilegal (imigran gelap) zaman dulu menjadikannya sebagai tempat transit penyelundupan.
Baca Juga: Dari Malaysia Mau ke Australia, Warga Rohingya di Cisolok Sukabumi Diserahkan ke UNHCR
Upaya pengiriman manusia ke Christmas Island melalui Sukabumi ternyata masih terjadi. Kasus terbaru membuktikannya. Sebanyak 24 warga suku Rohingya Myanmar binaan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) atau organisasi global yang melindungi pengungsi berniat pergi ke Pulau Natal melalui Sukabumi, tepatnya jalur laut Palabuhanratu. Namun mereka berhasil ditangkap dan diamankan setelah ditemukan mengontrak di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Minggu, 22 September 2024.
Camat Cisolok Jenal Abidin menyebut kelompok warga Rohingya ini merupakan pengungsi binaan UNHCR yang sebelumnya tinggal di Malaysia, namun kabur ke Jakarta lewat perairan menggunakan speedboat. Setibanya di Jakarta, puluhan orang itu mencari kontrakan lalu diarahkan ke Cisolok karena tujuan mereka selanjutnya adalah Australia. Kini 24 warga Rohingya tersebut kembali dipulangkan ke pihak UNHCR, dikoordinasikan dengan Imigrasi.
Jenal memastikan status 24 orang ini sebagai pengungsi resmi UNHCR sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Pada Juni 2024, kapal speedboat 12 GT berpenumpang 28 Warga Negara Asing (WNA) juga pernah bersandar di Pantai Keusik Urug, Desa Buniasih, Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi. Puluhan orang yang diduga imigran gelap ini dibawa dua nakhoda berstatus Warga Negara Indonesia (WNI). Mereka kemudian ditangkap aparat gabungan.
Salah satu nakhoda mengaku, 17 hari sebelumnya, rombongan WNA asal Bangladesh (23 orang), Cina (empat orang), dan India (satu orang), itu berangkat dari perairan Cilacap, Jawa Tengah, menggunakan kapal kayu. Keberangkatan ini atas permintaan warga Cilacap berinisial I dengan tujuan Australia.
Setelah perjalanan laut selama lima hari, mereka tiba di perairan Christmas Island. Tetapi, ketika itu diadang petugas patroli negara Australia, lalu ditangkap dan dipindahkan ke atas kapal patroli. Sementara kapal kayu beserta perlengkapannya ditenggelamkan. Dua nakhoda WNI asal Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat bersama 28 WNA ditahan 11 hari di kapal patroli Australia. Selanjutnya pada 29 Juni 2024 mereka dilepaskan dan diperintahkan menuju perairan Indonesia dengan diberikan satu kapal speedboat. Puluhan WNA ini mengaku memiliki paspor, namun tertinggal di kapal yang ditenggelamkan tentara Australia.