SUKABUMIUPDATE.com - Warga Desa Buniasih dan Desa Tegalbuleud, Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi terutama ahli waris tanah yang dibeli oleh Harry Cader. Kini mereka mengungkit proses penjualan tanah pada beberapa tahun lalu yang diduga disertai intimidasi hingga iming-iming terhadap pemilik.
Salah seorang ahli waris penjual, Eka Lesmana, mengatakan ia bersama warga lainnya meminta keadilan, karena orang tua mereka saat menjual tanah dulu diduga karena keterpaksaan. "Ingin keadilan pada waktu itu orang tua kami merasa diintimidasi, dan ada iming iming dalam penjualannya," kata Eka Lesmana kepada sukabumiupdate.com, Rabu (18/9/2024).
Eka menceritakan, pada tahun 1987, waktu itu atas nama perusahaan PT. BLA, almarhum Harry Cader melakukan pembebasan lahan warga, baik yang bersertifikat maupun SPPT dengan harga sangat murah. Luas lahan yang dibebaskan berlokasi di Desa Buniasih kurang lebih 60 hektar, dan Desa Tegalbuleud sekitar 120 hektar, terdiri dari daratan dan kebanyakan pesawahan.
Pada saat itu, ungkap Eka, dengan keterpaksaan masyarakat menjual tanah dengan harga Rp 350 per meter karena diduga adanya intimidasi mengatasnamakan penguasa Orde Baru. Peruntukan lahan waktu itu disebutkan untuk pembuatan tambak udang.
"Kami minta keadilan dalam artian sesuai dengan perjanjian pada waktu pembebasan, dan minta tanah dikembalikan lagi karena kawasan terpadu wisata tambak udang (yang disebutkan waktu itu), hanyalah fiktif belaka," ungkapnya.
Baca Juga: AHY Bilang 117 Juta Bidang Tanah Sudah Terdaftar Lewat Program PTSL
Eka juga menyebutkan, pihaknya menduga ada ketimpangan peruntukan lahan, pihak BPN Kabupaten dan BPN Provinsi Jawa Barat, mengeluarkan SK pada tahun 1994, bahwa lahan tersebut peruntukan wisata terpadu, kawasan hijau di Kecamatan Tegalbuleud.
Kendati saat ini memang tidak ada pembangunan tambak udang, namun lahan masih digarap atau dikuasi pihak PT. BLA.
"Kami bersama ahli waris lainnya, sudah pernah ketemu pihak perusahaan, namun belum ada jawaban. Pada intinya kami minta keadilan, karena jual belipun saat itu tidak ada AJB, hanya kwitansi," terangnya.
Sekdes Tegalbuleud, Romansyah membenarkan pada tahun itu ada pembebasan lahan, dengan alasan untuk diusulkan ke pemerintah pusat (Presiden Sorharto), untuk proyek agrowisata. Desa Tegalbuleud sendiri hampir mencampai 200 hektar.
"Warga mau tidak mau harus menjualnya dengan harga Rp 350, bahkan ada juga yang tidak dibayar," ujarnya. "Cerita orangtua dulu, kalau tidak mau menjual atau menyerahkan lahannya disebut PKI," tambahnya.
Sukabumiupdate.com, sudah berupaya mencari kontak pihak perusahaan untuk meminta konfirmasi, namun hingga berita ditayangkan belum ada pihak yang bisa tersambung.