SUKABUMIUPDATE.com - Curug Caweni, sebuah air terjun menawan setinggi sekitar 20 meter, terletak di Kampung Cilutung, Desa Cidolog, Kecamatan Cidolog, Kabupaten Sukabumi. Curug Caweni telah lama menjadi ikon lokal dan objek wisata alam yang terkenal.
Lokasi Curug Caweni berada hanya sekitar 50 meter dari jalan provinsi Sagaranten-Cidolog, dan jarak tempuh sekitar 70 km dari Kota Sukabumi.
Salah satu ciri khas Curug Caweni adalah adanya sebuah batu fosil setinggi 7 meter berdiri di tengah-tengah air terjun dan ujung atasnya menyerupai wajah manusia yang terlihat sedang merunduk menghadap dinding curug, konon batu tersebut adalah Arca Caweni. Tak hanya itu, dengan bersumber dari Sungai Cidolog, air Curug Caweni tak pernah surut meski musim kemarau melanda.
Namun, dibalik keindahan alamnya, Curug Caweni menyimpan dua versi legenda yang menarik sekaligus menjadi cerita asal mula air terjun itu diberinama Curug Caweni.
Curug Caweni Tempat Pertapaan Puteri Prabu Siliwangi, Tanjum Arum
Salah versi cerita curug Caweni dituturkan oleh Dasep, Kepala Desa Cidolog Menurutnya Curug Caweni terkait dengan cerita Puteri Tanjung Arum, puteri pertama Prabu Siliwangi seorang Pajajaran pada abad ke-15.
Baca Juga: Asal Nama Kampung Sindangraja dan Cilutung di Cidolog Sukabumi
Cerita ini mengisahkan bahwa Tanjung Arum melakukan tapa atau semedi di sekitar Curug Caweni dan memilih untuk tidak menikah, sehingga air terjun tersebut sering disebut "Caweni" atau janda suci dalam bahasa Sunda.
"Cerita Curug Caweni, memang banyak versi. Ada cerita bahwa Caweni merupakan titisan Nyi Blorong, ada juga cerita bahwa Caweni merupakan puteri pertama Raja Siliwangi sekitar tahun 1500an, bernama Tanjung Arum yang melakukan tapa di sekitar curug, sehingga tidak pernah tersentuh pria (Caweni)," kata, Dasep kepada sukabumiupdate.com, Minggu (15/9/2024).
Kata Dasep, dikisahkan dalam ceritanya pada saat itu penduduk melihat disekitaran curug ada seekor lutung yang cukup besar, bahkan sempat kepemukiman, sehingga warga mengatakan lutung kasarung. "Ceritanya bahwa lutung itu bernama Rakean Kalang Sunda yang bertugas menjaga atau pengawal puteri Tanjung Arum," ungkap Dasep. "Sehingga, lokasi curug Caweni diberinama Cilutung," imbuhnya.
Kemudian, kata dia, dalam cerita yang berkembang disebutkan nama Kampung Sindangraja merupakan tempat bersinggah atau berhentinya Raja Pajajaran Prabu Siliwangi untuk menanyakan tempat dimana puterinya melakukan tapa atau semedi. "Sehingga tempat itu dinamakan Sindangraja," tutur Dasep.
Dasep menegaskan, banyak versi cerita legenda Curug Caweni, bahkan tilem atau hilangnya Raja Siliwangi bersama pasukannya itu di sekitaran Sungai Cibuni - Laut Tegalbuleud. Dimana aliran Sungai Cidolog Curug Caweni mengalir ke Sungai Cibuni dan laut Tegalbuleud.
"Bahkan ditengah Sungai Cibuni, ada nusa atau daratan yang tidak pernah terendam air sungai, cerita bahwa itu adalah sebuah rakit yang akan digunakan raja dan pasukamnya mau menyebrang laut, akan tetapi tidak jadi karena dihadang ombak besar (ngamuk)," terangnya.
Baca Juga: Berakhir Kekeluargaan, Kabar Terbaru Kericuhan Final Sepak Bola di Cidolog Sukabumi
Curug Caweni dan Legenda Nyi Blorong
Seorang warga kampung Ciastra, Desa Cidolog, Asep (33) menyebutkan disekitar Curug Caweni terdapat banyak goa, diantaranya ada goa Saron yang posisinya berada di atas Curug Caweni, juga beberapa goa lainnya, yaitu; goa Kopeah, goa Buaya, goa Dahu, goa Cerelang, dan dibawah curug ada goa Caweni.
Dari cerita masyarakat, menurut Asep, salah satu goa yakni goa Saron atau disebut juga goa Awi Tali merupakan awal cerita dari sepasang suami istri yang sudah lama tidak memiliki keturunan, padahal sudah lanjut usia, sang kakek (suami) kemudian melakukan pertapaan di goa Saron.
Alkisah, kendati sudah lansia, pasangan suami istri tersebut masih merindukan kehadiran seorang anak. Hingga akhirnya sang sang suami bertapa di Goa Saron yang berada di atas curug.
Dalam pertapaannya, sang suami mendapatkan satu buah telur. Setelah 41 hari, telur tersebut berubah menjadi putri cantik yang kemudian diberi nama Caweni.
Setelah dewasa, Caweni yang memiliki paras cantik sehingga menjadi kembang desa. Namun ternyata Caweni bukan wanita biasa, Caweni merupakan sosok titisan Nyi Blorong.
Dari cerita yang beredar di kalangan masyarakat sekitar menyebutkan bahwa putri Caweni memiliki kisah perjalanan hidup yang sangat unik dan penuh misteri.
Dikisahkan, putri Caweni ini telah menikah sebanyak 99 kali. Namun setiap kali menikah, pria yang telah menyuntingnya selalu meninggal dunia. Tragisnya kedukaan itu terjadi sebelum mereka menikmati malam pertama. Kondisi itu terjadi secara berulang-ulang sampai pada suaminya yang ke 98.
Caweni yang menjadi nama curug ini memiliki arti dalam bahasa sunda adalah janda bengsrat atau janda yang masih suci karena belum tersentuh pria.
Konon, dalam statusnya sebagai janda, Putri Caweni akhirnya bertemu dengan seorang pangeran bernama Prabu Boros Kaso.
Putri Caweni dalam cerita mitos tersebut kemudian mewujud menjadi bebatuan yang mirip manusia yang berada di Curug Caweni.
Para wisatawan yang berkunjung ke Curug Caweni banyak yang penasaran akan bentuk bebatuan yang mirip seorang perempuan tengah membungkuk menghadap dinding curug tersebut.
"Ada banyak versi tentang kisah keberadaan Curug Caweni ini. Namun yang selama ini menjadi daya tarik wisatawan adalah versi yang mengisahkan putri cantik yang menjelma menjadi batu arca tersebut," ungkap Asep kepada sukabumiupdate.com, Sabtu, (18/02/2023) lalu.