SUKABUMIUPDATE.com – Kondisi lingkungan di kawasan hulu Sungai Cimandiri yang terletak di perbatasan Sukabumi-Cianjur, tepatnya di Gunung Siang, mendapat sorotan dari komunitas pencinta alam Pangauban Cicatih Cimandiri Gunung Salak. Pasalnya telah terjadi kerusakan lingkungan di kawasan ini, yang disebabkan oleh pembukaan lahan, penebangan, dan perkebunan teh.
Bayu Permana, salah satu anggota Pangauban yang juga menjabat sebagai Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi, mengungkapkan keprihatinannya setelah melakukan kunjungan langsung ke Gunung Siang, pada 9 September 2024. Menurut Bayu, kerusakan di hulu Sungai Cimandiri telah mempengaruhi kualitas dan kuantitas air di daerah tersebut serta dapat berdampak luas pada wilayah hilir, termasuk di Palabuhanratu.
"Gunung Siang menjadi simpul perbatasan antara Kabupaten Sukabumi dan Cianjur, dan ke depannya saya kira perlu ada skema kerja sama antar kabupaten untuk menjaga kawasan ini," ujarnya kepada sukabumiupdate.com, Jumat (13/9/2024).
Bayu menjelaskan, Sungai Cimandiri memegang peranan krusial bagi masyarakat Sukabumi, terutama dalam penyediaan air bersih serta menjaga ekosistem alam. Kerusakan di hulu sungai, sambung dia, dapat mengakibatkan berbagai masalah seperti longsor, kesulitan akses air bersih, banjir, dan kerusakan lingkungan lainnya.
Baca Juga: Diambil Airnya untuk Sekar Budaya HJKS, Ini Cerita Legenda Sungai Cimerang Purabaya Sukabumi
Baca Juga: Ancaman Megathrust dan Sesar Cimandiri, Warga Sukabumi Bersiap Jika Gempa Dahsyat Terjadi
Sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan, Bayu bersama komunitas Pangauban Cicatih Cimandiri rutin mengadakan kegiatan tahunan yang disebut Seren Taun Cimandiri. Kegiatan tersebut dilakukan di Gunung Rosa, Gunung Siang, hingga Gunung Batu Numpang yang berada di perbatasan Sukabumi dan Cianjur. Tim komunitas berangkat menyusuri jalur Gunung Padang dan melanjutkan perjalanan melalui tanggul yang membatasi Sungai Cimandiri dan Sungai Citarum.
"Ini bagian dari ritual tahunan kami dalam upaya memulihkan kualitas air DAS Cimandiri, dari hulu hingga hilir. Air dari hulu Sungai Cimandiri akan disatukan di muara Palabuhanratu dalam rangkaian acara seren taun ke-8," ucapnya.
Bayu juga menjelaskan bahwa kegiatan mengambil air dari sumber mata air di Gunung Siang ini memiliki makna simbolis. Menyatukan air dari hulu ke muara bukan hanya ritual, tetapi juga sebagai trigger untuk memulihkan kembali kualitas air DAS Cimandiri. "Sehingga bisa diwariskan dalam kondisi yang lebih baik kepada anak cucu kita," katanya.
Selanjutnya, kata dia, sebagai bagian dari persiapan seren taun, Bayu bersama komunitas akan melakukan kajian menyeluruh di sepanjang aliran Sungai Cimandiri, mulai dari hulu hingga hilir, dalam 40 hari ke depan. Kajian ini akan mengidentifikasi kondisi sepadan sungai dan upaya-upaya konservasi yang diperlukan.
"Puncaknya, air yang diambil dari hulu akan dialirkan ke muara di Palabuhanratu, sebagai penutup ritual seren taun. Di sana, kami akan mengundang berbagai pemangku kepentingan untuk membahas hasil kajian dan merumuskan langkah-langkah konkret dalam menjaga kelestarian Cimandiri," tuturnya.
Bayu yang telah aktif selama delapan tahun di Pangauban Cicatih Cimandiri, berkomitmen untuk terus memperjuangkan keadilan ekologis. "Saya berharap upaya ini dapat menjadi contoh kolaborasi antara pemerintah dan komunitas dalam menjaga alam dan lingkungan," pungkasnya.