SUKABUMIUPDATE.com - Peraturan Daerah (Perda) No. 14 tahun 2018 tentang Hari Jadi Kabupaten Sukabumi menetapkan tanggal 10 September 1870 sebagai Hari Jadi Kabupaten Sukabumi. Perda tersebut menjadi titik awal perubahan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Sukabumi sekaligus merevisi keputusan DPRD Kab DT.II Sukabumi No. 02 tahun 1993 tentang penetapan Hari Jadi Kabupaten Sukabumi yang telah diputuskan pada 1 Oktober 1945.
Sejarawan Sukabumi, Irman Firmansyah Sufi mengatakan bahwa Hari jadi Kabupaten Sukabumi yang kita peringati saat ini jatuh pada tanggal 10 September 1870 mengacu kepada Staatsblad no 121 tentang Reorganisasi Priangan yang memecah beberapa kabupaten menjadi beberapa afdeling atau divisi termasuk Sukabumi yang merupakan pecahan Kabupaten Cianjur yang dibawahnya terdiri dari afdeling Cianjur dan Afdeling Sukabumi.
Dokumen ini ditandatangani P Mijer dan algmeene sekretaris Van Harencarspel di Batavia. Kelengkapannya sendiri baru mulai diadakan sejak 1 Januari 1871 seperti asisten residen, patih, dan jajarannya serta anggarannya.
Menurut Kang Irman, perkara reorganisasi Soekaboemi tidak lepas dari campur tangan pemerintah kolonial yang sejak tahun 1677 sudah menguasai wilayah ini secara resmi. Pengaturan wilayah sendiri tidak serta merta dilakukan dan mengikuti kebutuhan kolonial yang dilandaskan pada kepentingan ekonomi.
Pada awal upaya reorganisasi kolonial, entitas yang ada di Sukabumi hanyalah Jampang dimana umbul (pemimpin) Jampang saat itu dipanggil ke Batavia oleh VOC. Pada masa tersebut wilayah Jampang disebutkan dibatasi oleh Sungai Citarik disebelah barat, kemudian Gunung Gede sebelah utara dan basisir kidul sebelah Selatan yang artinya hampir seluruh wilayah Sukabumi sekarang dan sebagian Cianjur.
Selanjutnya kata Kang Irman, pada tanggal 29 Juni 1700 atas perintah Gubernur Jenderal Willem van Outhoorn kepada ngabehI Naija Mangala disebutkan bahwa Jampang diperbolehkan menjadi wilayah mandiri dibawah VOC dengan syarat berupa pengiriman 1 kati nila kering dan kapas sebanyak banyaknya serta sarang burung (walet) ke Batavia ditambah dengan pajak 1 kati indigo percacah. Wilayah Jampang kemudian diciutkan berdasar Daghregister 5 November 1701 yang dibatasi Sungai Cimandiri.
Kewajiban ini kemudian memicu pemberontakan Raden Alit Prawatasari yang memporakporandakan wilayah Priangan sejak tahun 1703 hingga 1712. Hal inilah yang menjadi pertimbangan VOC untuk memasukan wilayah Jampang ke Cianjur pada tahun 1715 sehingga bukan lagi wilayah mandiri. Cianjur sendiri menguasai wilayah sebelah utara Sungai Cimandiri melalui persebaran cacah Wiratanu. Pembentukan wilayah diluar Jampang berdasarkan penguasaan Perkebunan kopi yaitu CImahi, Gunung Parang dan Pagadungan sejak tahun 1776 menjadi cikal bakal terbentuknya distrik.
Kondisi ini tidaklah berubah hingga pada masa kekuasaan Inggris wilayah utara Sungai Cimandiri dijual ke swasta tepatnya kepada para pejabat termasuk Raffles yang kemudian dikelola oleh Andries de Wilde sejak tahun 1813 (disebut Vrijeland Soeka boemi mulai dari Cimangkok sampai Cicurug dengan luasan 686 paal /40 km2).
Wilayah pagadungan kemudian dimekarkan menjadi pagadungan keler dan pagadungan kidul, selanjutnya muncul juga wilayah pagasahan diselatan Cicurug. Peralihan kekuasaan kepada Hindia Belanda kemudian memunculkan Kembali reorganisasi dengan membentuk distrik-distrik resmi dibawah pemerintahan Hindia Belanda sejak tahun 1827 yang bernama Gunung Parang, Cimahi, Cikembar, Ciheulang, Soeniawenang, Cicurug, Jampangkulon dan Jampangwetan.
Kemudian, pada tahun 1839 Jampangkulon dimekarkan menjadi Jampang Tengah dan Jampang kulon, kemudian muncul distrik baru yaitu Palabuan. Kemudian tahun 1846 dimunculkan wilayah onderafdeling di Sukabumi yang berada yang dipimpin oleh seorang Kontrolir dan berada dibawah diwilayah afdeling Cianjur yang dipimpin asisten residen. Selepas itu sekitar tahun 1864 wilayah distrik Cikembar dan Soeniawenang kemudian dihapus.
Peningkatan menjadi afdeling Soekaboemi memastikan wilayah afdeling Sukabumi dengan 7 distrik yaitu Gunung Parang, Cimahi, Ciheulang, Cicurug, Palabuan, Jampangtengah dan Jampangkulon, serta memunculkan posisi baru yaitu asisten residen Soekaboemi sehingga terdapat dua asisten residen dibawah Regentschap Tjiandjoer yang setara.
Reorganisasi pemerintah di Preanger Regentschappen tahun 1870 yang terbatas hanya di Residentie Preanger Regentschappen sebenarnya bermotifkan ekonomi seiring munculnya UU agraria yang membolehkan tanah disewa selama 75 tahun (erpfacht).
Munculnya UU agraria telah membuka lahan di Sukabumi dan beberapa wilayah priangan lainnya disewa swasta dalam waktu lama sehingga mulailah pembukaan lahan secara masal. Akibatnya penduduk Priangan termasuk Sukabumi semakin bertambah dan secara administrative menjadi terlalu luas sehingga dibuatlah reorganisasi Priangan dengan memekarkan wilayah afdeeling.
Maka pada tanggal 10 September 1870 berdasarkan Staatsblad No. 121 Tahun 1870 (berlaku sejak 1 januari 1871), dilakukan peningkatan onderafdeling Sukabumi menjadi afdeeling yang memisahkan struktur pemerintahan dibawah Kabupaten Cianjur menjadi afdeeling Sukabumi Sukabumi dan Cianjur.
Berikut petikan pasal 1 dari Staatsblad tersebut: “Pembagian berikut dalam karesidenan Priangan diatur oleh asisten residen, yang berada di bawah residen adalah:
a. Afdeeling Tjiandjoer, ibu kota Tjiandjoer, terdiri dari distrik: Maleber, TJipoetri, Tjiblagoeng, Tjikalong, Baiabang Petier, Tjikondang, Djampang-Wetan dan Tjidammar.
b. Afdeeling Soekaboemi, ibukota Soekaboemi, terdiri dari distrik-distrik: Goenong Parang, Tjimahi, Tjiheulang, Tjitjoeroek, Plaboean, Djampang-Tengah een Djampang-Koelon, semuanya milik Kabupaten Tjandjoer.”
Hal ini juga terjadi di wilayah priangan lainnya sehingga merupakan Reorganisasi Priangan yang pertama yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Konsekuensinya adalah ditempatkan asisten residen di Sukabumi dan diangkat patih pertama yang bernama Aria Wangsadireja yang diawasi oleh asisten residen.
Kemudian diangkat perangkat afdeling hingga para staf yang berdiri sendiri dan digaji pemerintah di afdeling Sukabumi. Demikian pula pengurusan pajak, konsesi dan lelang terkait pendapatan pemerintah lokal menjadi terpisah dengan Cianjur.
Dalam gugus laporannya, patih Sukabumi yang diangkat pada tahun 1871 bertanggung jawab kepada Bupati CIanjur, namun patih juga berkoordinasi dengan asisten residen sebagai wakil pemerintah provinsi yang lebih tinggi.
Karena fungsi asisten residen yang mengawasi bupati, maka meskipun dinyatakan Afdeling Sukabumi di bawah Kabupaten Cianjur, tetapi hanya secara proforma belaka dan sekedar tidak menurunkan jabatan bupati yang sudah terlanjur ada di Cianjur. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa secara de facto wilayah Sukabumi telah berdiri sendiri karena sama sama memiliki asisten residen yang bertanggungjawab kepada residen di Bandung meskipun hanya dibawahi patih.
Secara internal afdeling Sukabumi juga melakukan reorganisasi, pada tanggal 8 September 1882 (Staatsblad no 252/1881) Pemerintah Hindia Belanda mengadakan perubahan terhadap bentuk struktur pemerintahan yaitu berupa pembentukan onder distrik (setingkat kecamatan) dibawah distrik. Misalnya saja distrik Gunung Parang dengan onder distrik Sukabumi, Sukaraja dan Baros.
Lima belas tahun kemudian yaitu pada tanggal 17 Mei 1913, berdasarkan Besluit Gubernur Jendral Hindia Belanda (Staatsblad 356/1913), wilayah administrasi afdeling Sukabumi mengalami perubahan mislanya distrik Gunung Parang berubah menjadi distrik Sukabumi, distrik Cimahi dihapuskan, dan distrik Ciheulang berubah menjadi distrik Cibadak. Pada tanggal 1 April 1914 terjadi perubahan mengingat hoofdplaat Sukabumi diangkat menjadi Gemeente sehingga wilayah Afdeling Sukabumi menjadi berkurang, namun ibukota Afdeling Sukabumi tetap berada di hoofdplaat Sukabumi.
Pada masa kolonial, Wilayah administratif ini tidaklah berubah hingga tahun 1914 dimana Afdeeling Soekaboemi dikurangi karena pembentukan Gemeente Soekaboemi. Pemisahan secara total antara Tjiandjoer dan Soekaboemi baru terjadi pada tanggal 1 juni 1921 melalui Besluit no.7 tertanggal 25 April 1921 dan diangkat seorang bupati di Sukabumi sehingga Patih Soekaboemi tidak lagi bertanggungjawab kepada Bupati Tjiandjoer tetapi kepada Bupati Soekaboemi.
Pada tanggal 7 Juli 1921 diangkat Raden (Adipati Aria) Soeria Nata Brata yang terkenal dengan sebutan Aom Dolih atau Dalem Gentong diangkat sebagai Bupati Sukabumi. Pemisahan dan pengangkatan Bupati di Afdeeling Soekaboemi terkait dengan rencana pembentukan Province West Java yang merupakan Reorganisasi Priangan yang kedua kali sejak tahun 1870.
Untuk tujuan ini maka Karesidenan Priangan dimekarkan yaitu West Preanger (Priangan Barat), Midden Preanger (Priangan Tengah) dan Oost Preanger (Priangan Timur). West Preanger terdiri dari Sukabumi dan Cianjur dengan ibukotanya di Sukabumi. Asisten Residen Priangan barat sendiri sudah berkedudukan di Sukabumi sejak tahun 1922 sehingga secara umum posisi penting Sukabumi jauh meningkat dibandingkan dengan CIanjur.
Pemisahan dan pengangkatan Bupati di Afdeeling Soekaboemi terkait dengan rencana pembentukan Province West Java. Dalam hubungan ini Residentie Preanger dimekarkan dengan membentuk Residentie West Preanger yang beribukota di Soekaboemi. Pada tahun 1925 dibentuk fungsi Gubernur pertama di West Java yang berkedudukan di Batavia yang mana sebagai Gubernur West Java adalah WP Hillen.
Untuk menata lebih lanjut Kabupaten Sukabumi berdasarkan Staatsblad Nomor 386 tahun 1925 telah dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kabupaten Sukabumi yang jumlahnya 29 orang anggota dan bupati sebagai ketuanya yang bernaggotakan wakil masyarakat yang dipilih oleh rakyat maupun yang ditunjuk.
Sesudah dibentuknya Provincie West Java (Provinsi Jawa Barat) pada tanggal 1 Januari 1926 (diundangkan dalam Staatsblad tahun 1925 No. 378 tanggal 14 Agustus 1925), Kabupaten Sukabumi menjadi wilayah West Java termasuk Karesidenan Banten (Kabupaten Lebak) dan Karesidenan Buitenzorg (Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor). Perkembangan perkebunan di Sukabumi pada masa itu cukup pesat, dari 400 perkebunan di Priangan hampir setengahnya ada di Sukabumi.
Selanjutnya pada tahun 1935 berdasarkan Staatsblaad Nomor 123 tahun 1935 terjadi penggabungan beberapa Onder Distrik seperti distrik nagrak digabung ke onder distrik Cibadak, Onder Distrik Benda ke dalam Onder Distrik Cicurug. Sejak masa kemerdekaan, distrik-distrik tersebut kemudian berubah nama menjadi kawedanaan, sedangkan onderdistrik berubah menjadi kecamatan. Pemekaran terus terjadi seiring penghapusan wilayah Kawedanaan.
Pada tahun 1995, wilayah administratif Kabupaten Sukabumi berubah sejalan dengan dimasukkannya Kecamatan Baros dan empat desa di Kecamatan Sukabumi, ke wilayah Pemerintahan Kotamadya Sukabumi.
Selanjutnya, Kecamatan Sukabumi dihapus dan sisa desa yang tidak dimasukkan ke wilayah Kotamadya Sukabumi, dimasukkan ke wilayah Kecamatan Sukaraja. Kemudian pada tahun 1998 ibukota kabupaten yang awalnya berada di Kota Sukabumi pindah ke Pelabuhanratu melalui PP 66/1998.