SUKABUMIUPDATE.com - Masjid Al-Jabbar yang berada di Jalan Pelabuhan II, Desa Bojongkembar, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu dari 20 masjid yang dibangun oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2015 lalu. Kendati kondisinya masih terlihat kokoh dan megah, bangunan masjid yang terletak cukup jauh dari pemukiman warga itu nampak sepi dan jarang dikunjungi jemaah untuk beribadah salat.
Asep Ahmad Riyadi (54 tahun) seorang warga Desa Kertaraharja, Kecamatan Cikembar, yang kini sehari-hari berada di Masjid Al-Jabbar, mengaku sudah empat bulan melibatkan diri mengurus masjid tersebut. Ia mengaku prihatin dengan kondisi masjid yang tidak terpeilihara, sehingga menghibahkan diri menjadi marbot.
“Saya di sini baru sebetulnya, baru empat bulan ngurus masjid ini, pertama ya prihatin aja liat kondisi masjid yang terbengkalai nggak pernah dipake,” ujar Asep kepada sukabumiupdate.com, Selasa (10/9/2024).
Asep menceritakan, awal pertama datang ke masjid Al-Jabbar pada empat bulan yang lalu, kondisi pekarangan masjid dipenuhi rumput liar hingga banyak botol minuman keras (miras) berserakan.
“Kondisinya kotor ilalangnya tinggi-tinggi terbengkalai lah saya bersihkan sendiri. Waktu saya datang ke sini banyak botol-botol minuman keras, masih ada botolnya di sana saya simpan botol minuman, sampah segala apa itu ada di sini,” ujar Asep menceritakan.
Baca Juga: Bacawagub Erwan Sayangkan Masjid Al-Jabbar di Cikembar Sukabumi Terbengkalai
“Ada banyak, cuman jumlahnya saya kurang tahu, di belakang ada di sana ada saya buang-buangin aja (botol miras),” tambah dia.
Lebih lanjut, Asep menyebut jika masjid tersebut sangat jarang dipergunakan untuk ibadah salat Jumat bahkan salat lima waktu. Kegiatan rutin hanya dipergunakan untuk pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak setiap minggunya. “Ga ada kegiatan sama sekali cuma ada pengajian ibu-ibu aja itu hari Kamis hari Sabtu bapak-bapak sore. Salat lima waktu cuma saya aja di sini. Kalau yang lewat itu kadang-kadang ada kebanyakan sih gak ada,” ungkap dia.
Selain itu, Asep mengaku sehari-hari menempati bangunan masjid seorang diri. Adapun biaya kebutuhan listrik dan air masjid selama ini berasal dari pemberian ibu-ibu serta bapak-bapak pengajian. “Kalau saya nggak ada, Alhamdulillah nggak ada (upah) paling setiap Minggu dari ibu-ibu pengajian itu pun alakadarnya. Kalau untuk kebutuhan listrik sama air juga itu dari ibu-ibu pengajian aja Rp 100 ribu satu bulan buat token listrik,” ucapnya.
Dengan kondisi masjid yang sepi, dia berharap ke depan agar masjid tersebut dapat berfungsi dengan normal seperti masjid pada umumnya. “Harapan saya ya pengennya masjid ini makmur aja seperti masjid yang lain, dipake buat salat, banyak pengunjung juga,” pungkasnya.