SUKABUMIUPDATE.com - Aksi unjuk rasa mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilakukan mahasiswa kelompok Cipayung Plus di Kota Sukabumi pada Jumat, 23 Agustus 2024, menyisakan persoalan. Kini beredar isu adanya penyusup dalam demonstrasi tersebut.
Isu itu muncul karena terjadi bentrok antara massa aksi dengan kelompok berpakaian hitam. Titik keributan terjadi di Jalan RE Martadinata saat mahasiswa Cipayung Plus menuju Tugu Adipura, setelah menyampaikan sikap di gedung DPRD Kota Sukabumi di Jalan Ir H Juanda.
Sebagai informasi, mahasiswa Cipayung Plus yang bergabung dalam aksi ini berasal dari beberapa organisasi ekstra kampus yakni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Himpunan Mahasiswa Asal Sukabumi (HIMASI), dan Himpunan Mahasiswa PERSIS.
Pantauan reporter sukabumiupdate.com di lokasi kejadian pada Jumat sore, mahasiswa Cipayung Plus tiba-tiba diadang sekelompok massa berpakaian serba hitam sehingga bentrokan tidak terhindarkan. Bahkan terdapat satu orang yang diduga menjadi sasaran peristiwa itu.
Baca Juga: Tuntutan Diterima DPRD, Mahasiswa Demo Kawal Putusan MK di Sukabumi Bubar
Ketua II PMII Cabang Kota Sukabumi Sahal Mahfudz mengatakan kelompok yang tidak dikenali itu muncul di tengah perjalanan mahasiswa menuju Tugu Adipura. "Kalau dari pihak kepolisian saya kira dari awal ritmenya baik. Hanya ada sedikit kekacauan, gesekan, karena ada massa yang datang di tengah. Nah itu yang menjadi oknum katakanlah, jadi chaos," ujarnya.
Sementara Ketua KAMMI Daerah Sukabumi Riki Achmad Saepulloh menyebut pihaknya masih mendata apakah ada peserta aksi yang menjadi korban pemukulan. "Kami lihat di jalan itu ada yang sempat terkena pukulan oleh orang bukan massa aksi kami," kata dia.
Ketua GMNI Cabang Sukabumi Raya Aris Gunawan memastikan aksi ini dilakukan terbuka dan tidak membedakan siapa pun, selama memiliki tuntutan yang sama. “Ini aksi bersama, jadi massa yang datang sah-sah saja, terpenting bisa taat pada agenda yang memang hasil konsolidasi. Supaya menjaga kondusifitas gerakan dan tidak keluar dari substansi,” katanya.
Dikonfirmasi, Kapolres Sukabumi Kota AKBP Rita Suwadi mengaku belum menerima laporan soal bentrokan tersebut. Rita justru menyebut aksi berjalan aman dan kondusif.
“Tidak ada (bentrokan). Semuanya berjalan dengan tertib. Massanya kan gabungan ya, chaos? Nggak ada chaos-chaos. Kalaupun memang ada, kita belum ada laporan, semuanya berjalan kondusif. Anggota (polisi) kan tersebar, dalam artian kalau terjadi bentrok berarti ada laporan. Sampai saat ini belum ada laporan karena semuanya berjalan kondusif,” kata dia.
Diketahui, aksi ini berlangsung karena mahasiswa dengan tegas menolak politik dinasti Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dalam beberapa waktu terakhir sangat dipertontonkan. Hal terbaru yang membuat publik marah adalah rencana elite politik DPR RI yang berusaha mengakali putusan MK dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada.
RUU Pilkada yang dibahas DPR RI tersebut mengikuti Putusan Mahkamah Agung (MA) yakni terkait batas usia 30 tahun untuk calon gubernur adalah saat pelantikan kepala daerah terpilih. Ini diduga menjadi karpet merah untuk anak Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, bisa maju di pilkada. Padahal dalam putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, ditetapkan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon.