SUKABUMIUPDATE.com - Gelombang aksi unjuk rasa mahasiswa melawan pembajakan konstitusi akan berlangsung di Kota Sukabumi pada Jumat siang (23/8/2024). Ada delapan tuntutan yang akan disampaikan kepada DPR RI melalui DPRD Kota Sukabumi yang gedungnya berlokasi di Jalan Ir H Juanda.
Demonstrasi dengan titik kumpul di Lapang Merdeka ini dilakukan organisasi ekstra kampus kelompok Cipayung Plus Sukabumi yakni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Himpunan Mahasiswa Asal Sukabumi (HIMASI), dan Himpunan Mahasiswa PERSIS.
Mereka marah terhadap elite politik di DPR RI yang berusaha mengakali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) lewat rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada. Meski kekinian, DPR batal mengesahkan RUU Pilkada tersebut karena mendapatkan protes keras dari berbagai kelompok masyarakat.
"Demokrasi kita terancam. Kelompok penguasa berupaya merongrong konstitusi demi tujuan pragmatisme kekuasaan. InsyaAllah aksi akan dimulai dari Lapang Merdeka dan rencananya diikuti kurang lebih seribu orang," kata Ketua KAMMI Daerah Sukabumi Riki Achmad Saepulloh kepada sukabumiupdate.com.
Baca Juga: Mahasiswa Sukabumi Konsolidasi Darurat! Suarakan Perlawanan Pembajakan Konstitusi
Adapun rute dari Lapang Merdeka, selanjutnya massa bergerak ke Jalan Surya Kencana, lalu belok kanan menuju Balai Kota Sukabumi di Jalan R Syamsudin SH, kemudian belok kanan masuk ke Jalan Ir H Juanda yakni lokasi gedung DPRD Kota Sukabumi. Aksi akan dimulai sekira pukul 13.00 WIB dengan busana serba hitam.
Berikut Delapan Tuntutan Cipayung Plus Sukabumi:
1. Mendesak DPR RI mencabut hasil rapat pengambilan keputusan terkait RUU Pilkada dan membubarkan panitia kerja.
2. Mendesak KPU RI menindaklanjuti dan melaksanakan putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 karena bersifat final dan mengikat.
3. Mendesak BAWASLU RI untuk memastikan KPU RI melaksanakan putusan MK. Jika tidak dilaksanakan, maka DKPP berdasarkan laporan/pengaduan masyarakat
harus memberikan sanksi tegas kepada para pihak.
4. Menolak segala pembangkangan konstitusi.
5. Mendesak kepastian hukum dalam pelaksanaan Pilkada Serentak tahun 2024.
6. Mengingatkan kembali, apabila RUU Pilkada tetap dilanjutkan dengan tetap mengabaikan putusan MK, kami mengajak seluruh elemen bangsa untuk
bangkit dan bersatu melawan dan menyelamatkan Indonesia dari rezim jahat yang mengancam hukum dan demokrasi serta masa depan bangsa dan negara.
7. Menolak RUU TNI/Polri dan RUU Penyiaran
8. Mengutuk keras tindakan represif aparat terhadap massa aksi, rakyat sipil, dan jurnalis.
Politik Kotor Dinasti Jokowi
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan dua putusan pada 20 Agustus 2024 yakni Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah dari 20 persen kursi DPRD atau 25 persen perolehan suara sah, menjadi berdasarkan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Ada empat klasifikasi besaran suara sah berdasarkan putusan MK, yaitu 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen, dan 6,5 persen, sesuai besaran DPT di daerah terkait.
Tetapi, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah berupaya mengakali Putusan MK. DPR memang memasukkan syarat ambang batas di dalam Pasal 40 draf RUU Pilkada. Namun, panitia kerja DPR RI menyepakati penurunan syarat ambang batas pilkada hanya berlaku bagi partai politik yang tidak memiliki kursi DPRD.
Dalam draf RUU Pilkada, partai politik yang mendapatkan kursi parlemen daerah tetap menggunakan syarat lama ambang batas pilkada. Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan calon jika telah memenuhi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Sementara lewat Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, MK memutuskan batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon.
Alih-alih mematuhi Putusan MK, DPR justru memilih mengikuti Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024. Putusan MA menyebutkan batas usia 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati atau wali kota diubah menjadi berlaku saat pelantikan kepala daerah terpilih.
Putusan MA menimbulkan polemik karena dianggap menjadi karpet merah untuk anak Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, maju di pilkada. Saat ini usia Kaesang 29 tahun. Dia akan genap berusia 30 tahun pada Desember 2024 atau empat bulan setelah masa pendaftaran calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dibuka. Menerapkan Putusan MA sama saja membuka peluang bagi Kaesang untuk diusung sebagai calon gubernur/wakil gubernur atau kepala daerah.
Dalam draf RUU yang disetujui DPR RI, berbunyi usia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota, terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih. Ketentuan ini memberi kesempatan terbuka bagi politik kotor dinasti Jokowi.