SUKABUMIUPDATE.com - Puluhan sopir angkutan kota atau angkot mendatangi kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Sukabumi untuk membahas keberadaan transportasi online. Mereka adalah perwakilan dari 31 Kelompok Kerja Unit (KKU) se-Kota/Kabupaten Sukabumi.
Pantauan di kantor Dishub Kota Sukabumi di Jalan Arif Rahman Hakim, Selasa (20/8/2024), pertemuan itu dihadiri KKU, Organisasi Angkutan Darat (Organda), dan para aplikator transportasi online. Mediasi berjalan alot karena aplikator yang hadir bukan pembuat kebijakan.
Sebab tak menemukan solusi memuaskan, para sopir angkot dan driver tranportasi online (ojol) bergerak ke Balai Kota Sukabumi di Jalan R Syamsudin SH. Namun dalam momen ini, terjadi kaos. Sejumlah sopir angkot dan driver ojol terlibat keributan, bahkan perusakan kendaraan.
Seorang pria yang diduga driver ojol merusak kaca depan angkot trayek Cisaat-Kota Sukabumi. Dia lalu menjadi sasaran kemarahan sopir angkot. Aparat penegak hukum yang berjaga di lokasi berusaha mengendalikan situasi yang memanas dengan menahan kedua pihak.
Baca Juga: Butuh Solusi! Seteru Sopir Angkot dan Driver Online di Sukabumi
Delapan Tahun Menunggu
Hendrik (42 tahun), sopir angkot trayek Cisaat-Kota Sukabumi, mengaku masalah ini seperti gunung es yang telah berjalan selama delapan tahun. Keberadaan transportasi online dianggap mengurangi penumpang dan penghasilan angkot konvensional dalam mengumpulkan rupiah.
"Kami menunggu keputusan itu sudah dari delapan tahun lalu. Itu sejak (transportasi) online dibuka. Tapi (sampai sekarang) belum ada keputusan, makanya kami inisiatif kembali ke sini (Dishub)," kata dia setelah mengikuti mediasi di kantor Dishub Kota Sukabumi, Selasa.
Hendrik menyebut pihaknya menginginkan pembatasan jam operasional transportasi online, baik sepeda motor maupun mobil, dengan tidak mengaktifkan aplikasinya sejak pukul 06.00 sampai 14.00 WIB. Pembatasan ini, kata dia, akan memberikan kesempatan bagi angkot untuk menarik penumpang.
"Dari pukul 14.00 WIB ke sana silakan. Kalau dari pagi kasih kesempatan dong angkutan umum (angkot)," ujarnya.
Menurut Hendrik, selain keberadaannya yang membuat pendapatan sopir angkot menurun, para driver ojol atau transportasi online juga diduga banyak melakukan kecurangan yakni dengan tidak mengaktifkan aplikasi saat mengangkut penumpang. Hal ini disebutnya sangat merugikan.
"Kan online itu suka di-offline-kan. Ongkos sistem aplikasi, tapi di-offline-kan. Contoh di Secapa, itu kebanyakan ke kota di-offline-kan. Buat orang yang tidak punya aplikasi jadi penumpang. Nah untuk angkot tidak ada," katanya.
Kepala Dishub Kota Sukabumi Imran Wardhani mengatakan pertemuan di kantornya menghasilkan satu berita acara yang akan disampaikan ke Dishub Provinsi Jawa Barat. Berita acara yang berisi keinginan para sopir angkot ini ditandatangani semua pihak yang hadir.
"Pertama, ingin ada pembatasan kuota/jumlah transportasi online dari masing-masing aplikator. Kemudian ada zona-zona tertentu yang tidak bisa dilayani teman-teman transportasi online. Lalu juga aspirasinya ada pembatasan waktu layanan untuk para aplikator," kata Imran.
Imran mengungkapkan beberapa aplikator tidak keberatan dengan tuntutan sopir angkot, tetapi tetap akan menunggu keputusan lebih lanjut dari masing-masing perusahaan. “Dari aplikator tidak ada keberatan, namun mereka yang hadir di sini bukan penentu kebijakan (sehingga) akan menyampaikan kepada perusahaan masing-masing," ujarnya.
Imran menegaskan hingga saat ini belum ada keputusan final terkait pembatasan dan semua tuntutan yang dilayangkan sopir angkot.
“Hasil pertemuannya dituangkan dalam berita acara, nanti bisa dilihat dan itu sudah ditandatangani oleh semua peserta rapat yang hadir. Kami menyampaikan ke Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, kemudian untuk para aplikator masing-masing menyampaikan kepada direktur perusahaannya,” kata dia.