SUKABUMIUPDATE.com - Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Sukabumi, Dr. Drs. K.H E.S Mubarok, M.Sc., M.M., M.Pd, mengeluarkan pernyataan resmi yang menyoroti kebijakan pelepasan jilbab bagi anggota Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) tahun 2024. Pernyataan ini menyusul keputusan yang mewajibkan anggota Paskibraka wanita untuk melepas jilbab saat bertugas, yang menurutnya menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat.
Dalam konferensi pers yang digelar Kamis, 15 Agustus 2024, , Dr. Drs. K.H E.S Mubarok, M.Sc., M.M., M.Pd menegaskan kekhawatirannya terhadap dampak kebijakan tersebut terhadap nilai-nilai agama dan hak-hak individu. “Jilbab bukan hanya bagian dari identitas pribadi, tetapi juga merupakan bentuk dari ketaatan beragama. Kebijakan ini dapat dianggap sebagai bentuk pemaksaan yang tidak sensitif terhadap keyakinan dan hak asasi para anggota Paskibraka yang menjalankannya,” ujarnya.
Beliau juga menambahkan bahwa keputusan ini harus mempertimbangkan keberagaman nilai dan keyakinan masyarakat, khususnya di Kabupaten Sukabumi yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Kyai Mubarok mengimbau agar pihak terkait, termasuk pemerintah dan instansi terkait, dapat membuka dialog dan mencari solusi yang lebih inklusif tanpa harus mengorbankan nilai-nilai agama.
Kebijakan pelepasan jilbab bagi anggota Paskibraka diatur untuk memastikan keseragaman dan kepatuhan terhadap protokol seragam, namun hal ini belum sepenuhnya diterima oleh beberapa kalangan, termasuk di kalangan komunitas NU. “Banyak pihak yang merasa bahwa ada cara lain untuk menyeimbangkan kepatuhan protokol dengan penghormatan terhadap hak-hak agama,” tegasnya.
Baca Juga: Soal Jilbab Paskibraka, Pemkab Sukabumi Pastikan Capaska Putri Tetap Berhijab
Baca Juga: Mudirul ‘Aam Ponpes Darussyifa Al-Fithroh Sukabumi Tolak Kebijakan Lepas Jilbab Paskibra
Dr. Drs. K.H E.S Mubarok, M.Sc., M.M., M.Pd, berharap segera ada klarifikasi dan diskusi lebih lanjut untuk merespons keprihatinan yang telah diungkapkan. Sementara itu, PCNU Kabupaten Sukabumi akan terus mengawal isu ini agar dapat menemukan solusi yang adil dan menghormati semua pihak yang terlibat.
Beliau menambahkan, berbagai kecaman dan protes ramai bermunculan di jejaring sosial media di Sukabumi, mulai akademisi hingga sejumlah guru di beberapa sekolah di Sukabumi. mengecam tindakan tersebut meskipun adanya kabar sudah kembali dipakai setelah menuai banyak kecaman.
Menurut KH Mubarok, kekhawatiran ini bisa dipahami dari sejumlah aspek. Pertama, kepatuhan terhadap nilai-nilai agama: di banyak komunitas, termasuk di kalangan NU, jilbab merupakan bagian penting dari identitas dan praktik keagamaan. Kebijakan yang meminta anggota Paskibraka untuk melepas jilbab mungkin dianggap tidak sensitif terhadap nilai-nilai agama yang dijunjung tinggi oleh banyak anggota masyarakat.
Kedua, Hak Asasi dan Kebebasan Beragama: Pertanyaan ini juga bisa berkaitan dengan hak individu untuk menjalankan keyakinan mereka. Pelepasan jilbab bisa dianggap sebagai bentuk pemaksaan yang bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama dan hak asasi manusia.
Ketiga konteks dan Alasan Kebijakan: Penting untuk memahami latar belakang kebijakan tersebut. Biasanya, keputusan semacam ini diambil dengan pertimbangan tertentu, seperti persyaratan seragam atau kepatuhan terhadap regulasi tertentu. Namun, keputusan ini harus diambil dengan mempertimbangkan sensitivitas budaya dan agama setempat.
“Diskusi mengenai hal ini perlu melibatkan dialog terbuka antara pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah, organisasi masyarakat, dan kelompok agama, untuk mencari solusi yang memadukan kepentingan umum dengan penghormatan terhadap hak individu,” pungkasnya. (Adv).