SUKABUMIUPDATE.com - Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MMKS) SMK Kabupaten Sukabumi menolak kebijakan pemerintah soal aturan pemberian alat kontrasepsi untuk remaja dan pelajar.
Diketahui, aturan terkait pemberian alat kontrasepsi tersebut tertuang dalam pasal 103 ayat 4 huruf e Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 28 tahun 2024 tentang Kesehatan.
Menurut Ketua MKKS SMK Kabupaten Sukabumi, Andriyana, regulasi yang mengatur terkait pelayanan kesehatan reproduksi tersebut telah menuai polemik di masyarakat karena menimbulkan multitafsir dan rawan disalahartikan di lapangan.
"Tentu ini menjadi multitafsir di masyarakat, apa urgensi penyediaan kontrasepsi yang dimaksud pada pasal 103 tersebut," kata Andriyana kepada sukabumiupdate.com, Selasa (13/8/2024).
Selain karena aturan itu multitafsir, Andriyana menegaskan, pihaknya menolak kebijakan penyediaan alat kontrasepsi untuk anak usia sekolah ini karena bertentangan dengan norma agama dan budaya di Indonesia.
"Dan tentu melanggar norma kesusilaan. Adapun untuk alat kontrasepsi untuk orang yang sudah menikah, saya kira itu sudah banyak mengatur terkait hal tersebut, dan tidak perlu lagi dijelaskan atau dimasukan pada PP nomer 28 tahun 2024 ini," ujar Kepala Sekolah SMK Jamiyyatul Aulad Palabuhanratu itu.
Andriyana kemudian meminta pemerintah mengkaji ulang aturan ini. Hal itu karena tidak ada penjelasan secara rinci maupun komprehensif terkait maksud pemberian alat kontrasepsi pada pasal 103 ayat 4 di PP tersebut sehingga timbulkan multitafsir.
Baca Juga: Bikin Heboh, Kemenkes Bilang Alat Kontrasepsi Hanya untuk Remaja yang Sudah Menikah
"Dengan semakin meningkatnya polemik ini, MKKS SMK Kabupaten Sukabumi berharap pemerintah dapat mempertimbangkan ulang kebijakan tersebut dengan mengajak dialog berbagai pihak terkait, termasuk masyarakat dan tokoh agama," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, membantah dirinya membuat aturan penyediaan kontrasepsi untuk pelajar. Ia mengatakan salah satu pasal yang tuai polemik dalam PP Nomor 28 tahun 2024 tersebut menargetkan para remaja yang sudah menikah pada usia dini.
Budi mengatakan, pernikahan usia dini kerap membawa dampak buruk. Misalnya, bayi yang dilahirkan berpotensi mengalami gizi buruk alias stunting dan potensi kematian ibu yang tinggi saat melahirkan.
"Kalau kita lihat pada usia ibu-ibu hamil dibawah 20 tahun udah menikah hamil itu kemungkinan bayinya tidak sehat stunting itu tinggi," ujar Budi dikutip dari suara.com.
"Kematian ibu pun tinggi kematian bayi pun tinggi. Tetapi, ini (pernikahan usia dini) kan masalah budaya di Indonesia kan," lanjutnya.
Meski demikian, Budi mengaku tak bisa melarang masyarakat yang ingin menikah. Karena itu, ia menganjurkan penggunaan kontrasepsi bagi remaja yang sudah menikah demi keselamatan mereka.
"Itu sebabnya kita berikan kontrasepsi. Kontrasepsi ini diarahkannya untuk remaja yang menikah dini," jelasnya.
Lebih lanjut, Budi mengatakan nantinya pelaksanaan penyediaan kontrasepsi ini bakal bekerja sama dengan pemerintah daerah.
Dengan adanya kebijakan ini, Budi berharap masyarakat juga menyadari pentingnya menghindari pernikahan usia dini. Jika ingin memiliki anak, ia menganjurkan menunggu usia di ataa 20 tahun.
"Tapi juga sekaligus mendidik budaya bangsa Indonesia ini kalau bisa, yuk pernikahannya dibikin jangan remaja-remaja menikah dan kalo bisa kehamilannya di tunda sesudah umur 20 tahun," pungkasnya.
Berikut Bunyi PP Nomor 28 Tahun 2024
Pasal 103 ayat (1):
“Upaya Kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1) huruf b paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta Pelayanan Kesehatan reproduksi.”
Pasal 103 ayat (2):
“Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengenai: a. sistem, fungsi, dan proses reproduksi; b. menjaga Kesehatan reproduksi; c. perilaku seksual berisiko dan akibatnya; d. keluarga berencana; e. melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual; dan f. pemilihan media hiburan sesuai usia anak.”
Pasal 103 ayat (3):
“Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar di sekolah dan kegiatan lain di luar sekolah.”
Pasal 103 ayat (4):
“Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. deteksi dini penyakit atau skrining; b. pengobatan; c. rehabilitasi; d. konseling; dan e. penyediaan alat kontrasepsi.”
Pasal 103 ayat (5):
“Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilaksanakan dengan memperhatikan privasi dan kerahasiaan, serta dilakukan oleh Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan, konselor, dan/atau konselor sebaya yang memiliki kompetensi sesuai dengan kewenangannya.”