SUKABUMIUPDATE.com - Inspektorat Kota Sukabumi selaku APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) buka suara terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 9,1 m yang dianggap janggal pada keuangan Unit Organisasi Bersifat Khusus (UOBK) RSUD R Syamsudin SH (Bunut) Kota Sukabumi tahun anggaran 2023.
Kepala Inspektorat Kota Sukabumi, Een Rukmini, mengatakan pihaknya mendesak Direksi RS Bunut untuk mengembalikan uang yang sempat diberikan kepada eks direktur utama (Dirut) ke kas BLUD.
Menurut Een, pengembalian dari dirut yang kini sudah tidak menjabat akan berbeda dan harus di-push supaya dikembalikan secara utuh. Berdasarkan saran BPK, yang bersangkutan harus mengembalikan uang tersebut dalam kurun waktu 60 hari. Pihak Inspektorat bahkan memberikan batas waktu hingga Juli 2024.
"Progresnya ini harus sangat bagus. Ini yang saya cerewet ke RS. Jadi prosesnya tidak sama dengan pegawai karena kalau pegawai ada SK. Kalau ini kan kita jaminannya apa? Jadi kita push untuk dikembalikan utuh," kata Een kepada awak media, Senin 22 Juli 2024.
Baca Juga: Total Rp 9,1 Miliar, RS Bunut Sukabumi Mulai Kembalikan Uang Hasil Temuan BPK
Een menyebut, BPK meminta RS Bunut untuk mengembalikan uang sebesar Rp 9,1 miliar. Sebanyak Rp 7,9 miliar diantaranya berasal dari pembayaran ganda tunjangan jabatan, sisanya Rp 1,2 miliar berasal dari temuan lain termasuk pembayaran insentif ganda ke eks Dirut RSUD Bunut (sekitar Rp 975 juta).
"Tunjangan insentif ganda yang diberikan ke beberapa manajemen RSUD yang memang menurut BPK belum ada dasarnya, sehingga itu harus dikembalikan. Iya termasuk dengan (mantan) direktur RSUD," tutur Een.
"Uangnya itu dikembalikan ke kas BLUD, ke rumah sakit lagi. Nah kalau tunjangan insentif otomatis ke pribadi masing-masing karena itu kan tunjangan insentifnya yang mempertanggungjawabkan adalah yang menandatangan," tambahnya.
Menurut Een, apabila uang Rp975 juta tidak segera dikembalikan, maka Inspektorat tidak segan-segan akan mengambil jalur hukum. Pihaknya juga menyebut, dalam temuan BPK ini sudah menyatakan adanya kerugian daerah.
"Pasti kalau sanksi hukum, kemarin juga disampaikan BPK, nanti kita kan koordinasi dengan APH-nya di sini ada kerugian keuangan negara yang memang disebabkan karena hal-hal yang masuk di tipikor atau sebagainya, kita akan koordinasi dengan beberapa pihak," tegasnya.
Een juga menjelaskan terkait dasar temuan BPK di RS Bunut. BPK menilai, pemberian tunjangan hasil dari Surat Keputusan (SK) mantan Dirut itu tidak berdasar. SK tersebut bahkan tidak diketahui Dewan Pengawas rumah sakit maupun Wali Kota.
"Iya (usulan direktur) jadi memang SK sudah ada direkturnya. Cuman BPK melihat ini belum ada dasarnya. SK tidak diketahui dewan pengawas ataupun tembusan ke Wali Kota. Itu internal di tahun 2023," kata Een.
Akibatnya, sebanyak 581 pegawai RSUD Syamsudin harus mengembalikan kelebihan pemberian tunjangan jabatan di tahun 2023. Mereka pun harus menandatangani Surat Ketetapan Pertanggungjawaban untuk melunasi kelebihan pembayaran baik dicicil maupun secara tunai.
"(Paling lama mencicil) itu tergantung kesiapan dari yang wajib mengembalikan ini, dia siapnya dengan gaji sekian bisa mengembalikan berapa. Memang kalau kita lihat ke TPKD (Tim Penyelesaian Kerugian Daerah) itu ada maksimal dua tahun," ucapnya.
"Intinya kita sedang berusaha untuk bagaimana temuan hasil pemeriksaan BPK seluruh rekomendasinya ditindaklanjuti. Terakhir sudah ada penambahan Rp10 juta (ditambah per 11 Juli dana yang dikembalikan Rp278.635.000)," pungkasnya.