SUKABUMIUPDATE.com - Tidak berlebihan jika laut Sukabumi disebut sebagai wilayah empuk aktivitas ilegal, bahkan kriminal, para pelaku kejahatan internasional. Berbatasan langsung dengan Samudra Hindia, perairan ini mudah ditembus, setidaknya berkaca dari dua kejadian besar dalam empat tahun terakhir.
Dua perkara itu adalah terbongkarnya jaringan narkoba jaringan Timur Tengah pada 2020 dan bersandarnya kapal berpenumpang 28 imigran gelap pada Juni 2024. Meski kedua kasus ini memiliki kronologi dan penyelesaian masalah yang berbeda, namun dapat menjadi cerminan lemahnya keamanan maritim di laut Sukabumi.
Jalur Narkoba Dunia
Satuan Tugas Khusus Merah Putih Polri di bawah komando Ferdy Sambo — mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam Polri) — membongkar sindikat narkoba internasional jaringan Timur Tengah di Sukabumi, empat tahun lalu. Barang bukti sabu 402,38 kilogram senilai Rp 480 miliar dalam bentuk bola disita di sebuah rumah di Perumahan Villa Taman Anggrek RT 01/25 Desa Sukaraja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Kamis, 4 Juni 2020.
Jaringan Timur Tengah itu beroperasi di Samudra Hindia dan mengirimkan narkoba menggunakan kapal nelayan, masuk melalui jalur laut Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Pernyataan ini disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang saat itu menjabat Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Sebanyak 13 terdakwa divonis mati Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibadak pada 6 April 2021 terkait kasus ini. Sidang dipimpin Majelis Hakim Aslan Ainin serta hakim anggota Zulkarnaen dan Lisa Fatmasari. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) dipimpin Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi Dista Anggara.
Dari 13 terdakwa, sembilan adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dan empat Warga Negara Asing (WNA). Setelah banding kuasa hukum dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung, enam terdakwa asal Sukabumi lolos dari hukuman mati.
Baca Juga: Maut di Laut Sukabumi
Keenam orang itu menerima keringanan hukuman menjadi belasan tahun penjara setelah pengajuan banding kantor hukum Bahari Sukabumi diterima. Adapun yang meringankan keenamnya adalah mereka bukan pemeran utama. Vonis mati yang diterima keenam terdakwa diubah menjadi hukuman 15 dan 18 tahun penjara.
JPU saat itu, Dista Anggara, mengungkap kronologi pengiriman sabu 402 kilogram dalam sidang pembacaan tuntutan. Transaksi barang haram tersebut dilakukan malam hari di tengah perairan Sukabumi, Maret 2020. Penyelundupan sudah direncanakan secara matang, mulai transaksi di tengah laut hingga dibawa ke darat dan dipindahkan dari kapal motor ke mobil. Dari tengah laut, ratusan kilogram sabu itu diselundupkan di pinggir dermaga I Palabuhanratu.
Proses pemuatan awal dari kapal asing dilakukan tiga orang yang menjalankan kapal menuju Samudra Hindia untuk mengangkut 20 karung sabu pada malam hari. Mereka menerima titik koordinat di S.08.2006 dan E102.20.27.
Setelah ketiga orang itu kembali ke Palabuhanratu, mereka melangsirkan kapal yang ditumpanginya yaitu Kapal Motor (KM) Walie di kawasan PLTU. Selanjutnya, satu orang menelepon terdakwa lain untuk mengangkut 20 karung sabu dengan kapal Sope LJ1d dan dibawa ke darat.
Setibanya di darat, 20 karung kristal putih itu dipindahkan ke mobil pick up yang sudah disiapkan. Setelah dipindahkan dari kapal ke mobil, mereka meluncur ke Sukaraja.
Ferdy Sambo ketika itu mengatakan penyelundupan lewat pantai selatan merupakan rute baru. Ombak yang besar dan tinggi serta minimnya penjagaan atau pengawasan, disebut Sambo, dimanfaatkan para pelaku untuk memilih jalur laut selatan dalam menyelundupkan narkoba. Kondisi ini didukung garis pantai yang panjang.
Baca Juga: 3 Pelajar Cisolok Tergulung Ombak Ganas Pantai Karanghawu Sukabumi, 1 Orang Tewas
Dua tahun sebelum kasus ini terbongkar, Kepala Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Barat Daniel Y Kartiandhago menyebut kawasan laut menjadi satu di antara jalur masuk narkoba ke Indonesia. Kabupaten Sukabumi yang memiliki laut dan bentangan pantai cukup panjang (117 kilometer), rawan disusupi penyelundupan narkoba.
Pernyataan tersebut terkonfirmasi statement Kepala BNN Komjen Pol Petrus Reinhard Golose pada September 2022 yang menyatakan sekitar 95 persen narkotika, khususnya menthafetamin atau sabu-sabu, masuk ke Indonesia melalui jalur laut. Jalur laut dilewati karena semakin ketatnya pengawasan di bandara. BNN menyebut di kawasan Asia Tenggara ada tiga tempat jaringan narkoba.
Pertama “The Golden Triangle” atau jaringan Segitiga Emas yang meliputi Thailand, Myanmar, dan Laos. Namun, di Vietnam dan Kamboja juga terdapat banyak produsen atau pabrik narkoba ilegal. Kedua “The Golden Crescent” yang meliputi Afghanistan, Pakistan, dan Iran. Ketiga, “The Golden Peacock” yang berasal dari Amerika Latin.
Transit Imigran Gelap
Berjarak ratusan kilometer dari Pulau Jawa, Pulau Natal bukan tempat yang jauh dari wilayah Sukabumi. Para nelayan banyak yang mengenal pulau ini karena tak jarang dari mereka ada yang terbawa badai hingga ke daratan tersebut. Meski demikian, Pulau Natal masuk wilayah Australia, padahal jaraknya lebih jauh.
Pada Sabtu, 29 Juni 2024, kapal berpenumpang 28 Warga Negara Asing (WNA) bersandar di Pantai Keusik Urug, Desa Buniasih, Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi. Puluhan orang yang diduga imigran gelap ini dibawa dua nakhoda berstatus Warga Negara Indonesia (WNI).
Kapolsek Tegalbuleud AKP Aap Saripudin mengatakan 28 diduga WNA ilegal dan dua WNI itu bersandar di kawasan Muara Cikaso, Pantai Keusik Urug, menggunakan kapal speedboat 12 GT sekira pukul 14.00 WIB. Mereka kemudian ditangkap aparat gabungan TNI/Polri, Satpol PP, dan BPBD Kabupaten Sukabumi, pukul 16.00 WIB.
Berdasarkan pengakuan salah satu nakhoda, Aap menyebut 17 hari sebelumnya, rombongan WNA asal Bangladesh (23 orang), Cina (empat orang), dan India (satu orang), itu berangkat dari perairan Cilacap, Jawa Tengah, menggunakan kapal kayu. Keberangkatan ini atas permintaan warga Cilacap berinisial I dengan tujuan Australia.
Setelah perjalanan laut selama lima hari, mereka tiba di perairan Christmas Island atau Pulau Natal. Namun, ketika itu diadang petugas patroli negara Australia, lalu ditangkap dan dipindahkan ke atas kapal patroli. Sementara kapal kayu beserta perlengkapannya ditenggelamkan.
Dua nakhoda WNI asal Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Barat bersama 28 WNA ditahan 11 hari di kapal patroli Australia. Lalu pada Sabtu, 29 Juni 2024, tepatnya sekira pukul 05.00 WIB, mereka dilepaskan dan diperintahkan menuju perairan Indonesia dengan diberikan satu kapal speedboat.
Sabtu sekira pukul 14.00 WIB, kapal speedboat itu bersandar di Muara Cikaso, Pantai Keusik Urug. Kedatangan ini diketahui masyarakat sekitar sehingga dua jam berikutnya ditangkap dan dibawa ke Mapolsek Tegalbuleud. Puluhan WNA ini mengaku memiliki paspor, namun tertinggal di kapal yang ditenggelamkan tentara Australia.
Total 30 orang itu berikutnya dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Warungkiara untuk kepentingan pengembangan kasus yang dilakukan Kantor Imigrasi Kelas IIB Non-TPI Sukabumi. Hasil pemeriksaan sementara, 28 WNA yang diduga imigran gelap ini awalnya berangkat dari Malaysia, lalu berangkat ke Medan menggunakan kapal, kemudian ke Jakarta, setelah itu ke Cilacap.
Kantor Imigrasi Kelas IIB Non-TPI Sukabumi melakukan pemeriksaan lebih dalam terhadap 28 WNA. Sementara nasib dua nakhoda asal Indonesia akan segera dikoordinasikan dengan kepolisian.
Sebelum kasus ini, empat WNA asal Bangladesh yang juga diduga korban penyelundupan orang ditangkap di Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Keempat imigran asing yang seluruhnya laki-laki tersebut ditangkap Polres Sukabumi di Kampung Katapang Condong, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kamis, 23 November 2023.
Keberadaan empat WNA itu di Palabuhanratu bermaksud menunggu seorang agen yang akan memberangkatkannya ke Australia untuk bekerja melalui jaur laut. Berdasarkan hasil pemeriksaan, para WNA ini tidak memiliki izin tinggal dan paspor yang menunjukkan jika mereka warga Bangladesh.