SUKABUMIUPDATE.com - Petani penggarap di eks HGU PT. Bantar Gadung menyatakan keberatan terhadap pengumuman yang dipasang oleh PT. Bantar Gadung dalam bentuk spanduk di lahan eks HGU, yang ditujukan kepada mereka. Pengumuman tersebut dinilai tidak berdasar oleh para petani.
Kepada sukabumiupdate.com, Ketua DPC Serikat Petani Indonesia (SPI) Sukabumi, Rozak Daud, mengatakan pengumuman yang dipasang pada Minggu, 23 Juni 2024, tersebut bertanggal 28 Oktober 2022, sehingga menimbulkan ketidakjelasan dan ketidakrelevanan.
Rozak menjelaskan bahwa objek tanah yang terletak di Desa Mangunjaya, Desa Bantargadung, Kecamatan Bantargadung, telah menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara sejak berakhirnya masa berlaku HGU pada 31 Desember 2012.
Tanah tersebut, seluas kurang lebih 220,4 hektar dari HGU No 1 dan HGU No 20, kini berada di bawah kewenangan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang mewakili negara.
Baca Juga: Warga Minta untuk Pertanian, Polemik SPH Lahan Eks HGU di Cidolog Sukabumi
"Berdasarkan SK Menteri ATR/BPN RI tanggal 5 Februari 2023, dinyatakan bahwa status tanahnya kembali kepada keadaan semula menjadi tanah yang dikuasai oleh Negara. Artinya, sudah tidak ada hak lagi bagi pihak PT. Bantar Gadung atas tanah tersebut," ucap Rozak, mengutip keputusan Menteri ATR/BPN RI.
Rozak menambahkan, dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 9 (ayat 2) disebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh hak atas tanah serta mendapatkan manfaat dan hasilnya bagi diri sendiri maupun keluarganya.
Ia menegaskan bahwa petani penggarap adalah subjek yang sah untuk memanfaatkan tanah negara bekas HGU tersebut.
Pasal 34 UUPA juga memperjelas bahwa Hak Guna Usaha (HGU) hapus karena jangka waktunya berakhir, dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena syarat tertentu tidak dipenuhi, atau diterlantarkan.
Baca Juga: Respons DPRD soal Pelepasan Tanah Eks HGU di Cidolog Sukabumi Diprotes Petani
"Faktanya, jangka waktu HGU sudah berakhir dan lahan tersebut telah diterlantarkan, sehingga petani menggarapnya dengan sistem sewa meskipun HGU-nya sudah berakhir," tegas Rozak.
"Pemerintah Daerah, khususnya Dinas Pertanahan dan Tata Ruang, untuk berhati-hati dalam merespons usulan apapun dari pihak perusahaan dan mengambil keputusan secara adil, mengingat ada hak hidup masyarakat setempat yang dijamin dalam undang-undang untuk mendapatkan hak atas tanah," kata Rozak mengingatkan.