SUKABUMIUPDATE.com - Tim nasional (timnas) Belanda memperoleh julukan khusus dari suporter Indonesia di Piala Eropa 2024 yaitu Timnas Pusat. Skuad de Oranje memulai Euro 2024 dengan meraih tiga poin setelah menang tipis 2-1 atas Polandia pada pertandingan pertama Grup D di Hamburg, Minggu, 16 Juni 2024.
Julukan Timnas Pusat diberikan kepada tim asuhan Ronald Koeman karena Indonesia di bawah pelatih Shin Tae-yong banyak menaturalisasi pemain berdarah negeri kincir angin (juga memiliki garis keturunan tanah air). Mereka antara lain Sandy Walsh, Jay Idzes, Ivar Jenner, Justin Huber, Nathan Tjoe A-On, dan Ragnar Oratmangoen.
Ada hal menarik tentang cerita ini. Salah satu pesepak bola Belanda zaman dulu ternyata dari Sukabumi. Dia bernama lengkap Emil Gustav “Miel” Mundt atau disebut Miel Mundt, lahir di Parakansalak, Kabupaten Sukabumi, pada 30 Mei 1880. Miel Mundt adalah anak Gustaf C.F.W. Mundt, administrator perkebunan teh Parakansalak.
Miel Mundt tumbuh di lingkungan perkebunan Parakansalak dan foto kecilnya saat naik gajah pernah berbedar. Dia dipotret naik gajah pada usia kurang lebih delapan tahun.
“Miel Mundt menunggang gajah paling depan bersama adiknya. Gajah yang dibawa dari Sumatera tersebut adalah salah satu gajah yang ada di Sukabumi. Ketika itu gajah lainnya bernama Si Toekoe (Tengku) berada di Sinagar Cibadak,” kata pengamat sejarah Irman Firmansyah kepada sukabumiupdate.com, beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Miel Mundt dan Van Gogh, Kisah Pesepak Bola Eropa-Belanda Kelahiran Sukabumi
Ayah Miel Mundt adalah pemrakarsa gamelan Sari Oneng bersama Kerkhoven dari Sinagar. Selama di Parakansalak, kesukaan Miel Mundt adalah bermain bola kulit. Tempat bermainnya di depan landhuis atau gedung patamon. Tak jelas Miel Mundt sekolah di mana, namun tercatat dia kuliah di Belanda dan kurang berminat dengan dunia perkebunan. Miel Mundt lebih suka menendang bola dan akhirnya tumbuh menjadi pemain berposisi gelandang.
“Sejak kuliah di Belanda dia ikut klub sepak bola dan mendaftar di Haagse Voetbal Vereniging. Miel Mundt memulai debut profesionalnya pada usia 19 tahun. Bermain dalam 320 pertandingan antara 1899–1916 dan enam kali menjadi juara Belanda. Dia juga turut dalam olimpiade musim panas 1908 di London,” ujar Irman.
Selain Miel Mundt, pemain lain yang diikutsertakan ke olimpiade adalah Reinier Bertus Beeuwkes, Johannes Jacobus van den Berg, Frans de Bruijn Kops, Victor Albert Gonsalves, Johannes Cornelis Heijning, Karel Heijting, Johan Adolph Frederik Kok, Johannes Marius de Korver, Lo La Chapelle, Louis Otten, Jops Reeman, Toine van Renterghem, Edu Snethlage, Johan Wilhelm Eduard Sol, Johannes Thomée, dan Caius Welcker.
Belanda tidak ikut babak penyisihan, tetapi dalam pertandingan pertama masuk semifinal melawan Inggris. Dalam pertandingan tersebut Belanda kalah 0–4, kemudian menang melawan Swedia 2–0 dalam laga memperebutkan medali perunggu. Pada 1908 dan 1909, Miel Mundt bermain empat kali untuk timnas Belanda dan menjadi kapten.
Pada akhir 1920-an dan awal 1930, Miel Mundt duduk di komisi pemilihan Nationaal Voetbal Bond (NVB) bersama Henk Herberts dan Karel Lotsy. Dia lalu meninggal di Rotterdam, Belanda, pada 17 Juli 1949 atau berusia 69 tahun sebagai tokoh sepak bola yang dihormati.
Penyelamat Tim Oranje
Tak hanya Miel Mundt, ada pula nama Lothar Van Gogh, pesepak bola Belanda kelahiran Sukabumi pada 7 Februari 1888. Dia bermain sebagai gelandang atau penyerang dan menjadi bagian dari timnas Belanda. Van Gogh memainkan dua pertandingan dan mencetak dua gol. Pertandingan pertamanya adalah 14 April 1907.
Keluarga Van Gogh merupakan patriciaat yang sangat dihormati di Belanda karena banyak yang menjadi pejabat terkemuka seperti ilmuwan, pengkhotbah, dokter, pejabat dan/atau pengusaha.
Van Gogh adalah putra Jeanette Louise Vos (1854–1906) dan Johannes Van Gogh (1854–1913), seorang pemilik perkebunan kopi di Sukabumi yang juga sepupu Vincent Van Gogh, administrator kolonial sipil di Hindia Belanda. Vincent Van Gogh sendiri adalah sepupu Vincent Van Gogh, pelukis Belanda dengan nama yang sama.
Vincent Van Gogh (bersama Johannes Van Gogh) mendapatkan sewa atau erfpacht tanah di wilayah Palabuhanratu dengan luas 51 bow/35 hektare. Lokasinya bernama Saninten dengan izin yang diberikan tanggal 8 Maret 1897. Dia pun memiliki saham di beberapa perkebunan di sekitar Ciseureuh dan Ciomas, bahkan pernah menjabat sekretaris di Soekaboemische Landbouw Vereeniging. Keluarga Van Gogh lainnya ada yang menjadi pemilik dan administrator perkebunan teh Gunung Paok Palabuhanratu.
“Banyak dari keluarga Van Gogh yang menjadi olahragawan sehingga hobi dia juga berolahraga sampai bermain 19 kali untuk tim kriket Belanda sebagai pemukul klub kriket Rood Wit antara 1904 sampai 1922. Dia satu-satunya anggota keluarga yang berhasil masuk timnas Belanda sebagai pesepak bola. Latihan olahraga diperkenalkan kepada saudara-saudaranya oleh ayah Van Gogh sejak usia dini selama di perkebunan Sukabumi, ketika olahraga masih belum umum dilakukan masyarakat,” kata Irman.
“Selain kriket dan sepak bola, Van Gogh pun bermain hoki. Sementara dalam sepak bola, dia menjadi gelandang dan bek yang tangguh. Dalam menyerang, Van Gogh bekerja dengan perhitungan paling presisi dan penguasaan bola lengkap. Dia dianggap sebagai ahli teknis bola dan taktis yang tiada duanya, namun hanya dua kali bermain untuk timnas Belanda yakni pada 1907.”
Pada usia 19 tahun, Lothar Van Gogh menyelamatkan Belanda dalam pertandingan melawan Belgia di Stadion Kiel Beerschot, Antwerpen, tanggal 14 April 1907. Setelah 90 menit permainan, skor menjadi 1–1, disebabkan gol Van Gogh pada menit 74. Di perpanjangan waktu, Van Gogh kembali mencetak gol untuk Belanda (menit 118). Skor akhir 3–1 untuk kemenangan Belanda.
Sebulan kemudian, tepatnya 9 Mei 1907 di Sportpark Koninklijke HFC, Haarlem, Belanda, Lothar Van Gogh memainkan pertandingan internasionalnya yang kedua dan terakhir. Kali ini Belgia membawa pulang kemenangan (1–2) dan Van Gogh tidak mampu mencetak gol. Dia mengalami cedera lutut sehingga tidak bisa melanjutkan kariernya dan kembali ke Sukabumi.
“Van Gogh akhirnya berkarier sebagai insinyur dan sering mengunjungi saudaranya di Palabuhanratu. Pada 1918 dia menikah dengan Josephine Maria Voorthuis (kelahiran 1895), dan dikaruniai tiga anak. Pada masa Jepang, Van Gogh ditangkap oleh pasukan Jepang dan diwajibkan melakukan kerja paksa. Van Gogh meninggal pada 28 Mei 1945 (tiga bulan sebelum Indonesia merdeka) di salah satu kamp interniran Jepang di Cimahi dan dimakamkan di pemakaman Belanda Leuwigajah Cimahi,” kata Irman.