SUKABUMIUPDATE.com - Sandiaga Uno berkesempatan hadir di acara Festival dan Gelar Budaya Hari Nelayan Palabuhanratu ke-64 di Dermaga 1 PPNP Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Kamis (23/5/2024) sore.
Kedatangan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) RI itu disambut oleh Bupati Sukabumi Marwan Hamami dan jajaran Forkopimda, diikuti dengan penampilan tarian dogdog lojor dan kesenian Lais dari Kasepuhan Sinarresmi.
Sandiaga yang mengenakan pakaian tradisional pangsi dan iket Sunda, memuji penyelenggaraan acara yang termasuk dalam Kharisma Event Nusantara (KEN) 2024 tersebut, karena telah berperan signifikan dalam menggerakkan ekonomi daerah dan mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Selain itu, ia juga memberikan apresiasi tinggi terhadap seni Lais yang ditampilkan karena memiliki daya tarik yang bisa dikembangkan menjadi event tersendiri lalu digabungkan dengan program pengembangan desa adat.
“Tadi saya lihat Lais yang sangat luar biasa, itu daya tariknya bisa dikembangkan menjadi event tersendiri dan bisa digabungkan dengan pengembangan desa adatnya," jelasnya.
Sandiaga mengaku baru pertama kalinya melihat kesenian tradisional khas Sunda yang memiliki elemen akrobatik yang menantang dan penuh keberanian tersebut.
Ia juga mengaku takjub dan sempat deg-degan melihat atraksi pemain lais yang memanjat sebuah tiang bambu mencapai 15 meter tanpa menggunakan alat pengaman apapun.
Baca Juga: Kesenian Sunda Wayang Golek, Tokoh Pandawa Lima Lengkap dengan Karakternya
"Kesan yang ditampilkan bikin deg-degan tadi, mengenai penampilan lais. Saya baru pertama kali lihat ini, debus udah sering, tapi ini seperti sirkus tapi ini latar belakangnya beda,” ujarnya.
“Tadi kata pa bupati (pemainnya) itu puasa dulu beberapa hari, jadi ada doa-doa khususnya dan juga itu diturunkan dari generasi ke generasi, ini sangat menarik," tambahnya.
Mengenal Kesenian Lais
Kesenian Lais merupakan sebuah kesenian pertunjukan akrobatik dalam seutas tali sepanjang 6 meter yang dibentangkan dan dikaitkan di antara dua buah bambu dengan ketinggian 10 sampai 15 meter untuk dipanjat dan melakukan aksi yang spektakuler.
Pemain Lais beratraksi di atas tali yang dibentangkan di antara dua bambu. Pada tali itulah para pemain lais melakukan atraksi menegangkan tanpa alat pengaman, misalnya berayun-ayun, tiduran, atau bergelantungan dengan kaki. Selain atraksi tersebut, ditampilkan pula atraksi gesrek, taraje gobang, makan caruluk, makan api, makan beling, seseroan (tenungan), pencak silat, dan reog
Pada tahun 2010, Lais tercatat sebagai warisan budaya takbenda dengan domain seni pertunjukkan yang berasal dari Provinsi Jawa Barat.
Mengutip dari wikipedia, nama Lais sendiri diambil seorang yang ahli memanjat pohon kelapa, sehingga untuk mengenang jasanya yang ringan tangan mengambil kelapa warga, Maka dibuatlah suatu pertunjukan identik seperti kang Lais dengan mengadopsi akrobatik Seni Kucingan yang masih merupakan bagian dari Reyog Ponorogo.
Seni Kucingan menceritakan seekor Kucing yang diperankan singo barong tanpa dadak merak sedang mengejar Tikus yang diperankan oleh Bujang Ganong, karena telah mengganggu tidurnya,hanya saja di Lais tidak menggunakan cerita kucingan dan seragam reyog serta topengnya yang menyulitkan pandangan penari Lais.
Atraksi yang di tontonkan mula-mula pelais memanjat bambu lalu pindah ke tambang sambil menari-nari dan berputar di udara tanpa menggunakan sabuk pengaman dengan diiringi musik reog dan terompet.
Baca Juga: Di Atas Bambu 12 Meter, Pesona Seni Lais saat Seren Taun Sinar Resmi Sukabumi
Atraksi Lais di Sukabumi
Salah seorang pemain Seni Lais, Saepudin (24 tahun), pemuda asli Kasepuhan Sinar Resmi. Ia mengaku awalnya bisa bermain Lais sejak duduk di kelas V SD. Sudah 12 tahun Saepudin kini menjadi pemain Lais.
"Awalnya main normal terasa gugup, tapi sekarang kalau sudah di atas biasa kayak main ayun-ayunan," kata Saepudin kepada sukabumiupdate.com dalam Seren Taun ke-443, Ahad, 7 Agustus 2022 lalu.
Anak kedua dari tiga bersaudara itu mengaku aneh bisa memainkan Lais mengingat di keluarganya tidak ada yang bisa bermain seni ini.
"Waktu itu ada acara pementasan Lais, saya lihat, lalu terbesit dalam hati ingin bisa. Saya belajarlah ke Appa Aki Intul (pemain Lais sebelum Saepudin) sekarang beliau sudah sepuh,” kata dia menceritakan pertama kali ketertarikannya kepada Seni Lais.
"Pertama belajar langsung dicoba bambu setinggi 14 meter dengan tali tambang sepanjang 20 meter. Aki Intul langsung serahkan kepercayaan main Lais ke saya. Untuk pentas pertama di Seren Taun ke-431," ucap dia.
Seni ini, kata dia, terbilang sangat susah, dan hanya satu orang di Sinar Resmi yang bisa bermain seni ini. "Lais itu cuma satu orang hanya saya saja. Untuk melanjutkan generasi, adik saya yang kini duduk di kelas I SMP sedang diajarkan, kendati belum ditampilkan dalam acara resmi," katanya.
Menurut Saepudin, seni budaya ini cukup berisiko jika dimainkan tidak dengan ilmu mumpuni. Ia mengaku bahkan sempat dua kali terjatuh dari ketinggian 15 meter saat melakukan atraksi seni Lais.
Orang biasa mungkin akan terluka saat jatuh dari ketinggian 15 meter, namun dalam Seni ini, ada ilmu khusus saat pemain terjatuh. "Saya pernah jatuh dua kali akibat bambu patah, lalu dibetulkan secara adat tradisi kemudian dilanjutkan naik lagi," ungkapnya.
Saepudin mengaku memiliki banyak kenangan sejak dirinya dipercaya Abah Asep untuk memainkan seni ini. Salah satu kebanggaan yang dia ungkap adalah saat bermain di Gelora Bung Karno.
"Saya sudah diminta atraksi Lais di Gedung Bung Karno, lalu di Bandung hingga Subang. Khusus atraksi ke luar kota itu saya bawa bambu gombong dari sini karena di disana belum tentu ada atau agak susah bambunya. Semenjak dipercaya oleh kasepuhan sesuai keinginan Abah agar tradisi Lais jangan sampai punah harus tetap lestari," katanya.