SUKABUMIUPDATE.com - Bupati Sukabumi, Marwan Hamami angkat bicara terkait polemik pencabutan status Universal Healt Coberage (UHC) Non-Cut Off oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Sukabumi.
UHC Non-Cut Off adalah sistem penjaminan kesehatan untuk warga yang dibiayai oleh pemerintah daerah, termasuk Kabupaten Suikabumi.
Alasan pencabutan UHC Non Cut per 1 Mei 2024 karena persentase keaktifan peserta pada April 2024. Dari data BPJS, hanya 71,81 persen (dari jumlah penduduk semester I 2022), sementara standar UHC Non-Cut Off adalah 75 persen.
Sebagai informasi, kepesertaan JKN Kabupaten Sukabumi sampai dengan bulan April 2024 yaitu sebesar 99,30% dengan jumlah peserta terdaftar 2.754.001 Jiwa dari total jumlah penduduk semester I tahun 2023 yaitu sebesar 2.773.554 jiwa. Dari total cakupan tersebut, tingkat keaktifan peserta JKN Kabupaten Sukabumi sebesar 71,81% dari jumlah penduduk semester I Tahun 2023 atau sebanyak 1.991.606 jiwa.
Sebelumnya disampaikan, untuk mempertahankan previlage UHC Non Cut Off Kabupaten Sukabumi yaitu dengan meningkatkan persentase keaktifan menjadi 75% diperlukan penambahan peserta baru dan reaktivasi peserta sejumlah 85.000 peserta, Jika reaktivasi keaktivan dapat dilakukan oleh Pemda, maka jaminan pelayanan kesehatan peserta tetap dapat dilakukan seketika dan bukan menggeser jaminan di bulan selanjutnya.
Baca Juga: Satrya Graha dan Subagja Hamara Terpilih Aklamasi, Ketua dan Sekretaris AMSI Jabar 2024-2028
Menurut Marwan, untuk mengejar target 75 persen peserta PBPU/PB dengan penambahan 83 ribu jiwa jumlah peserta baru itu sangat memberatkan bagi pemerintah daerah. Pasalnya banyak ditemukan data peserta tidak aktif yang tetap harus dibayar.
“Hari ini kita meminta revisi. salah satu contoh saja desa yang akan dipakai untuk tempat Healthy Cities Summit (HCS) itu 20 dari 100 orang (sampel) itu tidak jelas datanya, ada yang sudah meninggal dan lain sebagainya, tapi masih tercatat dan itu harus dibayar oleh pemerintah daerah,” ujar Marwan kepada sukabumiupdate.com, Kamis (17/6/2024).
“Maka kita keberatan dalam hal ini harus membayar yang sudah meninggal tapi datanya tidak dihapus,” tambah dia.
Mengingat hal itu, Pemda menginginkan adanya proses revisi terlebih dahulu pada data yang dianggap tidak sesuai tersebut. “Ya solusinya itu tadi, kita menahan dulu untuk sodara-sodara kita anu geus maot (yang sudah meninggal) atau yang lainnya itu direvisi dulu datanya,” kata dia.
“Karena jelas itu beban bagi pemerintah, kalau yang lama itu nggak ada masalah, ini yang baru yang sisa 83 ribu lagi,” sambungnya.
Di luar itu, Marwan menyebut situasi yang dihadapi Pemda dalam waktu dekat harus membayar 700 perserta P3K sedangkan pada saat yang sama Pemda pun harus membayar hutang beban seilai Rp40 miliar kepada BPJS.
“UHC itu kan biasanya 40 persen oleh Gubernur, sedangkan pembiayaan kita saat ini kan sudah dari tahun kemarin menghitungnya, BPK saja sudah menilai kemarin, tapi sekarang harus mengadakan anggaran baru dimana anggarannya sudah ditetapkan, kan ini nggak mungkin,” jelas dia.
Baca Juga: Gelar Workshop, Dewan Pers Bekali Jurnalis Peliputan Pilkada 2024 di Jawa Barat
Di sisi lain, Marwan menganggap masyarakat tidak akan memahami situasi dan kondisi yang sedang dihadapi pemerintah saat ini.
“Masyarakat kan nggak tau kondisi seperti ini yang jelas hari ini ketika daftar tidak bisa, karena tadi untuk 83 ribu itu ditahan dulu, tapi yang sudah lama yang sudah berjalan mah tidak ada masalah,” pungkasnya.