SUKABUMIUPDATE.com - Maraknya kasus kekerasan seksual dan terus berulang di wilayah Kabupaten Sukabumi mendapat perhatian serius dari Lembaga Peneliltian Sosial Agama (LENSA) Sukabumi.
Direktur Lensa Sukabumi, Daden Sukendar menyatakan pihaknya merasa prihatin atas terus berulangnya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kabupaten Sukabumi. Apalagi korban dan pelaku seringkali melibatkan anak-anak di bawah umur. Ia pun menyinggung kasus terbaru yang terjadi di Kecamatan Cicantayan.
Seperti dikutip sukabumiupdate.com, kekerasan seksual terjadi menimpa seorang gadis dibawah umur berinisial R (13 tahun) warga Salabintana, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, menjadi korban pencabulan dan digilir oleh delapan orang. pada Jum'at 23 Februari 2024, lalu sekira pukul 23.00 WIB.
Pada Kasus tersebut, Unit PPA Polres Sukabumi berhasil mengamankan delapan orang tersangka, satu orang tersangka sudah dewasa dan tujuh orang lainnya masih di bawah umur. Kemudian para tersangka dikenakan undang-undang perlindungan anak dengan ancaman paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara.
Baca Juga: Mengenal dan Memahami Arti Dari Kekerasan Virtual Di Dunia Anak-Anak
Menurut Daden, Lensa Sukabumi yang juga merupakan bagian dari Konsorsium Forum Pengada Layanan (FPL) lndonesia sering terlibat menangani kasus Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak di Sukabumi memberikan apresiasi kepada polisi yang telah sigap menangkap para pelaku, semoga bisa terus di proses secara hukum seadil-adilnya.
Namun, ia berharap aparat penegak hukum (Polisi, Kejaksaan dan Pengadilan) dapat menggunakan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagai upaya melindungi hak korban.
"Karena disinyalir seringkali aparat penegak hukum hanya menggunakan Pasal 81 dan 82 UU. Nomor 17 Tahun 2016 dalam penanganan kasus-kasus kekerasan seksual," ujar Daden dalam keterangan tertulisnya kepada sukabumiupdate.com, Kamis (9/5/2024).
Ia mengaskan, UU TPKS yang telah diundangkan sejak Mei 2022 lalu dan telah berlaku sejak diundangkan.
"Dengan menggunakan UU TPKS, korban kekerasan seksual tidak hanya mendapatkan hak atas keadilan di mata hukum, tetapi juga hak atas penanganan, perlindungan, hingga pemulihan," jelasnya.
Baca Juga: Mak Enih Mengungsi, Rumahnya di Jampangkulon Sukabumi Ambruk Akibat Lapuk
Bahkan, sambung dia, berdasarkan UU TPKS, korban kekerasan seksual mendapat hak perlindungan meliputi kerahasiaan identitas serta perlindungan dari tindakan merendahkan yang dilakukan oleh aparat yang menangani kasus. Korban juga mendapatkan perlindungan atas kehilangan pekerjaan, mutasi, pendidikan, hingga akses politik.
"Pemenuhan hak korban merupakan kewajiban negara, sehingga berbagai pihak termasuk instansi pemerintah yang terkait harus menyediakan layanan sesuai kebutuhan korban agar hak-hak korban terpenuhi,” tegasnya.
Selain itu, kata Daden, perlu adanya upaya serius dari para pemangku kepentingan (stakeholders) di Sukabumi untuk melakukan langkah-langkah penanganan, tidak hanya ketika kasus sudah terjadi.
"Perlu juga dilakukan upaya komprehensif mulai upaya prepentif (pencegahan) sampai kuratif ketika terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak baik penanganan kasusnya secara hukum dan psyko sosialnya sampai pemulihan korban," tutur pria yang biasa disapa Kang Dasuk itu.