SUKABUMIUPDATE.com - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi angkat bicara terkait surat edaran BPJS Kesehatan Sukabumi bernomor: 98V-02/0424 yang isinya tentang pencabutan status Universal Health Coverage (UHC) Non-Cut Off JKN-KIS segmen PBPU/BP (Pekerja Penerima Upah/Bukan Pekerja) Pemda Kabupaten Sukabumi yang berlaku mulai 1 Mei 2024.
Pencabutan privilege (hak istimewa) Program UHC JKN untuk Kabupaten Sukabumi tersebut akibat prosentase keaktifan peserta di Kabupaten Sukabumi pada bulan April 2024 berdasarkan data BPJS masih di angka 71,81% dari jumlah penduduk semester I 2022, sedangkan standar angka UHC Non-Cut Off adalah 75%.
“Nah, per 1 Mei itu, sudah dicabut statusnya dikarenakan standarnya 75% dari jumlah penduduk itu terdaftar aktif. Sekarang 71% yang aktifnya, jadi kurang lebih 4% dari jumlah penduduk itu kurang lebih 83.000 peserta yang tidak aktif,” ujar Sekretaris Dinkes Kabupaten Sukabumi, Andi Rahman, kepada sukabumiupdate.com, Kamis (2/5/2024).
Andi memastikan bahwa dampak dicabutnya status UHC Non-Cut Off oleh BPJS Sukabumi ini tidak mengganggu pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang sudah terdaftar dan menjadi penerima manfaat JKN-KIS.
Baca Juga: DPRD Sukabumi Kaget Soal Kabar Pemutusan Layanan Kesehatan Warga Miskin
Hanya saja bagi warga prasejahtera yang baru mendaftar JKN-KIS khususnya kategori PBPU/BP yang dibiayai APBD pemda, kepesertaannya tak bisa langsung aktif dalam waktu 1x24 jam, melainkan jadi 14 hari.
“Jadi pelayanan tetap berjalan, cuman begitu kita datang ke rumah sakit mendaftarkan itu aktifnya itu nanti 14 hari,” jelasnya.
Andi memastikan pemerintah daerah kini tengah mengupayakan solusi agar Kabupaten Sukabumi kembali mendapat status UHC Non-Cut Off dari BPJS Kesehatan. Salah satunya dengan mengaktifkan kembali kepesertaan 83.000 jiwa tadi.
“Karena sebetulnya per 1 Maret itu, kita akan cut off waktu itu, sehingga kita membuat addendum kesepakatan dengan BPJS, 83 ribu itu nanti akan dibayar, diaktifkan kembali, dengan perjanjian per 31 April akan dibayar, tapi sehubungan dana anggaran dari bantuan provinsi yang tadi untuk daerah itu tidak turun, sehingga kita upayakan bayar dari dana CSR klinik dan puskemas,” ujarnya.
Hanya saja, lanjut Andi, dari pihak BPJS Sukabumi saat itu tak bisa memberikan data By Name By Adress (BNBA) 83.000 peserta tak aktif karena kewenangan BPJS pusat, sehingga pemda kesulitan mencari anggaran CSR dari klinik dan puskesmas sebagai fasilitas kesehatan pertama yang melayani peserta.
“Kita butuh data BNBA itu agar tahu dimana yang 83 ribu terdaftarnya, terus apakah itu peserta mandiri atau yang disubsidi pemerintah. Kalau berdasarkan asumsi, dari 83 ribu itu bisa saja ada peserta mandiri yang tak sanggup bayar jadi tidak aktif. Jadi tadinya niat kita Dinas Kesehatan untuk membantu itu, agar puskesmas atau klinik bisa membayar supaya yang 83 ribu itu aktif kembali asal ada data,” tuturnya.
“Nah hari ini tanggal 3 Mei 2024 pemerintah daerah yang dipimpin pak Sekda sedang kumpul di Bandung untuk membahas kaitan anggaran yang dari bantuan provinsi Jabar untuk mencari solusi bagaimana membayar 83 ribu peserta tersebut yang nilainya capai Rp14 miliar,” tambahnya.
Kemudian upaya selanjutnya, Andi menyebut Dinkes akan mencoba menyusun kembali Draft Addendum nota kesepahaman dengan BPJS agar status UHC Non Cut Off ini bisa aktif kembali minimal sampai akhir Juni 2024.
“Dengan janji bulan Juli 2024 melakukan pembayaran agar 83 ribu peserta tersebut bisa diaktifkan kembali melalui anggaran yang tengah diupayakan pemda saat ini,” ujarnya.
Andi menegaskan meski adanya pencabutan status UHC non-Cut Off ini, setiap fasilitas kesehatan baik puskesmas, klinik, dan rumah sakit di lingkungan Dinkes Kabupaten Sukabumi tetap melayani semua peserta BPJS Kesehatan termasuk warga prasejahtera atau miskin.
“Semua dilayani, karena pemerintah tengah melakukan addendum atau kesepakatan kembali dengan BPJS,” tandasnya.