SUKABUMIUPDATE.com - Publik Sukabumi dibuat heboh dengan kedatangan aktris Luna Maya di kawasan objek wisata Situ Gunung, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi. Perempuan kelahiran Denpasar 40 tahun lalu ini diduga melakukan syuting film horor di danau tersebut pada Minggu, 14 April 2024.
Mungkin banyak yang belum mengetahui bagaimana sejarah atau cerita di balik objek wisata setinggi 1.100-an meter di atas permukaan laut (MDPL) ini. Diketahui, danau Situ Gunung berkelindan indah dengan eksotisnya hutan damar dan menjadi ikon pintu masuk Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).
Tak diketahui pasti bagaimana danau ini terbentuk, namun cerita Mbah Jalun dan letusan gunung api purba menjadi dua hal yang bisa dibahas.
Mbah Jalun dan Gunung Api Purba
Situ Gunung sudah dikenal sejak dulu, baik karena legendanya maupun aktivitas penelitian dan wisatanya. Pada 1881, Situ Gunung sudah menjadi perkebunan yang cukup besar. Bahkan dalam Java-bode (surat kabar yang diterbitkan di Batavia, Hindia Belanda) edisi 30 November 1888, Situ Gunung telah disebut sebagai danau yang indah atau mooi bergmeer. Situ Gunung memiliki pemandangan danau yang indah di bawah kaki Gunung Gede Pangrango dan telah dikenal dengan transportasinya yang terjangkau.
Pengamat sejarah Sukabumi Irman Firmansyah mengatakan fasilitas di danau Situ Gunung saat itu sudah cukup lengkap. Kano dan rakit dapat disewa untuk mengelilingi danau karena telaga gunung seluruhnya berada di kawasan hutan lindung, sehingga airnya tidak tercemar dan bersih. Hanya bagian tengah Situ Gunung yang cocok untuk berenang karena masih banyak tanaman air di pinggir danau yang harus dibersihkan.
"Situ Gunung dikenal indah," kata Irman kepada sukabumiupdate.com.
Baca Juga: Luna Maya Unggah Foto Situ Gunung Sukabumi di Instagram Story, Diduga Sedang Shooting Film
Keberadaan danau Situ Gunung tak terlepas dari sosok Mbah Jalun yang kerap dibicarakan warga setempat. Konon, danau ini dibuat oleh bangsawan Mataram bernama Mbah Jalun yang buron ke wilayah Priangan dan menetap di lereng Gunung Gede. Mbah Jalun adalah nama yang disematkan kepada Raden Rangga Jagad Syahadana atas nama anaknya, Jaka Lulunta. Mbah Jalun diperkirakan hidup pada 1770-1841. Menurut Irman, Mbah Jalun mengeruk tanah di Situ Gunung menggunakan kulit kerbau hingga menjadi danau.
"Itu dilakukan untuk menunjukkan rasa syukur atas kelahiran anaknya yang bernama Jaka Lulunta," ucap Irman yang juga Ketua Yayasan Dapuran Kipahare.
Berdasarkan informasi yang diperolehnya, Irman mengatakan masih ada keturunan Mbah Jalun yang hidup di kawasan Situ Gunung. Sebagian warga juga mempercayai cerita Mbah Jalun yang berhasil selamat dari hukuman gantungan Belanda di Alun-alun Cisaat pada 1814, lalu melarikan diri ke Bogor. Mbah Jalun memang dikenal ikut pergerakan perjuangan.
Masih menjadi polemik apakah kisah Mbah Jalun hanya legenda atau nyata. Virendra Nath Misra dan Peter Bellwood dalam bukunya "Recent Advances in Indo-Pacific Prehistory" menyebutkan bahwa sedimentasi di danau Situ Gunung dimulai hampir 8.000 tahun lalu. Alhasil, sejarah vegetasi yang tercatat di sana seluruhnya berada pada masa Holosen.
Irman yang sudah menulis beberapa buku tentang Sukabumi, salah satunya "Soekaboemi the Untold Story", mengatakan nama Situ Gunung sendiri mirip dengan danau Tasikardi di Banten, yang dibuat untuk keluarga kerajaan dan pengairan. Dalam "Poesaka-Soenda" keluaran 1922, dijelaskan tasik berarti situ atau talaga, sedangkan ardi artinya gunung. Sementara Situ Ardi merupakan danau buatan.
Baca Juga: Situ Gunung Sukabumi: Kisah Mbah Jalun, Gunung Api Purba, hingga Wisata Dunia
Wawancara terpisah, tokoh masyarakat setempat, Ki Padugala, pernah mengatakan Mbah Jalun datang ke wilayah Priangan setelah terpisahnya Kerajaan Mataram Kuno menjadi dua bagian: Kesultanan Ngayogyakarta dan Kesultanan Surakarta. Tak dipungkiri ada pengaruh adu domba Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dalam perpisahan tersebut.
Selama di Priangan, Mbah Jalun sering berpindah dari satu gunung ke gunung lainnya. Hingga satu waktu bertemu wanita bernama Nyi Neglasari atau Nyi Layung Koneng di wilayah Goalpara. "Mbah Jalun menikah dengan Nyi Layung Koneng lalu pindah ke Situ Gunung," kata Ki Padugala.
Selaras dengan Irman, Ki Padugala menyebut Mbah Jalun membuat danau Situ Gunung menggunakan kulit kerbau hingga berbulan-bulan untuk menyambut kelahiran putranya.
Kepala Resort Pengelolaan Taman Nasional (PTN) Situ Gunung Asep Suganda telah mengamini soal berkembangnya cerita Mbah Jalun di masyarakat. Dia juga memperoleh kisah tersebut dari tokoh bermana Abah Oji yang meninggal pada 2019.
Asep yang kurang lebih sudah 25 tahun bertugas di kawasan Situ Gunung mengatakan danau Situ Gunung dibuat Mbah Jalun supaya mengalirkan air ke perkampungan di bawahnya. Menurut penuturan Abah Oji kepada Asep, Mbah Jalun beragama Islam.
Belum bisa dipastikan apakah sosok Mbah Jalun adalah nyata atau hanya personifikasi. Sebab, hingga saat ini belum ada bukti autentik atau penelitian secara khusus yang bisa membuktikan keberadaannya. Terlebih lagi untuk membuktikan apakah danau Situ Gunung dibangun oleh Mbah Jalun atau terbentuk dengan sendirinya. Asep menyebut sampai sekarang tidak ada yang mengetahui di mana makam Mbah Jalun.
"Untuk membuktikan sosok Mbah Jalun perlu penelusuran lebih jauh," kata Asep.
Terlepas cerita Mbah Jalun, Asep Suganda mengatakan adanya kemungkinan danau Situ Gunung adalah bekas kawah gunung api purba yang meletus dan cekungannya membentuk danau seperti saat ini. Pasalnya, kata Asep, terdapat jenis batuan vulkanik di sekitar danau Situ Gunung. Kemudian ada pula lapisan pasir yang menandakan bekas letusan gunung. Namun kembali, Asep menyebut belum ada pembuktian secara ilmiah terkait kemungkinan tersebut.
"Belum ada riset sampai ke sana," ucap dia.
Keindahan dan keunikan Situ Gunung membuat sejumlah peneliti dunia tertarik mendatangi kawasan ini. Beberapa peneliti yang pernah datang ke Situ Gunung adalah Caspar Georg Carl Reinwardt (1819), Friedrich Franz Wilhelm Junghuhn (1839), Johannes Elias Teijsmann (1839), Alfred Russel Wallace (1861), Sijfert Hendrik Koorders (1880), Melchior Treub (1891), Dr Van Leuweun (1918), Cornelis Gijsbert Gerrit Jan van Steenis (1920), dan Hindelbrand. Mereka meneliti tentang alam, baik flora maupun faunanya.
Pada 1933, ada kunjungan orang Batavia yang tergabung dalam program Natuur Historische Vereeniging. Lalu pada Juni 1934, seorang naturalis bernama Max Bartels membuka resort Situ Gunung yang disewa dari pemerintah. Resort ini dilengkapi bungalo dan wisata air baru, sekaligus jalan Situ Gunung supaya bisa dimasuki roda empat. Bartels juga menanam sejumlah besar ikan muda serta ikan induk, terutama ikan mas galicia, tawes, gurami, dan banyak spesies lainnya.
Sebulan kemudian, terjadi kecelakaan saat pesta malam venesia dengan menggunakan perahu. Sejumlah perahu terbalik sehingga beberapa orang tenggelam dan dirawat di rumah sakit. Selanjutnya pada Oktober 1934, dilakukan selametan yang dihadiri bupati dan asisten residen, dengan menurunkan 160 rakit dan di-film oleh The People of the Java Pacific Film Comp. Hingga kini, Situ Gunung masih menjadi tempat yang indah dan terjaga.
Mengutip penjelasan di gedepangrango.org, Max Bartels lahir di Pasir Datar, Kecamatan Caringin, Kabupaten Sukabumi, pada 7 Juni 1902, sebagai anak pertama dari Max Eduard Gottlieb Bartels.
Max Bartels dikenal telah menyukai berburu sejak kecil dan mendapatkan pendidikan Eropa. Pada Mei 1932, Max Bartels mendapatkan gelar Dr/PhD dari Bern Switzerland dalam bidang Zoology. Keluarga Bartels adalah penemu Elang Jawa yang juga telah menemukan 21 spesies baik berupa burung, kelelawar, dan tikus.