SUKABUMIUPDATE.com - Sudah dua bulan lamanya, Muhammad Abdul Azis (10 tahun) bersama sang ayah Samud (51 tahun) menghuni sebuah gubuk kecil di pinggir Jalan Pembangunan, Kelurahan Babakan, Kecamatan Cibeureum, Kota Sukabumi. Selama itu pula, Azis ikut membantu ayahnya menjadi pemulung agar bisa menyambung hidup.
Berdasarkan informasi dari Samud, anak semata wayangnya itu seharusnya masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas 5, namun Azis memilih putus sekolah sejak duduk di bangku kelas 3 SD karena kondisi ekonomi. Tak hanya itu, Azis juga mengaku memilih tak bersekolah karena ingin menjaga dan menemani ayahnya berkeliling kampung untuk mencari rongsokan.
“Enggak (mau sekolah) pengen bantu bapak saja,” ujar Azis saat diajak berbincang oleh sukabumiupdate.com pada Sabtu (16/3/2024).
Baca Juga: Kisah Keluarga Samud di Sukabumi, Tempati Gubuk Beratap Baliho Bekas Kampanye
Selain itu, Azis juga mengaku masih trauma karena saat dulu bersekolah kerap kali mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari teman sekelasnya. Pasalnya, tubuh Azis yang dianggap lebih besar dari teman-temannya itu sering kali menjadi bahan cemoohan.
“Sering disebutan sama barudak (diejek oleh teman), Azis gede Azis gede,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Azis dan Samud tinggal di gubuk berukuran 2x1 meter persegi yang berada tepat di pinggir jalan serta berada di atas sungai. Gubuk tersebut juga tampak kumuh karena dibuat hanya dengan memanfaatkan bahan-bahan seadanya.
Kerangka bangunan terbuat dari bambu. Sementara dinding dan atapnya dibuat memanfaatkan baliho bekas kampanye. Bahan-bahan ini terpaksa digunakan sekadar untuk menghalangi gubuk dari terpaan angin, terik matahari, dan hujan saat ditempati. Setiap hari keduanya tinggal di gubuk yang tidak memiliki aliran listrik ini.
Samud menyebut terpaksa tinggal di gubuk tersebut setelah diusir dari kontrakan karena tidak mampu membayar sejak dua bulan lalu. “Bangunan (gubuk) ini udah dua bulan ada. Dulunya kan ngontrak, tapi harganya naik terus, saya udah enggak mampu bayar,” kata dia.
Menurutnya, harga pangan dan kebutuhan hidup yang mulai meningkat, sedangkan kondisi ekonomi tidak membaik, membuatnya terpaksa tinggal di gubuk. Samud mengaku berasal dari Kecamatan Sagaranten, Kabupaten Sukabumi, tetapi sudah 16 tahun hidup di Kota Sukabumi. Dia pun menyebut KTP-nya hilang.
“Ya gimana lagi, terpaksa (tinggal di gubuk), kan saya sehari-hari ngerongsok, paling dapet buat makan aja berdua sama anak saya, Rp 50 ribu ke bawah. Itu juga kalau lagi dapet, jadi enggak cukup buat ngontrak mah,” ujarnya.
“Dulu masih suka jadi kuli bangunan, tapi sekarang saya udah enggak kuat, sering sakit. Saya punya penyakit jantung. Jadi sebisanya aja nyari rongsokan dibantuin sama Azis,” kata Samud.
Di tengah keterbatasannya, Samud berharap kehidupannya segera membaik dan normal. “Ya harapan mah pengen normal aja, pengen kaya orang lain punya rumah layak, enggak kaya gini,” katanya.
Hingga berita ini tayang, belum diperoleh informasi lebih lengkap tentang latar belakang keluarga Samud. Namun diketahui bahwa Azis memilih hidup bersama Samud setelah kedua orang tuanya bercerai.