SUKABUMIUPDATE.com - Menanggapi maraknya kasus pungli kepada para pencari kerja di Sukabumi, Ketua Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi, Mochammad Popon mengaku prihatin. Menurutnya, disaat disaat kondisi ekonomi masih susah, cari kerja juga harus mengeluarkan sejumlah uang.
Popon menyebut hal tersebut mungkin salah satunya disebabkan karena tidak seimbangnya supply dan demand tenaga kerja, karena semakin sedikitnya lapangan kerja yang tersedia dibanding dengan jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja.
"Persoalan tersebut memang menjadi persoalan klasik karena infonya sudah berlangsung lama, dan tidak pernah ada solusi efektif yang dibuat perusahaan dan pemerintah daerah terkait pungli tersebut," jelas Popon kepada sukabumiupdate.com melalui sambungan telepon, Kamis. (14/3/2024).
Dan SP TSK SPSI Kabupaten Sukabumi, kata Popon, jelas tidak setuju dengan segala bentuk pungli yang ada dalam rekruitment tenaga kerja di pabrik tersebut. Bahkan pihaknya pun sudah mengimbau secara internal kepada pengurus SP TSK SPSI yang ada di pabrik untuk tidak melibatkan diri dalam praktek pungli tersebut.
Baca Juga: KPU Benarkan Pakai Alibaba untuk Pengadaan Cloud Pada Sirekap
Semnetara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia atau DPK APINDO Kabupaten Sukabumi, Sudarno Rais menilai pungli bisa merugikan iklim investasi di Kabupaten Sukabumi. Ia menyebut praktek pungli membuat rekrutmen tenaga kerja menjadi tidak objektif.
"Pandangan dari asosiasi kami, justru pungli menghambat investasi. Karena rekrutmen pekerja di suatu perusahaan yang dibutuhkan terkadang enggak objektif, sehingga belum tentu sesuai dengan skillnya. Pengusahanya belum tentu tahu hal seperti itu," kata Sudarno kepada sukabumiupdate.com, Kamis.
"Kita membutuhkan orang skill atau keahlian namun yang dihadirkannya bukan dengan skill yang dibutuhkan sehingga kinerjanya tidak produktif, itukan merugikan penghusaha ," jelasnya.
Sudarno kemudian menyebut beberapa faktor terjadinya pungli, yang intinya adalah karena hubungan saling membutuhkan. Antara calon pekerja yang memang ingin bekerja dengan oknum yang memanfaatkan kebutuhan tenaga kerja tersebut.
"Jadi pungli terjadi karena beberapa faktor yang pertama ada yang membutuhkan pekerjaan, kedua ada lowongan pekerjaan di suatu tempat atau perusahaan, ketiga ada orang yang berminat mencari keuntungan dari kesempatan itu," sebutnya.
"Akhirnya para pihak ini ada oknum di perusahaan yang mau terlibat dalam proses pungli, kemudian ada oknum di lingkungan wilayah setempat dimana perusahaan itu membutuhkan lowongan pekerjaan dan ada yang bermain untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya, nah pencari kerja ini kadang rela mengeluarkan uang untuk bekerja," jelasnya menambahkan.
Baca Juga: RSUD Sekarwangi Launching 4 Inovasi Pelayanan, Diapresiasi Bupati Sukabumi
Menurut Sudarno, solusi terkait hal itu, salah satunya dengan dibentuknya Satgas atau kelompok kerja yang nantinya dilibatkan dalam setiap lowongan pekerjaan. Satgas itu berasal dari berbagai unsur termasuk Saber Pungli dan kepolisian.
"Melibatkan pimpinan perusahaan atau yang ditunjuk oleh perusahaan, kepala daerah atau kepala wilayah setempat atau lingkungan setempat lalu kepolisian. Jadi membentuk satu tim, bagaimana upaya pencegahannya, kalau pengawasan ketat melalui semua unsur tadi. Ketika terdeteksi, siapapun yang memberi atau menerima tangkap, itu solusinya," beber Sudarno.
Satgas ini, kata dia, bisa menerima pengaduan dari para pencari kerja. Terkait keberadaan oknum, makelar yang terlibat . Setelah itu penelusuran bisa dilakukan untuk membuktikan apakah ada keterlibatan orang dalam.
"Untuk sanksinya, nanti diserahkan ke Saber Pungli. Dengan pembentukan Satgas, maka pungli bisa dihilangkan dan tidak lagi merugikan pengusaha yang membutuhkan keahlian dari pekerjanya," pungkasnya.
Apakah pungli kepada para pencari kerja di pabrik yang ada di Kabupaten Sukabumi itu nyata?
Berikut ini penelusuruan sukabumiupdate.com kepada salah seorang korban US (45 tahun) yang merupakan warga Cisaat Kabupaten Sukabumi, Kamis 14 Maret 2024.
Baca Juga: Tidak Boleh Dicicil, Menaker Wanti-wanti THR Dibayar Maksimal H-7 Lebaran
Kepada sukabumiupdate.com, US mengaku pernah hendak memasukan anaknya untuk bekerja di pabrik, kemudian ia terhubung dengan seorang yang menyebut dirinya sebagai mediator untuk para pencari kerja di pabrik yang ada di wilayah Cikembar Kabupaten Sukabumi.
Singkat cerita, saat itu US diminta menyediakan uang sebesar Rp 8 juta agar anaknya bisa diterima bekerja.
"Pihak mediator meminta menyediakan persyaratan berupa foto copy KTP dan Ijazah calon pencari kerja, dan membayar uang muka sebesar Rp 2 juta. Kemudian nanti setelah resmi diterima bekerja, harus membayar sisanya sebesar Rp 6 juta lagi," kata US menirukan perkataan mediator.