SUKABUMIUPDATE.com - Sukabumi memiliki banyak kisah sejarah yang menarik untuk dibaca dan diketahui. Salah satu yang sempat berkembang adalah cerita Guling Munding di Desa Bojonggaling, Kecamatan Bantargadung, Kabupaten Sukabumi.
Guling Munding adalah wilayah jalan yang dibangun pada masa Asisten Residen O.A Burnaby Lautier (1881-1883). Penamaan ini tak lepas dari jalan yang awalnya sering dilalui kerbau, terutama kerbau pembawa gerobak kopi dari Cibadak (Sukabumi) ke Palabuhanratu atau sebaliknya.
Pengamat sejarah Sukabumi Irman Firmansyah mengatakan, selain kerbau pembawa gerobak kopi, ada pula kerbau yang dibeli dari Jampang dan dibawa beriringan ke Sukabumi melewati Guling Munding. Wajar jika ada cerita tentang munding (kerbau) yang terguling ke jurang di sekitar Guling Munding.
"Lokasi yang terlewati adalah jalan Cibadak-Palabuhanratu, tidak jauh dari Sungai Cimandiri. Jalur jalan Cibadak-Palabuhanratu yang sempat dirintis oleh van Riebeeck (1711) bukanlah jalur jalan pos yang dibangun Daendels (1808)," kata Irman kepada sukabumiupdate.com beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Bisikan Dukun, Cerita Hotel di Palabuhanratu dan Mimpi Bung Karno Ciptakan Las Vegas
Berdasarkan hasil survei Herman Willem Daendels, disimpulkan daerah jalur kopi Sukabumi masih cukup layak dan masih bisa dilewati oleh gerobak yang ditarik kerbau. Menurut Irman, kerbau digunakan karena hewan berbadan besar ini mampu melintasi jalan berlumpur, terutama pada musim turun hujan.
Di sisi lain, pembangunan jalan Cibadak-Palabuhanratu ternyata menyisakan luka bagi masyarakat Sukabumi. Burnaby, kata Irman, adalah pemrakarsa jalan yang merupakan asisten Residen Afdeling Sukabumi pada masa Residen Priangan J.M Van Vleuten. Burnaby dalam sejarahnya terkenal sangat kejam.
Hal itu terungkap setelah Burnaby pindah ke Bogor dan menjadi asisten residen di sana (1884). Akibat perseteruan Burnaby dengan pemilik lahan di Ciomas, Bogor, dibukalah semua dosa Burnaby yang di antaranya terjadi di Gresik dan Sukabumi. Kekejaman ini berkaitan dengan pembangunan jalan Cibadak (Sukabumi)-Palabuhanratu.
Irman mengatakan saat Burnaby melakukan pembangunan jalan Cibadak-Palabuhanratu, terungkap bahwa prosesnya dilakukan dengan membawa masyarakat dari beberapa lokasi untuk bekerja tanpa dibayar. Bahkan konon, banyak lahan baik tanah, ladang, dan sawah masyarakat yang diambil tanpa ganti rugi.
"Jalan yang dibangun tidak pendek, tapi sepanjang 22 pos (pos pemberhentian kuda) mulai Cibadak hingga Palabuhanratu selebar 10-12 kaki," kata Irman yang juga penulis buku "Soekaboemi the Untold Story".
Sebab hampir bersamaan dengan pembangunan rel kereta api Buitenzorg Soekaboemi, maka pembangunan jalan ini dimulai dari Cibadak ke Cikembang hingga Guling Munding (Bantargadung) di tepi Sungai Cimandiri. Dari Guling Munding kemudian jalan dibangun sampai Bagbagan Palabuhanratu sebanyak 9 pos.
Hingga 1856, jalur Cimandiri dari Guling Munding menggunakan rakit digunakan pula untuk membawa komoditas ke Palabuhanratu. Namun sesudah penutupan Palabuhanratu sebagai pelabuhan internasional, jalan dialihkan menggunakan jalur darat baik dengan kuda maupun kerbau untuk dibawa ke Cibadak.
Baca Juga: Membaca Sejarah Papajar, Tradisi Sambut Ramadhan yang Berkembang di Sukabumi
Burnaby berinisiatif membangun jalur Cibadak-Palabuhanratu supaya bisa membawa kereta penumpang yang ditarik kuda. Hasilnya memang bisa dirasakan karena kereta kuda berpenumpang lebih mudah lewat. Bahkan di beberapa lokasi dilengkapi lampu jalan menggunakan bensin.
Namun karena pelaksanaannya seperti kerja paksa, banyak pekerja kelelahan dan sakit, bahkan sebagian lagi meninggal dan diletakkan begitu saja di pinggir Guling Munding. Dari situ para pekerja dibawa ke rumahnya masing-masing dengan gerobak di sekitar Ardenburg (sekarang antara Cibadak-Parungkuda), Ciheulang, Cimahi, dan Sukabumi.
Ironinya, Burnaby merayakan selesainya pembangunan jalan dengan membawa para wanita menggunakan kereta kuda ke Palabuhanratu dan berpesta di sana. Salah satu tokoh yang keras mengungkapkan fakta ini adalah C.H.F Riesz dari Bogor yang menyebutkan kekejaman Mr Burnaby untuk jalan yang hanya sekelas jalan kerbau (Karbouwenweg) melalui Java Bode di akhir 1885.
"Faktanya memang banyak kisah yang kurang enak terkait kiprah Burnaby baik di Sukabumi maupun wilayah yang pernah ditempatinya saat bekerja," ujar Irman.
Di Sukabumi, selain masalah pembangunan jalan, sempat tersiar kabar juga soal pengambilalihan lahan milik Kartawiguna di Baros. Tanahnya yang dibeli dari Lambi diambil paksa oleh asisten wedana Baros pada Maret 1882. Pengambilalihan tersebut dibantu polisi desa bernama Alimenggala.
Dalam sidang terungkap pengambilalihan itu dilakukan atas perintah Burnaby Lautier, sang asisten residen. Riesz yang juga pernah menulis beberapa buku terkait agraria dan sejarah, kesal lantaran meski dikenal karena perilakunya yang buruk, namun Burnaby tetap saja kariernya melesat, bahkan menjadi asisten residen Bogor dan kemudian menjadi residen Bali dan Lombok.
Atas dukungan pemerintah, Burnaby sendiri tetap tak terjamah secara hukum karena banyak yang membelanya sehingga tidak pernah dihukum atas perilakunya.