SUKABUMIUPDATE.com - Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sukabumi menyatakan pondok pesantren (ponpes) di Desa Sukamukti, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi, yang terjerat kasus pelecehan seksual, belum memiliki izin operasional. Pimpinan ponpes yakni ustaz berinisial AU (44 tahun) sudah ditangkap atas kasus ini.
AU diduga melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah santri dan santriwatinya. Ada dua santri dan lima santriwati yang diduga menjadi korban tindak asusila. Aksi ini dilakukan AU di lingkungan ponpes dengan modus memasukkan khodam. Dalam tradisi spiritual, khodam merujuk pada entitas yang dipercaya memiliki kemampuan dan kekuatan gaib.
"Ponpes itu belum mengantongi izin. Kami berharap semua ponpes punya izin operasional penyelenggaraan yang dikeluarkan Kemenag. Banyak hal yang bisa diperoleh kalau pesantren sudah dapat izin, selain tentunya pengawasan," kata Henda, Kepala Seksi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Kabupaten Sukabumi, Senin (12/2/2024).
Henda menyebut ponpes adalah lembaga pendidikan tertua di Indonesia sehingga kontribusinya dalam membangun bangsa sudah tidak diragukan. Namun demikian, lanjut dia, usia pendidikan pesantren belum berbanding lurus dengan kemandiriannya dalam berbagai hal. Termasuk masalah-masalah yang sering muncul dan mengiringi dinamika pesantren.
Baca Juga: Pesantren Sepi, Buntut Pimpinan Ponpes di Sukabumi Lecehkan Santri dan Santriwati
"Membangun pesantren tidak bisa dilakukan kelompok atau perorangan. Ini membutuhkan kesadaran semua pihak seperti lembaga, masyarakat, dan pemerintah. Kini pemerintah hadir dengan mengeluarkan regulasi UU Pondok Pesantren Nomor 18/2019. Ini masih terus disosialisasikan. Akses izin dapat diakses melalui aplikasi Sitren Kemenag," ujar dia.
"Harapannya semua pihak dapat menjaga dan memelihara pendidikan pesantren sebaik mungkin sesuai kiprah masing-masing. Semoga kejadian di ponpes Kecamatan Waluran tidak terulang kembali dan menjadi sebuah catatan dan evaluasi bagi semua elemen," kata Henda.
Sebelumnya diberitakan Ketua RT setempat di Desa Sukamukti, Kecamatan Waluran, AP, mengatakan tak ada kegiatan apa pun di ponpes itu setelah AU ditangkap pada Kamis, 8 Februari 2024. Seluruh santri dan santriwati sudah pulang ke rumahnya masing-masing. "Sejak diamankan 8 Februari 2024, ponpes tak ada kegiatan," kata dia, Senin ini.
Menurut AP, jika tidak salah, ponpes ini dibangun 15 tahun lalu. Ada bangunan dua lantai yang di dalamnya berfungsi sebagai rumah pribadi, madrasah, kobong (tempat tidur santri-santriwati), dan lainnya. Sementara jumlah santri dan santriwati, lanjut AP, ada sekitar 30 orang yang rata-rata berasal dari Waluran dan Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi.
"Mereka (santri dan santriwati) semuanya pulang ke rumah masing-masing. Hingga saat ini belum ada laporan lagi (soal korban), hanya lima santriwati dan dua santri," ujar AP.
Kasus ini ditangani Polres Sukabumi. Lima korban santriwati sudah dimintai keterangan sebagai saksi. Selain tujuh orang yang disebutkan yakni dua santri dan lima santriwati, terdapat satu korban lain yaitu seorang santri, namun telah keluar dari ponpes dan memilih bekerja.
Baca Juga: Modus Masukkan Khodam, Pimpinan Ponpes di Sukabumi Lecehkan Santri dan Santriwati
Korban berusia 16-20 tahun, salah satunya santri berinisial MR (20 tahun). MR menjadi sasaran pelecehan seksual setelah satu tahun menjadi murid di ponpes yang dipimpin AU. MR yang saat ini sudah empat tahun menimba ilmu di sana, mengatakan dugaan asusila berawal dari keinginan AU memasukkan khodam kepada dirinya.
Namun, ada persyaratan aneh yang diminta AU terhadap MR sebelum memasukkan khodam. Pada suatu malam, AU memanggil MR dan memintanya untuk merayu dan mencumbui istrinya sendiri. MR tentu kaget dan bingung sehingga sempat menolak permintaan tersebut, terlebih harus dilakukan terhadap istri gurunya sendiri.
"Suatu malam saya dipanggil oleh guru ngaji sekaligus pimpinan ponpes (AU), dengan maksud untuk memasukkan khodam. Tapi syaratnya harus merayu dan bercumbu dengan istrinya. Saya kaget, dalam pikiran bimbang, mengapa harus bercumbu dan merayu istri guru," kata MR pada Jumat, 9 Februari 2024.
Setelah malam itu menolak, beberapa malam berikutnya MR kembali dipanggil oleh AU dan diminta melakukan hal serupa dengan alasan yang sama yakni akan memasukkan khodam. Namun kali ini alasan lain muncul, selain soal khodam, AU berdalih akan menyampaikan wasiat dari Pakidulan kepada istrinya melalui khodam tersebut.
MR lagi dan lagi menolak permintaan AU. Begitu juga istri AU, menolaknya. Tetapi, permintaan yang sama terus disampaikan AU kepada MR. Singkatnya, dalam satu kesempatan, tidak tahu apa yang terjadi, istri AU tiba-tiba menelepon MR dan meminta bertemu di sebuah ruangan. Alhasil, percumbuan yang diinginkan AU terjadi.
"Pertemuan di ruangan tersebut diketahui oleh pak ustaz (AU). Tidak lama setelah itu saya kembali ke kobong. Malam berikutnya saya dipanggil lagi oleh pak ustaz (AU) serta kembali merayu dan bercumbu dengan istrinya. Saat itu dua kali disuruh (menerima) dimasukkan khodam, sedangkan tiga kali melakukan percumbuan," ujar MR.
Baca Juga: Selain Lecehkan Santriwati, Pimpinan Ponpes di Sukabumi Minta Santri Cumbui Istri
Sejak rentetan kejadian itu, MR menyebut tak lagi diminta melakukan perbuatan serupa. Baru tiga tahun kemudian, tepatnya Desember 2023, MR dipanggil dengan alasan AU menyebut khodam (melalui tubuh AU) ingin berbicara dengan MR. Pembicaraannya adalah soal hubungan MR dengan salah satu santriwati yang juga menjadi korban.
"Saat itu saya bertanya kepada khodam apakah kalau saya menikah dengan Y (santriwati) akan bahagia. Khodam yang masuk dalam diri pak ustaz menyebut hubungan saya dengan Y akan bahagia dan langgeng. Setelah itu saya diminta melakukan hal yang sama seperti dulu (merayu dan bercumbu dengan istri AU)," katanya.
Tak hanya dirinya, MR mengakan permintaan-permintaan seperti itu juga disampaikan AU kepada dua santri lain (satu sudah keluar dan bekerja). Sementara terhadap santriwati atau murid perempuan, khususnya Y (pacar MR), AU diduga melakukan tindak asusila dengan memegang beberapa bagian sensitif tubuh korban.
"Y yang merupakan pacar saya bilang ke neneknya. Neneknya lalu laporan sehingga pak ustaz diamankan," ujar MR.
Belum diketahui soal tindakan AU kepada korban-korban lainnya. Polisi terus mendalami dan mengembangkan perkara ini. "Kasusnya sudah dilimpahkan ke Polres Sukabumi," kata Kapolsek Ciracap Iptu Dudung A Jamin melalui Kanit Reskrim Aipda Jimmy Agung.
Kasatreskrim Polres Sukabumi AKP Ali Jupri mengatakan AU sedang diperiksa lebih lanjut. "Benar, pelakunya itu ustaz yang merupakan pimpinan pondok. Telah kami amankan dan sedang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," kata dia, Jumat lalu.
"Kalau yang sudah kami periksa yaitu pelapor yang merupakan ibu kandung korban. Lima orang korban (diperiksa), dua orang saksi, dan pelaku," katanya. "Hasil pemeriksaan korban, saksi, dan pelaku, bahwa benar telah adanya dugaan tindak pidana perbuatan cabul yang dilakukan oleh pelaku (ustaz). Korban sebanyak lima orang yang merupakan santriwati di ponpes tersebut," ujar Jupri.
Pernyataan Jupri belum diperbaharui dengan fakta adanya korban santri, salah satunya MR.