SUKABUMIUPDATE.com - Bupati Sukabumi Marwan Hamami angkat bicara terkait kendala dalam pembangunan hunian tetap (huntap) bagi ratusan warga penyintas bencana pergerakan tanah di wilayah Kedusunan Ciherang, Desa Cijangkar dan Desa Mekarsari, Kecamatan Nyalindung.
Menurut Marwan, kendala pembangunan huntap tersebut ada pada persoalan administrasi berupa pembayaran ganti rugi lahan yang merupakan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.
“(Pemkab) belum bisa (bayar ganti rugi lahan) karena PTPN hanya regulator dan pemilik itu (Kementerian) BUMN. Jadi saya sudah mengkomunikasikan dengan menko, dengan mendagri, dengan semua (katanya) tunggu saja surat BUMN, membolehkan atau tidak,” kata Marwan kepada awak media Rabu (31/1/2024).
Menurut Marwan, lahan yang disiapkan untuk huntap tersebut mulanya berstatus Hak Guna Usaha (HGU) Perhutani, namun ternyata sudah lama habis masa berlakunya sehingga otomatis jadi aset negara.
Baca Juga: 3 Tahun Pergerakan Tanah di Ciherang Sukabumi, Penyintas Dambakan Hunian Tetap
Ia bahkan mengaku sudah berkomunikasi dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) terkait permasalahan lahan ini. Dan menekankan pentingnya mengikuti proses dan aturan yang berlaku.
“Pak kejari yang mengingatkan jangan sampai istilahnya jeruk makan jeruk. Ini tanah negara piraku kudu (masa harus) dibayar ku negara,” tuturnya.
Oleh karena itu Bupati Marwan menegaskan bahwa hingga saat ini pihaknya menunggu surat resmi dari Kementerian BUMN untuk menentukan langkah selanjutnya.
Lebih lanjut Marwan juga memastikan bahwa anggaran untuk pembebasan lahan untuk pembangunan huntap yang berlokasi di Kampung Baru Cibuluh, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung itu masih utuh dan akan dibayarkan ke PTPN VIII setelah ada surat resmi dari Kementerian BUMN.
"Inilah uang pemerintah, kalau duit saya bisa aja kasih, soalnya gak ada aturan kalau uang pribadi. Tapi kalau menyangkut uang pemerintah tahapannya harus diikuti, kalau tidak bermasalah," tuturnya.
"Itu yang harus dipahami, bukan kita memperlambat, tapi aturan tadi, prosesnya kita ikuti, jangan sampai membantu orang misalnya, malah kena masalah hukum," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, sudah hampir tiga tahun lamanya, warga terdampak pergerakan tanah di kaki perbukitan Gunung Beser, Dusun Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi hidup dalam bayang-bayang bencana sehingga meminta kepastian pemerintah dalam pembangunan hunian tetap.
Dikutip dari portal BNPB, bencana pergerakan tanah ini mulanya dilaporkan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukabumi pada 13 Desember 2020.
Pergerakan tanah kemudian mulai berdampak serius pada 4 Februari 2021. Hujan deras yang terus terjadi memicu pergerakan tanah yang merusak banyak rumah warga, saat itu Ciherang 168 jiwa mengungsi.
BPBD Kabupaten Sukabumi saat itu kemudian menetapkan status Tanggap Darurat Bencana (TDB) selama sepekan pada 4 hingga 10 Februari 2021.