SUKABUMIUPDATE.com - Teluk Palabuhanratu di selatan Kabupaten Sukabumi tidak pernah sepi peminat. Menjelang malam pergantian tahun kemarin, tepatnya Minggu, 31 Desember 2023, belasan ribu kendaraan wisatawan masuk ke sejumlah objek wisata pantai di kawasan ini untuk merayakan tahun baru 2024.
Menarik jika ditarik ke belakang, bagaimana Palabuhanratu adalah area yang mengalami pasang surut pertumbuhan sejak masa kolonial. Wilayah yang kini menjadi satu dari delapan kecamatan di kawasan Ciletuh-Palabuhanratu UNESCO Global Geopark (CPUGGp) ini awalnya pantai sepi dengan penduduk tergolong miskin.
Baru pada 1858 dan 1859, bertahap Palabuhanratu dibuka untuk perdagangan internasional sehingga pertumbuhan ekonomi cukup ramai. Penjelasan ini diungkapkan pengamat sejarah Sukabumi Irman Firmansyah kepada sukabumiupdate.com beberapa waktu lalu.
Irman menyebut salah satu faktor pendukung perkembangan ekonomi di Palabuhanratu saat itu adalah keberadaan jalan gula: jalur pengiriman komoditas dari Jampang, termasuk gula, yang dibawa masyarakat ke Palabuhanratu untuk dikirim melalui kapal ke banyak daerah. Mirip jalan sutra sebagai jalur internasional beragam komoditas di Asia.
Baca Juga: Ketika Laut Sukabumi Jadi Tempat Transit Imigran Gelap Menuju Pulau Christmas
Tak heran, pada 1862 Palabuhanratu dinobatkan sebagai Kota Pantai melalui Staatsblad Nomor 33/1862 dengan ciri gedung-gedung kantor urusan perdagangan dan keuangan serta gudang-gudang milik pemerintah dan swasta. Staatsblad (Het Staatsblad van Nederlandsch-Indie atau disebut Het Staatsblad van Indonesie) merupakan lembaran kertas yang berisi aneka peraturan resmi dari pemerintah yang mempunyai tahun penerbitan dan nomor urut.
"Namun seiring perkembangan pembangunan kereta api di pulau Jawa, aktivitas di Palabuhanratu dihentikan beriringan dengan penutupan teluk Palabuhanratu untuk perdagangan internasional pada 1875. Pengiriman komoditas pun mulai menggunakan jalur darat seiring dibangunnya jalan kereta api ke Sukabumi sejak 1882," kata Irman yang juga penulis buku "Soekaboemi the Untold Story".
Atas kondisi itu, pertumbuhan ekonomi menurun drastis sehingga menimbulkan gagasan dari warga Belanda bernama RA Eekhout yang bekerja sama dengan keluarga Gentis dan membuat Kota Resort Internasional Bernama Gentisville pada 1902. Setahun sebelumnya, Eekhout sudah berhasil mendorong pembukaan pelabuhan untuk kapal Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM). Ini merupakan bagian dari rencana pengembangan Kota Resort.
Selain keindahan pantai dan air panasnya, Gentisville menawarkan hotel mewah, perumahan mewah, kendaraan, termasuk hiburan. Namun Proyek ini gagal akibat kebakaran dan kasus perampokan di Batavia yang dilakukan keluarga Gentis. Sejak itu Palabuhanratu kembali sepi.
Eeekhout masih berupaya mengangkat perekonomian Palabuhanratu dengan rencana pembangunan jalur kereta api Cibadak-Palabuhanratu, bahkan berlanjut hingga Ciletuh, Agrabinta, sampai ke Bandung. "Tapi, upaya itu juga buntu hingga Jepang masuk ke Palabuhanratu," kata Irman yang kini sebagai Ketua Yayasan Dapuran Kipahare.
Pascakemerdekaan, Palabuhanratu hanya menjadi lokasi wisata yang terbilang sulit karena jalan kurang layak. Tetapi, satu tokoh yang tertarik dengan Palabuhanratu saat itu adalah presiden pertama Republik Indonesia Ir Soekarno atau Bung karno.
Konon, Bung Karno mempunyai hubungan mistis dengan Palabuhanratu maupun simbolnya seperti Nyi Roro Kidul. Sebab seringnya mengunjungi Palabuhanratu, terutama dengan salah satu istrinya yaitu Siti Suhartini atau Hartini, Bung Karno memahami betul persoalan ekonomi di Palabuhanratu.
Irman menyebut sering kali pada sore hari Bung Karno melihat nelayan beraktivitas melaut dan menjadi bahan perenungan bagaimana mengangkat perekonomian kembali wilayah ini.
Bung Karno kemudian memutuskan membangun sebuah hotel modern dan megah pada masanya menggunakan pampasan perang dari Jepang. Agaknya Bung karno terinspirasi dengan perkembangan kota-kota dunia yang mengombinasikan pariwisata dan judi seperti Las Vegas di Amerika Serikat.
Kota Judi berjuluk "Sin City" itu tengah mengalami perkembangan besar pada dekade 1950-1960-an dan mendapat pendapatan yang fantastis dari kasino-kasinonya. Pariwisata dan judi seolah menjadi bensin pertumbuhan ekonomi. Hal yang sama terjadi pada Macau dan Singapura pascakeruntuhan Bung Karno.
Pada 1962 pembangunan hotel dimulai di Palabuhanratu. Hotel ini dibangun di atas tanah 60 hektare termasuk lahan pembuatan lapangan golf seluas 34,5 hektare. Tinggi bangunannya 32 meter, panjang 100 meter, lebar 13 meter, dan letak bangunannya memanjang dari timur ke barat, bertulang beton dan menghadap Samudra Hindia.
Baca Juga: Maut di Laut Sukabumi
Prediksi Bung karno, hotel ini akan banyak dikunjungi wisatawan dari luar Sukabumi. Bung Karno juga menyiapkan landasan helikopter untuk mengatasi persoalan akses darat yang sulit.
Target keberadaan hotel itu adalah orang-orang kaya supaya menghabiskan uangnya di Palabuhanratu. Untuk memancingnya tidak tanggung-tanggung, Bung Karno menyiapkan ruangan seluas 20x8 meter di lantai delapan hotel sebagai ruang kasino yang disebut Domino Room, nama salah satu permainan yang disukai Bung Karno. Dia juga berencana membuat pelabuhan untuk kapal pesiar yang membawa tamu dari luar negeri ke tempat tersebut.
"Bung Karno bercita-cita orang-orang dari negeri tetangga memilih tempat ini untuk berjudi, tidak perlu jauh-jauh ke Las Vegas," ujar Irman.
Secara teori maksud Bung karno itu tidak keliru karena faktanya perjudian ibarat spons yang bisa mengisap uang dengan cepat. Ini juga yang di kemudian hari menjadi strategi Ali Sadikin untuk membangun Jakarta.
Namun, angan-angan Bung karno itu banyak mendapatkan penolakan, terutama dari kalangan Islam, di antaranya Gasbiindo (Gabungan Serikat Buruh Islam Indonesia) dan PII (Pelajar Islam Indonesia). Mereka menentang keras melalui pernyataan resminya mendesak untuk mencabut izin perjudian di Domino Samudea Beach Hotel Palabuhanratu.
Kondisi politik saat itu memang sedang panas akibat gejolak politik internal Indonesia, ditambah suasana politik yang sedang menentang praktik kebudayaan barat yang salah satunya adalah judi.
Hingga pada akhirnya Bung karno mengalah dengan membatalkan kegiatan perjudian itu, bahkan melalui SK Presiden atau Keputusan Presiden Nomor 133 Tahun 1965 tentang Pernyataan Permainan Lotre Buntut Sebagai Kegiatan Subversi. Termasuk musik Ngak-Ngik-Ngok sebagai hal yang terlarang dan merusak mental bangsa.
"Hingga peresmiannya pada 1966, ruang kasino itu tidak digunakan untuk perjudian, hanya untuk permainan biasa sebagai hiburan," kata Irman.
Meskipun begitu, prediksi Bung karno tidak meleset. Pada masa awal pembukaan, banyak orang kaya yang ingin datang ke Palabuhanratu dan menginap di hotel ini menggunakan helikopter yang hanya membutuhkan waktu 30 menit dibanding jalan darat yang hampir empat jam dari Jakarta. Bahkan sebagian lagi rela menyewa pesawat kecil melalui lapangan terbang Rawakalong yang dimiliki Angkatan Laut.
Perkembangan awal yang kemudian hari disambut pembukaan lapangan terbang Palabuhanratu oleh Pertamina Bersama Pelita Air pada saat booming minyak. Namun masa itu kemudian surut kembali seiring turunnya harga minyak dan kurang efisiennya transportasi udara.
"Kini kita masih berharap pembukaan akses yang lebih luas untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Palabuhanratu karena sudah diketahui jalur darat sering memiliki persoalan terhambatnya akses baik karena jalan rusak maupun pergerakan tanah," ujar Irman.
Dalam sumber lain, Samudra Beach Hotel adalah Badan Usaha Milik Negara atau BUMN yang dibangun pada 1962 dan selesai akhir 1965, tiga bulan lebih cepat dari waktu yang telah direncanakan. Sementara yang belum selesai adalah pembangunan restoran terapung di depan hotel.
Biaya pembangunan hotel ini adalah dari dana pampasan perang Jepang sebesar Rp 660 milyard (uang rupiah lama) dan pelaksana pembangunannya PN Pembangunan Perumahan dari Indonesia dan Taisei Kanko Kabushiki Kaisha Ltd dari Jepang.
Bisikan Dukun
Ada kisah unik mengenai alasan pembangunan Samudra Beach Hotel. Dalam buku "Sukarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan Sebelum Prahara Politik 1961-1965", oleh Rosihan Anwar disebutkan bahwa menurut Dewan Pariwisata Indonesia, pendirian hotel internasional di Palabuhanratu tidak tepat dan tidak mendesak.
Tetapi, Bung Karno bersikeras memerintahkan pembangunan hotel di sana atas masukan (bisikan) seorang dukun di Cikotok, Banten. Bung Karno tidak enak karena sang dukun sering diminta nasihat olehnya sehingga muncul perintah pembangunan tersebut karena dukun dengan jelas meminta sebuah hotel didirikan di Palabuhanratu.
"Konon, pada 1960, sang dukun mendengar suara Nyi Roro Kidul yang menyuruhnya datang ke Palabuhanratu bersama teman-temannya. Persis lokasi Samudra Beach Hotel sekarang berdiri. Saat itu ada warung kecil. Ketika melewati warung tersebut Sang Ratu Kidul berbisik kepada mereka, “berhenti di sini!”," ujar Irman.
Penjaga warung adalah lelaki tua yang terlihat tidak terkejut saat melihat dukun dan teman-temannya. Penjaga warung itu menyebutkan bahwa tiga hari sebelumnya, Nyi Roro Kidul memberi tahu dia bahwa sang dukun dan rekannya akan datang. Si penjaga warung juga menjelaskan tempat tersebut adalah favorit sang ratu dan sering datang ke sana seolah-olah memberi tanda.
"Entah benar atau tidak kisah tersebut, yang jelas pembangunan hotel ini memang bukan didasari nilai ekonomis, tapi lebih ideologis untuk menunjukkan kehebatan bangsa kita yang sudah mampu membuat hotel bertaraf internasional di tempat terpencil. Tentunya Bung Karno punya rencana lain juga yaitu memajukan Palabuhanratu sebagai salah satu potensi wisata yang cukup besar pada masanya," kata Irman yang menuliskan kisah ini di bukunya "Menyusuri Sejarah Palabuhanratu".