SUKABUMIUPDATE.com - Warga dua desa di Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Cikembar menolak terhadap rencana eksplorasi pertambangan di kawasan Gunung Kate.
Mereka mendorong Izin Usaha Pertambangan milik PT Surya Alam Sukabumi (SAS) di kawasan tersebut dibatalkan. Selain karena administrasi perizinannya dinilai cacat, warga juga menilai dampak lingkungan dari aktivitas pertambangan bisa merusak Sumber Daya Alam (SDA) hingga cagar budaya di bukit yang berada di Desa Cikembar dan Bojongkembar tersebut.
"Sebetulnya bukan masalah administratif seperti itu saja, tapi permasalahan intinya bagi kami yaitu gunung ini merupakan satu-satunya gunung yang masih tersisa di Kecamatan Cikembar," ujar Saulus Marinus Selan (48 tahun) warga Desa Cikembar kepada sukabumiupdate.com Senin (25/12/2023).
Menurut Saulus, adanya maladministrasi yang dilakukan perusahaan yakni berupa ketidaksesuaian data dari izin usaha pertambangan yang diterbitkan oleh Kementerian dan Dinas ESDM Provinsi Jabar pada tahun 2021, dengan rekomendasi yang dikeluarkan Pemerintah Kecamatan pada tahun 2022.
Baca Juga: Wakil Ketua DPRD Minta Pemda Respons Penolakan Tambang di Cikembar Sukabumi
"Setelah kita mempelajari izin tersebut, kok ini ada perbedaan luasan tambang yang diizinkan, 26,20 hektare yang dikeluarkan oleh WIUP Kementrian dan IUP dari Dinas ESDM Provinsi. Tapi rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kecamatan luasannya 10,45 hektare," kata dia.
"Terus jenis batuannya berdasarkan WIUP maupun IUP eksplorasi itu Peridotit tapi yang dikeluarkan oleh kecamatan itu ziolit," sambungnya.
Terlebih menurutnya, jika usaha pertambangan itu tetap dilaksanakan, dampak kerusakan lingkungan akan banyak dirasakan oleh warga sekitar, mengingat di kawasan kaki Gunung Kate tersebut merupakan sentra penghasil buah manggis.
"Ya kalau misalkan nanti tetap dipaksakan untuk terjadinya usaha pertambangan di Gunung Kate ini sudah jelas, hutan ini akan rusak, alamnya akan rusak, di hutan itu kan ada lima mata air, yang dua masih aktif dan dipake oleh masyarakat saat kemarau dan yang satu lagi untuk keperluan pertanian," ungkapnya.
"Selain kami menganggap ini adalah gunung satu-satunya, kami juga menganggap ini sebagai paru-parunya warga se Kecamatan Cikembar, di sekitaran gunung itu kan ada kebun manggis yang nilai ekspornya juga tidak main-main dan sudah menjadi ikonnya khususnya untuk Desa Bojongkembar," tambahnya.
Tak hanya itu, kata Saulus, flora fauna hingga patilasan Bah Kate yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai objek diduga cagar budaya melalui penelitian pun dianggapnya terancam lenyap. Mengingat, luas lahan keseluruhan Gunung Kate hanya sekitar 30 hektare sedangkan lahan yang direncanakan akan digunakan untuk pertambangan seluas 26,20 hektare.
"Selain mata air, kalau di hutan itu kan sudah jelas pasti ada flora dan faunanya, di sana jadi habitat elang atau aneka burung terus monyet ekor panjang, terus dari floranya juga disitu banyak tumbungan anggrek dan jenis tumbuhan langka lainnya," ujar dia.
"Jadi kalau memang gunung ini dipaksakan untuk menjadi area pertambangan, selain hutannya rusak mata airnya juga rusak, Flora Faunanya hilang termasuk fakta sejarahnya juga akan hilang," pungkasnya.