SUKABUMIUPATE.com - Permberontakan Gerakan 30 September 1965 atau G30SPKI merupakan sejarah kelam bangsa Indonesia. Dalam peristiwa tersebut tujuh Jendral Militer dan satu perwira Indonesia beserta beberapa orang lainnya terbunuh dalam suatu usaha kudeta.
Pemberontakan tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran Sjam Kamaruzaman, sosok yang pada waktu itu menjabat pimpinan Biro Khusus PKI. Ia disebut menjadi kunci dalam merancang skenario pemberontakan.
Kepala Riset dan Kesejarahan Soekaboemi Heritages, Irman Sufi Firmansyah mengungkap salah satu skenario yang dirancang Sjam Kamaruzaman adalah bagaimana ia menyipkan strategi mundur jika pemberontakan PKI dalam upaya kudeta tersebut gagal.
Baca Juga: Merusak Harga, Praktik Curang TikTok yang Bikin Geram Pemerintah dan Pedagang
Menurut Kang Irman, Biro Khusus Sentral PKI yang dipimpin Sjam Kamaruzaman telah menetapkan tiga basis wilayah untuk mempersiapkan jika situasi buruk menimpa PKI.
“Sukabumi juga menjadi bagian dari skenario besar pemberontakan yang diatur Sjam Kamaruzaman. Jika pemberontakan gagal maka ada 3 basis pengunduran yaitu Sukabumi Selatan, Merapi Merbabu Complex dan Blitar Selatan,” tulis Irman yang juga menjabat ketua Yayasan Dapuran Kipahare seperti dikutip sukabumiupdate.com, pada Septem 2018 lalu.
Sementara di Jakarta dimunculkan isu Dewan Jenderal yang akan melakukan makar terhadap pemerintah. Upaya ini dilakukan seolah untuk menutupi rencana besar PKI. Isu hoax pun akhirnya terbukti dengan pecahnya pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 dengan dibunuhnya para Jendral,” tegasnya.
Baca Juga: Pandawara Ajak Bersihkan Pantai Loji Sukabumi, Sebut Terkotor No 4 di Indonesia
Situasi Sukabumi saat itu sambung Irman tidak ada gejolak apapun. Tanggal 30 september malam kota hanya sempat ada pemadaman, sementara di sekolah kepolisian sedang melakukan hiburan sesudah pelantikan siswi polwan di siang harinya.
“Seorang petinggi Polri pusat saat itu berada di Sukabumi, yaitu Sucipto Judodiharjo. Ia berangkat dari Jakarta pukul 10 malam. Keesokan harinya baru kehebohan terjadi sesudah ada berita dari radio tentang pemberontakan PKI. Jendral sucipto kemudian dipanggil Bung Karno dan terbang dengan helikopter dari Sukabumi ke Jakarta,” tulis Irman dalam narasi tersebut.
Kondisi mulai berbalik, seminggu kemudian pentolan serikat buruh ditangkap. Pada tanggal 15 Oktober 1965 pimpinan PKI Kota dan Kabupaten Sukabumi menyatakan tidak terlibat dalam pemberontakan di Jakarta kemudian PKI dan beberapa organisasi underbouw PKI di Sukabumi seperti SOBSI, SBPP, Pemuda Rakyat dan Gerwani dan lainnya beserta anak cabangnya menyatakan membubarkan diri.
Baca Juga: ASN di Sukabumi akan Ditindak Jika Ketahuan Like Komen di Medsos Terkait Pemilu
Sayang hal tersebut tidak membendung terjadinya kemarahan masyarakat. Apalagi tanggal 31 Oktober 1965, 20 orang pentolan PKI yang dilatih di lubang buaya tertangkap di Sukabumi beserta beberapa dokumen yang menyebutkan rencana pemberontakan serta para tokohnya. Tak ayal kemudian banyak pentolan PKI di Sukabumi dihabisi, diantaranya ketua Cisarua Baros dibunuh massa.
Sebuah organisasi lokal bernama Santjang Lumaku akhirnya membubarkan diri karena anggotanya banyak yang terlibat dalam kegiatan PKI. Dalam rangka gerakan pembersihan di Kota Sukabumi, kemudian dilancarkan razia di seluruh kota.
Situasi Sukabumi saat itu tidak kondusif dimana banyak terjadi aksi pembunuhan balas dendam maupun pencidukan oleh aparat terhadap orang yang ditengarai terlibat PKI.
Baca Juga: Keindahan Pantai Cemara Cipanglay, Wisata Pesisir Nan Sejuk di Cianjur Selatan
“Mereka dikumpulkan di gedung juang dan di kantor-kantor desa, sebagian diadili, ada yang dilepaskan ada juga yang dieksekusi. Pangleseran termasuk tempat yang terbanyak penangkapan kader PKI. Bahkan konon sungai di Wangunreja sempat memerah karena dilakukan beberapa eksekusi disitu,” sambung Irman.
Tempat lainnya sekitar perkebunan di Cikidang dan di Kalapanunggal. Ibrahim Adjie, Panglima Divisi Siliwangi waktu itu, meminta kepada Soeharto agar penanganan Jawa Barat diserahkan kepada Siliwangi dan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) tidak perlu masuk.
Soeharto mengabulkan, Adjie menginstruksikan bahwa mereka yang dituding terlibat PKI itu ditangkapi saja, jangan dibunuh karena mereka kebanyakan cuma rakyat kecil biasa.
Baca Juga: 13 Cara Orang Tua Memberikan Motivasi Kepada Anak Agar Rajin Belajar
Akhirnya para anggota komunis itu dipekerjakan di beberapa tempat tanpa dibayar, salah satunya di pabrik genteng di Gunungguruh dekat Karang Para, “pabrik ini dijadikan tempat para tahanan politik yang kesalahannya ringan dan dipekerjakan oleh tentara.”
Menurut Irman, meskipun tidak kondusif tapi Sukabumi juga menjadi tempat persembunyian para tokoh PKI.
Mahrus Irsyan menyatakan bahwa Aidit sebelum lari ke Jawa sempat bersembunyi di Sukabumi.
Selain itu pentolan PKI yang tertangkap di Sukabumi adalah Sumiyarsih Caropeboka seorang dokter yang disebut dokter lubang buaya. Dia bersembunyi di wilayah utara sukabumi di rumah seorang mantri kesehatan.
Disitu juga berkumpul bekas mahasiswa, tentara dan mantan pejabat yang dipecat dan mengalami nasib sama dikejar-kejar pasukan TNI.
Baca Juga: Ratusan Mahasiswa-Petani Unjuk Rasa Tuntut Realisasi 4 Titik LPRA di Sukabumi
Pada tanggal 2 Mei 1967, mereka digerebek oleh sekelompok orang yang tergabung dalam operasi djaring AKRI bekerjasama dengan Komando Reserse (Komres) AKRI Sukabumi.
Sementara suaminya Sjarif Caropeboka berhasil kabur meskipun akhirnya tertangkap juga bersama seseorang berinisial ‘J’ di jalan Ciaul batas no K-111/RT.6/RK.3/Sukabumi di dalam sebuah kendaraan.
Pada akhirnya pemberontakan berhasil dipadamkan, gerakan PKI yang masih terus melakukan perlawanan diantaranya di Merapi Merbabu Complex dan terakhir berlangsung sampai tahun 1968 adalah di Blitar Selatan.
“Sukabumi sendiri tidak ada gerakan apapun karena masyarakat bersama-sama membantu aparat yang tergabung dalam AKRI memburu para kader komunis. Berakhirlah kisah kaum komunis, walaupun peristiwa ini juga menimbulkan banyak luka. Diluar apakah isu tersebut hoax atau bukan, kewaspadaan tetap diperlukan. Sejarah mencatat pola PKI yang melakukan infiltrasi untuk memecah belah bangsa, melakukan propaganda untuk membalikan fakta, menguasai media bahkan aparat,” tulis Irman.
Baca Juga: Fenomena Supermoon Terakhir 2023 Hiasi Langit Malam 29 September
“Kaum radikal ini selalu masuk dengan cara halus yaitu pemikiran dan ideologi, mereka akan sangat cair disaat lemah dan masuk ke semua lini masyarakat. Namun saat kuat, disitulah terlihat motif yang sebenarnya yaitu mengganti ideologi Pancasila dengan Ideologi lain. Bangsa ini sudah mengalami berbagai pengalaman manis dan pahit terkait kebhinekaan. Semuanya menjadi pelajaran yang bisa diambil hikmah. Sudah bukan saatnya lagi gontok-gontokan, tetapi bersatu menentang segala upaya yang bermaksud menghancurkan negeri dan mengganti ideologi yang sudah kita sepakati,” pungkasnya.
Mengenal Sjam Kamaruzaman
Sjam Kamaruzaman (30 April 1924 – 30 September 1986) atau juga dikenal Kamaruzaman bin Achmad Mubaidah dan Sjam, adalah anggota kunci dari Partai Komunis Indonesia yang telah dieksekusi karena bagian daripada kudeta 1965 yang lebih dikenal sebagai peristiwa Gerakan 30 September.
Menurut kesaksian di ruang sidangnya di pengadilan karena terlibat dalam Gerakan 30 September, Sjam lahir di Tuban, Jawa Timur pada tahun 1924. Dia mengenyam pendidikan di sekolah dasar, sekolah menengah dan kemudian sekolah agronomi di Surabaya.
Baca Juga: Lirik Lagu ‘Bersama Garuda’ - Wika Salim, Theme Song untuk Piala Dunia U-17
Dia adalah anggota dari kelompok Pathuk, pemuda yang melawan Jepang di sekitar distrik Pathuk Yogyakarta. Dia berpartisipasi dalam serangan terhadap kantor pemerintah Jepang utama yang berada di Yogyakarta pada September 1945 ketika kelompoknya menurunkan bendera Jepang dan menaikkan bendera Indonesia merah putih.
Pada tahun 1947 pemimpin Partai Sosialis mengirim lima pemuda, termasuk Sjam, ke Jakarta untuk membantu para pejabat republik menyelundupkan perbekalan dan uang ke Yogyakarta, pada saat menjadi ibu kota Indonesia. Setibanya di Jakarta, Sjam menghubungi pejabat republik.
Sjam bekerja di Departemen Informasi dan tinggal di Jalan Guntur. Dia bertemu dengan orang-orang yang telah belajar di Belanda dan belajar Marxisme-Leninisme seminggu sekali. Sjam adalah seorang PNS tahun 1947-1948, dan mengorganisir persatuan buruh pada periode 1948-1950.
Baca Juga: Sinopsis dan Daftar Pemain Film Di Ambang Kematian yang Sudah Tayang di Bioskop
Bersama dengan empat anggota kelompok lainnya, Sjam bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1949, kemudian bergabung dengan bagian militer dari Departemen Organisasi PKI pada tahun 1950-an. Dia memiliki sejumlah besar kontak di militer yang dia dikenal dalam kelompok Pathuk.
Pada tahun 1964, Sjam, diangkat menjadi kepala Biro Khusus PKI. Ini terdiri dari lima laki-laki: Sjam sendiri, Pono (Supono Marsudidjojo), asisten Sjam, Bono, Wandi dan Hamim. Tiga orang pertama memiliki tugas menghubungi personil militer untuk mengumpulkan informasi.
Dalam PKI, hanya Aidit dan beberapa anggota senior partai mengetahui keberadaan Biro Khusus, dan sejumlah langkah diambil untuk menjamin kerahasiaan yang dipertahankan. Untuk orang luar, Sjam, Pono dan Bono tampaknya menjadi mata-mata militer.
Baca Juga: Pertanian Mengering, Warga Cibitung Sukabumi Gelar Salat Istisqa
Menurut kesaksian Sjam di jejaknya, pada pertengahan 1965, Biro Khusus PKI di bawah Sjam telah cukup sukses menyusup ke militer, dan dalam kontak yang teratur dengan ratusan petugas.