SUKABUMIUPDATE.com - Hutan Cagar Alam Cibanteng dan Suaka Margasatwa Cikepuh merupakan dua wilayah yang yang termasuk pada kawasan Geopark Ciletuh Palabuhanratu Sukabumi. Batas-batas kedua tempat tersebut meliputi; Desa Mandrajaya, Desa Cibenda, Desa Sidamulya Kecamatan Ciemas, dan Desa Gunungbatu, Desa Pangumbahan di Kecamatan Ciracap.
Kawasan Suaka Margasatwa Cikepuh dan Cagar Alam Cibanteng dengan luas 8.570,05 hektar. Selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, juga dikenal banyak menyimpan cerita angker.
Kepala Desa Cibenda Kecamatan Ciemas, Adi Rizwan menceritakan bagaimana keadaan di masa lalu dari kedua tempat tersebut.
Baca Juga: Pabrik Tempe Azaki Terbesar di Dunia, Diresmikan Duta Besar Amerika di Bogor Jabar
"Sekitar tahun 1980, jarang sekali ada warga yang bisa masuk ke wilayah Cagar Alam Cibanteng maupun Suaka Margasatwa Cikepuh. Bukan karena dilarang petugas petugas, akan tetapi yang masuk ke kawasan hutan tersebut banyak yang tersesat dan tidak bisa pulang," kata Kades kepada Sukabumiupdate.com, Selasa (26/9/2023).
Adi Rizawan yang baru saja terpilih kembali dalam Pilkades serentak dua hari lalu itu mengatakan bahwa sebelum Desa Cibenda dimekarkan menjadi dua desa, yakni Desa Mandrajaya, ia sudah mengenal kawasan hutan tersebut pada usia SD kelas 5, saat itu sering diajak sama orang tuanya (almarhum bapak Adah Dahlan).
Almarhum Adah Dahlan, tutur Kades, merupakan mantan Kepala BKSDA Cagar Alam Cibanteng dan Suaka Margasatwa Cikepuh selama hampir 25 tahun.
Baca Juga: Tekan Angka Pelanggaran Lalu Lintas, Polisi Bakal Terapkan Sistem Poin SIM
"Saat menjalankan tugas, terutama saat masuk kedalam hutan, almarhum sering ditemani sama seorang kasepuhan bernama Ki Hori, saat itu usianya sudah mencapai 100 tahun. Dia yang tahu seluk beluk hutan, sebagai petunjuk jalan, dan bisa menaklukan binatang buas," ucapnya.
Menurut Kades, dulu sering terjadi warga setempat dan warga luar yang tersesat saat mereka masuk hutan dan tidak bisa pulang. Maka Ki Hori lah yang membukakan jalan.
Selain itu, sambung Kades, hutan Cibanteng menjadi tempat populasi Banteng saat itu. Banyak kerbau warga yang bercampur dan berkumpul dengan Banteng-banteng itu. Namun bedanya kalau kerbau sudah mengetahui saat harus pulang ketempat diluar kawasan hutan atau sampalan.
Baca Juga: Keren! Lagu Vagetoz “Sholat” Masuk Nominasi AMI Awards 2023
Adi mengatakan almarhum bapaknya sebagai petugas BKSDA waktu itu memiliki catatan berapa banyak banteng jantan, betina, anaknya, bahkan sampai yang bunting.
"Yang saya ingat ada 500 banteng yang tercatat, komplit dengan namanya. Almarhum tiap hari harus mengecek, karena memang tidak luput dari para pemburu pemburu. Kendati tiap hari diburu, namun bisa dihitung yang bisa ditangkap, paling satu tahun hanya 5 ekor," ungkapnya.
Itupun tidak lepas dari perintah Ki Hori. Ya, tergantung tiap tahun mau dikeluarkan berapa, terkadang tidak bisa ditangkap, walau tiap hari diburu. "Ki Hori, merupakan kuncen Cagar Alam Cibanteng dan Suaka Margasatwa Cikepuh, meninggal pada usia 100 lebih, sebelum meninggal orang tua kami," imbuhnya.
Baca Juga: Pertama di Indonesia, 8 Kecamatan di Kabupaten Sukabumi Deklarasi Tangguh Bencana
Konon katanya, ucap Kades, salah satu kesaktian Ki Hori adalah ketika memanggil kerbau itu hanya dengan membakar kemenyan. "Begitupun ketika membuka jalan ketika ada orang tersesat di hutan cibanteng," kata dia.
Terkait dengan keberadaan kerbau di Cagar Alam Cibanteng dan Suaka Margasatwa Cikepuh memang bukan sekarang saja. "Sudah zaman dahulu sudah ada bersama Banteng banteng tersebut, bahkan ada yang tidak pernah pulang, ikut bersama kawanan banteng," pungkasnya.