SUKABUMIUPDATE.com - Tanaman turubuk seluas kurang lebih 200 meter persegi milik petani penggarap di lahan Eks HGU PT. Djaya Perkebunan Sinduagung di Kampung Cinunjang Desa Bantaragung, Kecamatan Jampangtengah, Kabupaten Sukabumi, habis dibabat. Petani menyebut kerusakannya tidak natural atau seperti sengaja dirusak.
"Pengrusakan terjadi pada minggu kemarin, pada tanaman turubuk milik saya dan warga lainnya, dengan luas sekitar 200 meter," kata petani setempat berinisial IJ (45 tahun) kepada sukabumiupdate.com, Kamis (21/9/2023).
Menurut IJ, pengrusakan tanaman ini diduga oleh pihak yang mengatasnamakan tim Program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) yang dibentuk Pemdes setempat yang tengah melakukan pengukuran penyisihan HGU PT. Djaya Perkebunan Sinduagung.
“Tanaman memang tidak luas, sekarang sebagian habis dibabat. Waktu dibabat tidak tahu siapa yang melakukannya, karena saat mengecek sudah tidak ada siapa siapa. Tapi ada informasi dugaannya yang membabat adalah tim Tora," ungkapnya.
Baca Juga: Catatan Sekda Sukabumi Soal Perpanjangan HGU Perkebunan Sindu Agung Djaya
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Desa Bantaragung, Mahmud membantah adanya aksi membabat tanaman milik petani atau warga oleh Tim Tora.
"Kami tegaskan itu tidak ada. Tim Tora cuma menarik tali tambang. Itu hanya pasang patok, dan tidak mungkin membabat tanaman petani," ujarnya singkat.
Sementara itu Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) Sukabumi, Rozak Daud menyesali tindakan pengrusakan terhadap tanaman milik warga oleh siapapun atau mengatasnamakan apapun dan dengan dalih apapun, termasuk dalih melakukan pengukuran lahan garapan.
"Karena yang punya kewenangan untuk melakukan pengukuran secara resmi adalah Badan Pertanahan Nasional bukan Pemerintah Desa atau Pemdes," tegas Rozak.
Menurut Rozak, desa boleh melakukan pemetaan sebagai data awal untuk membantu pekerjaan BPN, tugasnya adalah mencatat jumlah penggarap dan luasannya, setelah itu diserahkan ke negara melalui BPN untuk menata dan mengaturnya, bukan membagi luasan lahan oleh panitia dan merusak tanaman petani.
"Harusnya kalau merasa sebagai panitia ditingkat desa lebih bersikap bijaksana dan memuliakan tanaman, apalagi tanaman itu adalah sumber penghasilan masyarakat. Petani telah menanam dan merawat tinggal menunggu panen malah dirusak oleh panitia yang mengatasnamankan sebagai panitia Tora desa," terangnya.
Rozak menyebut perbuatan ini adalah perilaku arogansi yang ditunjukan oleh seorang yang merasa paling berkuasa. Perilaku seperti ini adalah malpraktek kekuasaan yang lalim dan tidak adil, karena power syndrom sehingga membuat rakyat menderita.
Berdasarkan surat Kantor Staf Kepresiden dan Menteri dalam Negeri, lanjut Rozak, lahan Eks HGU PT. Djaya Perkebunan Sinduagung adalah salah satu dari 137 lokasi prioritas penyelesaian konflik agraria di Indonesia, usulan organisasi petani,untuk PT. Djaya adalah usulan Serikat Petani Indonesia.
"Berdasarkan surat KSP ke Panglima TNI dan Kapolri, meminta untuk membantu perlindungan, kondusifitas lapangan serta mencegah terjadi kriminalisasi terhadap warga. Pengrusakan tanaman warga berdalih pengukuran oleh panitia desa adalah bentuk kriminalisasi terhadap petani," imbuhnya.