SUKABUMIUPDATE.com - Ciletuh Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi baru saja mempertahankan statusnya sebagai geopark dunia atau Unesco Global Geopark. Salah satu upaya untuk menjaga kelestarian alam CPUGG (Ciletuh Palabuhanratu Unesco Global geopark, Pemerintah Kabupaten Sukabumi bersama instansi terkait tengah mengkaji status hutan lindung untuk kawasan puncak buluh dan pasir piring.
Dua kawasan ini diketahui sebagai hulu dari banyak sungai yang melintasi pajampangan dan bermuara ke lautan pesisir selatan geopark ciletuh palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. Namun karena masih berstatus hutan produksi, banyak kegiatan ekonomi yang tak seiring sejalan dengan mempertahankan kelestarian hutan.
Pasir piring menjadi salah satu daerah yang terbilang ikonik di daerah selatan Kabupaten Sukabumi atau pajampangan. Sejatinya pasir piring ini merupakan kawasan Perhutani blok Hanjuang Barat di Desa Waluran Mandiri, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi.
Pertama kawasan Pasir Piring yang masuk daerah Pemangkuan Hutan (KRPH) Hanjuang Barat dikenal sebagai pintu masuk ke wilayah Pajampangan. Karena hutan ini mengapit jalan nasional, ruas Kiaradua - Jampangkulon Kabupaten Sukabumi.
Hutan Pasir Piring merupakan pintu masuk ke wilayah Pajampangan dari daerah Kiaradua Kecamatan Simpenan, maupun dari daerah Lengkong, Kecamatan Lengkong. Sebelum tahun 2010, ruas jalan tersebut dianggap sangat angker oleh pengguna jalan, selain hutan dengan pepohonan yang besar dan rimbun serta banyak juga cerita mistis terkait Pasir Piring.
Baca Juga: Banjir Bandang di Libya Tewaskan 2000 Orang, PBB Waspada Badai Daniel
Namun semua berubah, saat ini kawasan ini khususnya sepanjang jalan nasional ramai warung-warung yang buka 24 jam di sepanjang Pasir Piring. Hutan Pasir Piring adalah sumber kehidupan karena merupakan hulu Sungai Cilung yang aliran airnya mengalir ke Sungai Ciletuh, sumber air untuk kebutuhan sehari-hari warga dan pertanian.
Data dari Resort Pemangkuan Hutan (KRPH) Hanjuang Barat, mencatat luas kawasan hutan yang dikelola Perhutani di Hanjuang Barat mencapai 4.628,67 hektar. Tersebar di 4 kecamatan, yakni Waluran, Ciemas, Simpenan, serta Lengkong.
Blok Pasir Piring Hanjuang Barat, disebut banyak menyimpan sumber daya alam, terutama air dan sebagai hulu sungai. Tantangan kawasan ini sering dimasuki aktivitas tambang emas liar, yang berdampak pada kualitas air di hulu sungai.
Jika Pasir Piring adalah gerbang Pajampangan, maka kawasan hutan puncak buluh adalah jantungnya Pajampangan Sukabumi. Hutan ini masuk dalam Kawasan Perum Perhutani Hanjuang Selatan di Desa Karanganyar, Kecamatan Jampangkulon, Kabupaten Sukabumi. Puncak buluh adalah sumber resapan air utama dan menjadi hulu empat sungai yang mengalir di wilayah Pajampangan, yaitu sungai Cikarang, Cikaso, Ciletuh, dan Cibeureum.
Kawasan ini termasuk yang sering dilakukan upaya reboisasi atau penanaman karena fungsinya yang sangat vital bagi warga Pajampangan. Sama dengan kawasan Pasir Piring, status hutan produksi untuk Puncak Buluh menjadikan hutan tiba-tiba ‘gundul’ karena panen kayu dan aktivitas tambah emas ilegal.
Baca Juga: Tumbuh saat Kemarau, Resep Olah Gadung Jadi Keripik Khas Pajampangan Sukabumi
Pentingnya dua hutan ini bagi warga selatan Sukabumi khususnya kawasan Pajampangan, membuat pemerintah daerah tengah mengupayakan perubahan status. Dari hutan produksi menjadi hutan lindung.
Selasa, 12 September 2023, di ruang rapat Setda. Sekretaris Daerah Kabupaten Sukabumi Ade Suryaman, membuka seminar Sumber Daya Alam mengenai kajian kelayakan pasir piring dan puncak buluh menjadi hutan lindung.
Ini adalah salah satu langkah untuk mewujudkan pasir piring di Kecamatan Waluran dan Puncak Buluh Di Jampang kulon menjadi hutan lindung atau hutan konservasi.
" Seminar ini untuk mengekspos hasil kajian kelayakan ada dan tidaknya potensi perubahan fungsi kawasan hutan produksi menjadi kawasan hutan lindung/hutan konservasi yang ada di kawasan hutan pasir piring dan puncak buluh," jelas kabag SDA Setda, Prasetyo dalam seminar tersebut dikutip dari akun resmi Pemkab Sukabumi.
Sekda Kabupaten Sukabumi, Ade Suryaman dalam paparannya menyebut pelestarian hutan sangat perlu untuk menjaga ekosistem yang ada di hutan itu sendiri, maupun menghindari potensi bencana yang disebabkan oleh tidak terawatnya hutan.
Baca Juga: Aksi Spontan Sopir Tangki Perumdam TJM Jinakan Kobaran Api di Segog Sukabumi
“Banjir, longsor apalagi sekarang musim kemarau yang sudah mulai kekeringan, menjadi fokus kita," jelasnya.
Oleh karenanya, Ade berharap potensi perubahan fungsi kawasan hutan produksi untuk pasir piring dan puncak buluh menjadi kawasan lindung atau hutan konservasi bisa direalisasikan.
" Berdasarkan Hasil dari kajian ini mudah-mudahan nanti statusnya bisa ditingkatkan dari hutan produksi menjadi hutan lindung/ hutan konservasi," harapnya.
Hutan Lindung Menurut UU Kehutanan, atau Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, pengertian hutan lindung adalah: “Kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.”
Melansir rimbakita.com, hutan lindung memilih sejumlah fungsi dan manfaat, serta dampak positif yang akan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan ekosistem, antara lain:
-Mencegah banjir, bermanfaat untuk menyerap air hujan agar tidak turun langsung ke daerah bawahnya. Hutan memiliki kemampuan menampung air hujan sehingga dapat menjadi pengendali banjir yang efektif.
Baca Juga: Ciletuh Palabuhanratu Sukabumi Berhasil Pertahankan Status Global Geopark
-Menyimpan air tanah, memiliki kemampuan menyerap air, maka kawasan hutan juga dapat menjadi area simpanan air tanah yang bermanfaat ketika musim kemarau dan terhindar dari bencana kekeringan.
-Mencegah erosi dan longsor. Risiko erosi dan tanah longsor akan semakin meningkat jika suatu lahan memiliki tanah yang terbuka dan tidak adanya tutupan diatasnya. Selain itu, kawasan lereng pegunungan juga memiliki potensi longsor yang lebih besar jika tidak ada vegetasi di wilayah tersebut. Adanya hutan dapat meredam dan memperkuat struktur tanah berkat akar-akar pohon sebagai penahan tanah.
-Aspek kesuburan tanah. Berbagai bahan organik hasil hutan berupa ranting, kayu, dedaunan, serta jasad hewan yang mati akan terurai secara alami dan menjadi humus. Kandungan unsur hara tersebut akan menjadikan tanah hutan menjadi subur.
-Habitat flora dan fauna. Hutan merupakan tempat tinggal alami flora dan fauna yang merupakan sumber keanekaragaman hayati di bumi.
-Kawasan penelitian dan wisata. Hutan menyimpan hal-hal yang belum dipelajari oleh ilmu pengetahuan, seperti flora dan fauna yang belum teridentifikasi keberadaannya. Selain itu, hutan juga memiliki manfaat sebagai lokasi wisata untuk mengenalkan fungsi hutan bagi generasi mendatang.