SUKABUMIUPDATE.com - Ratusan warga di Kampung Gunungbatu Rt 02/04, Desa/Kecamatan Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi terpaksa menggunakan air isi ulang (air galon) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Hal itu dilakukan karena kriris air bersih di daerah tersebut, tidak ada sumber air bersih.
Berdasarkan informasi yang dihimpun sukabumiupdate.com di lokasi, krisis air bersih dialami warga kurang lebih sejak 13 tahun yang lalu. Kondisi air berwarna kuning kehitaman dan sedikit bau membuat warga enggan untuk mengkonsumsinya.
Ade Deni (63 tahun) warga setempat mengatakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya, ia terpaksa harus membeli air galon untuk kebutuhan memasak dan minum, sedangkan untuk mencuci, ia harus bolak balik ke kolam MCK mushola yang letaknya tak jauh dari rumahnya.
Baca Juga: Hoaks, Penggalian Brankas Berisi Hasil Korupsi Rafael Alun Trisambodo
"Udah lama hampir 13 tahun, nyari air bersih susah, terpaksa kalau minum masak itu pake air galon, kalau (air) sumur warnanya kuning," kata Ade kepada sukabumiupdate.com saat ditemui di rumahnya, Senin (4/9/2023).
Lebih lanjut, ade mengungkapkan kondisi air di kampungnya bukan dampak dari kemarau melainkan kondisi mata air yang ada di kampungnya itu memang kurang baik. Pasalnya ketika musim penghujan pun kondisi air tetap sama berwarna kuning.
"Selama ini aja, sebelum kemarau juga gitu. Dari pertama juga udah kuning, Mata air kan jelek di sini. Kalau hujan agak bening, lumayan bisa dipake mandi. Kalau kuning sekali ga dipake lebih baik ngambil aja ke mck," ujarnya.
Baca Juga: Komentar Pemain dan Presiden Persija Usai Kembali Raih Hasil Minor
Dalam sehari, Ade yang hidup berdua bersama istrinya harus memnuhi kebutuhan air bersihnya pakai air galon sebanyak 6 hingga 7 galon dalam satu minggu. Terlebih air galon itu harus ia beli dengan harga Rp 5.500 per galonnya.
"Galon itu kan kita berdua di sini, dua hari 1 galon buat minum sama itu aja (masak). Jadi seminggu itu kadang-kadang 6-7 galon. Galon Rp 5.500 isi ulang. Kalau buat nyuci seminggu itu saya harus nyiapin kurang lebih 12 ember air dari MCK," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Desa Kebonpedes, Dadan Apriandani mengatakan hal yang sama, kendati demikian sebagai kepala desa ia tak pernah bersikukuh ketika ada bantuan yang harus dialihkan ke wilayahnya.
Baca Juga: Dampak Tol Bocimi Ruas Cigombong Cibadak Pada Bisnis, Negatif Atau Positif?
"Ini krisis air bersih setiap setahun sekali, ini sudah sekitar 13-15 tahun tetapi saya sebagai kades kalau ada kegiatan bantuan bantuan tidak ego untuk dialihkan ke tempat saya," kata Dadan.
Kemudian ia juga mengatakan kondisi itu dialami oleh 75 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah jiwa sekitar 150 orang yang terkena dampak krisis air bersih tersebut.
"Di sini sekitar 75 KK. Di sini Sebetulnya hampir semua, kebanyakan di wilayah ini sekitar ada 50 kk kalau dikali 3 berarti 150 jiwa yang berada di Rt 02 Rw 04," paparnya.
Baca Juga: Ika Mardiah: Hoaks Bagian dari Literasi, Dampaknya Sangat Besar dan Berbahaya
Menurutnya, kondisi air di Desanya itu memiliki kadar air yang kurang baik. Sehingga mengharuskan penggalian sumur dengan minimal kedalaman 20 hingga 25 meter. Hal itu dikatakanya sudah melalui uji petik dengan hasil air jernih berada di kedalam 20 hingga 25 meter.
"Kondisi air di sini kadar airnya kelihatannya banyak zat besi karena kuning kehitam hitaman. Karena di sini dulunya bekas rawa. Kalau di belakang 20-25 meter tiga bulan sulit air," ungkapnya.
Atas kondisi yang dialami warganya, pihaknya akan terus berupaya untuk menghadirkan kondisi air yang layak untuk masyarakat.
Baca Juga: DLH Ancam Tutup Pabrik Batu Alam Nakal, Buntut Pencemaran Sungai Cibojong Sukabumi
"Harapannya tadi juga warga saya mendengar, insyaallah saya juga mau berjuang keinginannya ada bantuan untuk sumur bor. Mungkin kedepannya untuk instalasinya mungkin kita juga dari pemerintah desa untuk mensupport saluran ke masyarakat," pungkasnya.