SUKABUMIUPDATE.com - Potongan lirik lagu anak-anak ciptaan AT Mahmud "Kuambil buluh sebatang, Kupotong sama panjang, Kuraut dan kutimbang dengan benang, Kujadikan layang-layang" praksisnya tergambar pada sebagian besar tangan-tangan terampil warga Desa Seuseupan, Kecamatan Caringin, Kabupaten Sukabumi.
Adalah seorang ibu muda Siti Hanifah (30 tahun), siang itu tengah sibuk merapihkan ribuan layang-layang dirumahnya, memilah dan memilih sesuai ukuran dan gambar agar mudah melakukan pengemasan (packing). Hanifah, selain menjadi perajin layang-layang bersama keluarga, ia juga menjadi koordinator para perajin.
"Jadi ribuan layang-layang ini adalah hasil kerajinan warga, setidaknya ada sekitar 30 orang yang memproduksi layang-layang dan dikumpulkan disini untuk dijual," ujar Hanifah kepada sukabumiupdate.com di kediamannya di Kampung Seseupan Hilir, Senin (7/8/2023).
Baca Juga: DPRD dan Pemkab Sukabumi Sepakati RP2APBD 2022 Jadi Perda Definitif
Menurut Hanifah, jumlah layangan hasil produksi para perajin yang dikumpulkan dirumahnya per harinya bisa mencapai 5 rim hingga 6 rim (1 rim = 1000 pc), jika dihitung per minggu kurang lebih mencapai 30 ribu sampai 40 ribu pieces (pc).
Sedangkan untuk penjualannya, ujar Hanifah, pihaknya sudah memiliki pelanggan di Jakarta yang mampu menampung layangan hingga 100 ribu pieces per bulan. Tapi, kalau lagi musim layangan seperti sekarang ini, malahan pengiriman bisa mencapai 100 ribu pieces per minggu.
Selain pelanggan yang bisa menampung dalam jumlah besar, terdapat juga pembeli-pembeli lokal yang sudah lama menjadi pelanggan, atau pembeli baru yang datang karena informasi mulut ke mulut atau bahkan media sosial.
Baca Juga: Perumdam TJM Parungkuda Luncurkan Program Pemutakhiran Data Baca Meter
"Kini setiap hari selalu ada pesanan COD (Cash On Delivery) dari tetangga desa atau tetangga kecamatan," imbuhnya.
Hanifah menyebut aktivitasnya sebagai perajin layang-layang sudah dijalaninya sejak 25 tahun lalu, dimana saat dirinya masih kecil, keluarganya sudah memulainya.
Tentunya ia sangat bersyukur dengan aktivitas bisnis layangan yang dijalaninya saat ini. Bahkan dengan lebih banyak melibatkan warga sekitar untuk memproduksi layangan.
“Kalau bagian nyablon itu bagian anak muda, kalau nempel kertas ke rangka layangan mayoritas ibu-ibu dan membuat batangan arku itu bapak bapak,” pungkasnya.
Baca Juga: DPRD Kabupaten Sukabumi Bentuk Panitia Khusus Bahas Raperda PDRD
Dari informasi yang dihimpun sukabumiupdate.com, di Desa Seuseupan sudah lama terkenal para warganya terampil dalam berbagai kerajinan berbahan baku bambu, dan yang paling fenomenal adalah layangan.
Salah seorang pegiat sosial di Desa Seuseupan, Solihin Bahri mengungkapkan bahwa ada ratusan warga di desanya yang sehari-hari memproduksi layangan untuk memenuhi permintaan pasar dari berbagai daerah.
"Setahu saya ada 3 koordinator (pengepul) yang sudah terkenal di desa ini, mereka sudah punya pasar dan langganan masing," tandasnya.
Menurut Solihin, usaha dalam bidang kerajinan layangam bisa disebut sebagai usaha padat modal. Produksinya setiap hari sedangkan penjualannya ramai ketika sedang musim.
Maka dari itu, kata Solihin, ia bersama komunitasnya mensinergikan pengelolaan bisnis layangan dengan pengelolaan Bank Sampah.
"Dari bank sampah ini, khususnya sampah organik yang kemudian melahirkan Magot. Dari magot itulah ada perputaran uang yang bisa membantu permodalan produksi layangan," tuturnya.